Transaksi Ribawi Yang Sering Dianggap Bukan Riba

Riba itu haram, semua sepakat. Riba itu buruk dan dosa besar yang ancamannya adalah dimusuhi Allah, sudah banyak yang tahu. Lantas mengapa masih banyak yang melakukan transaksi ribawi?

Faktor paling mendasar adalah perbedaan pemahaman mengenai bentuk-bentuk transaksi ribawi. Ada bentuk-bentuk riba yang dianggap oleh sebagian orang bukan sebagai riba. Jika begini, jangankan berhenti dari riba, menyadari bahwa yang dilakukan riba saja tidak.

Riba secara umum digolongkan menjadi riba duyun dan riba buyu’. Riba duyun (hutang) adalah riba dalam transaksi hutang dan riba buyu’ (jual beli) adalah riba dalam transaksi jual beli. Adapun riba buyu’ dibagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah riba yang disebabkan adanya penambahan kuantitas sedangkan riba nasi’ah adalah riba yang disebabkan adanya penambahan tempo, dalam transaksi amwal ribawiyah.

Teori tentang riba cukup panjang jika dijelaskan. Pembahasan akan lebih efektif jika langsung to the point pada praktek-praktek riba yang banyak dilakukan namun dianggap bukan riba.

 

Bunga Bank

Hampir semua lembaga fatwa telah memfatwakan bahwa bunga bank haram. Misalnya, Lembaga Riset Islam Al-Azhar di Kairo memfatwakan haramnya bunag bank sejak tahun 1965, Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah sejak tahun 1985, Lembaga Fiqh Islam Rabithah ‘Alam Islami di Makkah sejak tahun 1406 H, Muktamar Bank Islam Kedua di Kuwait tahun 1983.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah memafatwakan haramnya bunga bank sejak 2003. Sementara Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Munas ke-27 di Malang juga menetapkan haramnya bunga bank. Adapun NU dalam Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung, 1992 masih merincikan hukum bunga bank dan tidak menyatakan haram secara mutlak. Untuk bunga bank pada kepentingan konsumtif hukumnya haram sementara bunga produktif tidak haram.

Jadi, menurut hampir semua fatwa, bunga bank adalah haram. Abaikan saja pendapat-pendapat kaum lberal yang menyatakan bahwa bunga bank halal karena tidak ada unsur eksploitasi. Riba haram bukan karena eksploitasi, berlipat ganda, atau mencekik. Itu bukan illat atau alasan pengharaman riba. Asalkan sudah terpenuhi syarat akad ribawi, maka riba tetaplah riba meski sedikit dan kedua pihak saling ridho.

Adapun bagi warga NU atau anda yang ingin melandaskan pendapatnya pada hasil Munas NU tersebut, silakan pelajari rincian dalam keputusan tersebut. Pasalnya, hasil Munas NU tahun 1992 tersebut memiliki rincian antara bunga bank yang haram dan yang tidak. Rincian ini tidak boleh diabaikan lalu mengambil kesimpulan bahwa bunga bank boleh secara mutlak.

 

Simpan Pinjam Koperasi

Koperasi biasanya menerapkan bunga yang lebih ringan dari bank. Hasil koperasi memang bukan hanya dari simpan pinjam, namun bagaimanapun, sistem simpan pinjam koperasi juga menerapkan bunga. Meskipun kecil dan merupakan pemberdayaan ekonomi rakyat, namun tetap saja bunga yang ditetapkan pada simpan pinjam adalah riba.

Pada Credit Union (UC) bunganya biasanya malah jauh lebih besar. Misalnya pada perkumpulan RT yang mengumpulkan dana dari semua anggota lalu digunakan untuk transaksi simpan pinjam khusus antar anggota. Pinjaman sebesar 1.000.000 rupiah selama 10 bulan akan dikenai 10 % dari cicilan = 10 % x 100.000 = 10.000. Ada juga yang langsung memotong uang pinjaman. Misalnya seorang anggota pinjam 1 juta, maka dia hanya menerima 900 ribu tapi harus mengembalikan 1 juta. 

Meskipun dinamai dengan biaya administrasi, 10% tersebut adalah bunga dari pinjaman. Jika yang dimaksud biaya operasional untuk administrasi, pinjaman 1 juta dengan 1,5 juta semestinya tidak berbeda. Kenyataannya, biayanya jadi beda karena menggunakan prosentase dari pinjaman.

Ada yang beralasan, bunga semacam ini bukan riba karena pada akhirnya, laba pinjaman akan dibagi ke semua anggota.

Perlu diketahui bahwa riba duyun adalah segala bentuk kelebihan dalam pinjaman. Rasulullah bersabda,

 

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ الرِّبَا

“Setiap hutang yang menarik kemanfa’atan adalah perbuatan riba.”

Kepada siapapun keuntungan diberikan, jika ada kelebihan dalam pengembalian pinjaman, statusnya adalah riba. Sama saja apakah dibagi ke sesama anggota atau bukan. Alasan bahwa bunga itu hanya untuk menyejahterakan anggota, tidak bisa diterima. Bagaimanapun, anggota yang kaya tetap akan mendapat keuntungan karena tabungannya bisa selalu bertambah, sementara dia akan sangat jarang melakukan peminjaman. Sebaliknya, orang yang miskin akan lebih sering melakukan peminjaman tapi tabungan konstan.

 

Kredit Emas

Yaitu membeli emas dengan pembayaran berangsur. Menurut jumhur ulama, emas, apapun bentuknya adalah amwal ribawiyah (barang ribawi) yang ketika hendak dijualbelikan harus dilakukan dengan cara kontan. Jika ditukar dengan sesama jenis, gelang emas dengan kalung emas misalnya, beratnya haruslah sama.

Dalam persoalan ini memang ada ikhtilaf. Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyim menyatakan, jika emas dalam bentuk perhiasan, hukumnya tidak lagi menjadi amwal ribawiyah, hanya komoditas biasa yang boleh dikreditkan atau ditukar dengan sesuatu yang beratnya berbeda. Lain halnya jika bentuknya uang.

Namun jumhur ulama menyatakan bahwa emas apapun bentuknya adalah amwal ribawi. Di dalam hadits tentang amwal ribawi, Rasulullah menyebut “dzahab” (emas) dan “Fidhdhoh”(perak), ini unsur bukan mata uang (dinar dan dirham).

Jadi, mengacu pada pendapat jumhur ulama, emas tidak boleh dikreditkan. Pembelian emas dengan cara kredit termasuk riba. Bahkan Dewan Fatwa Saudi Arabia pada fatwa no. 3211 menyatakan bahwa emas tidak boleh dijualbelikan secara online, dimana pembeli membayar dengan transfer, lalu barang baru sampai ke tangannya 3 hari kemudian. Alasannya, pembelian emas benar-benar harus kontan tangan di atas tangan. Uang dan barang diseahkan dalam tempo bersamaan.

 

Akad Pembiayaan yang Mengandung Ribawiyah

Akad ini disebut juga al murabahah lil amir bisy syira’.  Yaitu seseorang mengatakan kepada pemilik dana (perorangan maupun lembaga) untuk membelikan suatu barang secara cash, lalu dia akan membeli barang tersebut secara kredit. Pada dasarnya, akad semacam ini dibolehkan. Namun realitanya, ketidak hati-hatian dalam mempraktikan akad ini menjadikan akad yang seharusnya jual beli menjadi hutang berbunga.

Bentuk praktik pertama: Pembeli datang ke lembaga keuangan (LK), menyatakan ingin beli mobil kijang seharga 100 juta. Lalu pihak LK menyetujui dan menyatakan langsung menjual mobil tersebut secara kredit dengan harga 110 juta selama 1 tahun kepada pembeli. Setelah itu, pihak bank menyerahkan uang sebesar 100 juta kepada pembeli untuk membeli mobil kijang dimaksud.

Ini jelas bukan akad murabahah tapi peminjaman uang dengan bunga. Dalam hal ini tidak ada transaksi pembelian sama sekali, yang ada, pembeli mendapat uang 100 juta, dan harus mengembalikan 110 juta selama 1 tahun. Ini jelas akad riba. Bisa jadi pula pembeli tidak membelanjakan uang tersebut untuk membeli barang dimaksud.

Kedua: sama dengan di atas, tapi pihak lemabaga keuangan langsung menelpon dealer dan mentransfer uang seharga mobil ke dealer. Pembeli diminta ke dealer mengambil barang tersebut. Akad ini juga cacat karena pihak lembaga keuangan belum memiliki mobil tersebut secara penuh. Tidak tahu kondisinya dan resiko masih ada di tangan dealer. Akad ini mirip akad dropship barang di internet.

Masih ada beberapa masalah penting terkait akad pembiayaan ini yang harus diwaspadai. Menyepelekannya hanya akan menjerumuskan kita pada akad riba.

 

Diskon GoPay dan Sejenisnya

GoPay adalah dompet virtual pada layanan Gojek (ojek online). Pengguna layanan melakukan top up atau deposit uang dan akan mendapatkan saldo GoPay yang kemudian dapat digunakan untuk membayar berbagai layanan pada aplikasi Gojek. Keuntungan membayar layanan dengan GoPay adalah pengguna akan mendapatkan potongan harga. Go Ride (jasa ojek) misalnya, jika dibayar dengan cash Rp 18.000 tapi dengan GoPay menjadi Rp 16.000.

Depositn uang yang dibayarkan pengguna pada GoPay adalah pinjaman. Alasannya, dalam FAQ (Frequntly Asking Question) pada pembayaran GoPay dijelaskan bahwa, uang yang dibayar pengguna kepada GoPay dapat dimanfaatkan oleh GoPay untuk semua keperluan. Ini merupakan poin dalam akad hutang, dimana yang orang yang berhutang boleh memanfaatkan uang hutang untuk keperluannya. Adapun uang titipan tidak boleh digunakan oleh rang yang dititipi. Kedua, GoPay akan mengembalikan uang tersebut dalam bentuk layanan dan bisa pula ditransfer ke sesama pengguna atau ditarik kembali dalam bentuk cash via transfer bank. Ini juga merupakan poin dari akad pinjaman.

Padahal seperti dijelaskan di atas, pinjaman tidak boleh menarik suatu manfaat tambahan baik berupa nominal atau jasa. Jadi, jika anda adalah pengguna layanan Gojek dengan GoPaynya, atau Grab dengan GrabPaynya, lakukanlah pembayaran jasa secara cash. Memang sedikit lebih mahal tapi jelas bebas dari riba.

Demikianlah. Persoalan bentuk riba ini memang masuk ranah fikih. Akan ada banyak ikhtilaf dan diskusi lebih dalam. Namun begitu, sikap hati-hati sangatlah bermanfaat bagi kita mengingat ancaman riba yang luar biasa mengerikan. Hendaknya kita tidak bosan mempelajari dan mewaspadai akad-akad yang kita lakukan agar terhindar dari riba. Wallahulmusta’an.

 

Oleh: Ust. Taufikanwar, Lc

 

Baca Juga:

Lima Kaedah Penting Dalam Pernikahan

Ketika kita menghadiri resepsi pernikahan, ada satu ayat yang paling sering dibacakan oleh qari’ maupun pemberi tausiyah untuk memulai ceramah, yaitu surat ar-rum ayat 21.

Judul di atas disarikan dari firman Allah swt yang terdapat dalam surat Ar-Rum, ayat 21 :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.”

Meskipun singkat dan pendek, ayat tersebut mengandung pelajaran yang sangat banyak dan bermanfaat, dan selanjutnya bisa kita jadikan pedoman di dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Dari ayat di atas, paling tidak kita bisa mengambil lima kaedah.

Kaedah Pertama:

Bahwa pernikahan yang berlangsung antara laki-laki dan perempuan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah swt. Artinya bahwa semua pernikahan yang terjadi adalah atas izin Allah.

Perlu diketahui bahwa Allah swt telah menentukan taqdir setiap makhluk di dunia ini jauh sebelumnya yaitu 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi ini, sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadist , bahwasanya Rosulullah saw bersabda,

“Pertama kali yang diciptakan Allah adalah qalam (pena), Allah berfirman kepadanya ;”Tulislah ”, maka dia menulis taqdir segala sesuatu semenjak 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi dan Arsy Allah di atas air.” (HR Muslim)

Hadist di atas menjelaskan secara tidak langsung bahwa pasangan kita telah ditentukan oleh Allah swt, jauh sebelum kita diciptakan di muka bumi ini. Dengan memahami hal ini para pemuda mestinya tak perlu galau atau berkecil hati ketika calon yang diidam-idamkan ternyata tak jadi menikah dengannya karena menikah dengan orang lain atau karena tidak disetujui oleh orang tua.

Kaedah Kedua:

Bahwa istri yang akan kita nikahi nanti adalah dari jenis kita sendiri, yaitu dari jenis manusia, bukan dari jenis jin atau malaikat. Ini merupakan rahmat Allah yang harus kita syukuri. Bayangkan kalau istri kita dari jenis jin, tentunya akan mendapatkan kesulitan untuk berhubungan dengannya.

Kaedah Ketiga:

Istri yang akan kita nikahi nanti adalah makhluk Allah yang diciptakan dari diri kita sendiri. Para ulama menyebutkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam as. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas bahwasanya ketika Adam tinggal di dalam Syurga sendiri, dia merasa kesepian. Dan ketika dia sedang tidur, diciptakanlah Siti Hawa dari tulak rusuknya yang pendek dari pinggang kirinya , agar Adam bisa merasa tenang berada di samping Siti Hawa. Inilah arti firman Allah swt :

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya.” ( Qs Al A’raf : 189 )

Di dalam hadist Abu Hurairah ra bahwa Rosulullah saw bersabda :

 استوصوا بالنساء خيراً ، فإن المرأة خلقت من ضلع ، وإن أعوج ما في الضلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل أعوج ، فاستوصوا بالنساء  ، وفي رواية  المرأة كالضلع إن أقمتها كسرتها ، وإن استمتعت بها ، استمتعت وفيها عوج

“Berwasiatlah kepada perempuan dengan hal-hal yang baik, sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulak rusuk, dan sesungguhnya bagian yang bengkok dari tulang rusuk terdapat disebelah atas, , dan jika anda ingin meluruskannya, berarti anda akan mematahkannya, dan jika anda biarkan maka dia akan terus bengkok, maka berwasiatlah kepada perempuan.

Dan dalam riwayat lain disebutkan: ”perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika anda ingin meluruskannya, berarti anda akan mematahkannya, jika anda bersenang-senang dengannya, maka anda akan bersenang-senang dengannya, sedangkan dia masih dalam keadaan bengkok ”

Kaedah Keempat:

Salah satu fungsi dari pernikahan adalah mewujudkan ketenangan. Ketenangan yang di dapat seseorang dari pernikahan bisa diklasifikasikan menjadi tiga :

Pertama: Ketenangan Jiwa.

Di sini pernikahan adalah salah satu jalan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendapatkan ketenangan. Seorang laki-laki yang merasa capek dan penat karena seharian kerja mencari nafkah, ketika kembali ke rumah, tiba- tiba hatinya menjadi sejuk dan tenang, karena di depan pintu rumahnya telah disambut istrinya dengan senyuman. Di dalam pernikahan seseorang bisa membicarakan dengan pasangannya seluruh masalah-masalah yang dihadapinya di kantor, di pasar di sekolah maupun di tempat-tempat lainnya. Dengan leluasa masing-masing dari suami istri mengeluarkan unek-uneknya dengan hati dalam suasana yang tenang dan penuh rasa kekeluargaan.

Baca Juga: 3 Manfaat Nikah Muda 

Hal yang demikian ini jelas akan berdampak pada ketenangan jiwa. Karena masing-masing telah mendapatkan tempat untuk mengadukan segala problematika hidupnya. Ketenangan jiwa seperti ini akhirnya akan membawa pada ketenangan jasmani.

Kedua: Ketenangan Jasmani.

Seseorang yang selalu dirundung kesedihan di dalam hidupnya, akan melemahkan kesehatan jasmaninya.

Dalam kehidupan ini ada suatu kaedah : bahwa sesuatu yang berhenti dan tidak dialirkan, maka akan merusak. Air yang tergenang akan merusak, tapi jika dialirkan akan bermanfaat karena akan membentuk energi yang bisa menyalakan lampu. Demikian juga air mani yang tersimpan lama dalam tubuh seseorang dan tidak disalurkan akan menyebabkan penyakit.

Ketiga: Ketenangan Materi.

Orang yang menikah akan mendapatkan ketenangan materi. Ketenangan materi ini terwujud dalam tiga hal :

Allah swt telah berfirman :

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui ” (Qs. An Nur: 32) .

Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mau menikah dengan niat mencari ridha Allah dan menghindari maksiat, maka Allah berjanji akan memberikan karunia kepada mereka dengan rizki yang halal. Dan kita sebagai orang Islam harus berkeyakinan seperti yang disebutkan Allah di dalam ayat di atas.

Selain itu, kalau ditinjau dari ilmu psikologi dan sosiologi, maka akan kita dapatkan seorang laki-laki yang sepanjang hidupnya, hidup dalam kemiskinan, ketika menikah tiba-tiba menjadi lebih kaya dari sebelumnya. Kenapa ? Karena dengan menikah, dia dituntut untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Kewajiban tersebut menuntutnya untuk bekerja keras. Selain ia mendapatkan pahala karena bekerja untuk memberikan nafkah keluarganya, juga Allah akan melimpahkan rizki yang halal kepadanya, karena kesungguhannya. Allah berfirman :

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

” Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ” (Qs. Al Ankabut: 69)

Kaedah Kelima:

Bahwa cinta yang tumbuh dalam pernikahan bukan sekedar cinta jasmani, atau cinta seorang laki-laki terhadap perempuan sebagaimana yang dipahami orang selama ini. Bukan pula seperti cinta seorang pacar dengan pacarnya yang sekedar janji dan ungkapan mulut tanpa ada komitmen di dalamnya. Cinta dalam pernikahan adalah cinta yang dibangun diatas mawaddah dan rahmah (kasih dan sayang). Artinya cinta tersebut diiringi dengan tanggung jawab dan komitmen. Seorang suami yang mencintai istrinya, maka dia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidupnya, dia harus menjaga kesehatannya, menjaga keamanannya, menjaga perasaannya, dan menjaganya supaya tetap selalu bahagia hidup bersamanya.

Baca Juga: Hukum Nikah Sirri Dalam Islam

Cinta dalam pernikahan bukan berarti dia pasti mencintai semua yang ada pada diri pasangannya, karena seperti ini adalah sesuatu yang mustahil. Masing-masing dari pasangan suami istri akan mendapatkan kekurangan dari pasangannya. Secara naluri manusia, dia akan membenci kekurangan tersebut, Cuma dia harus bersabar dengan kekurangan itu. Dia harus berusaha bagaimana kekurangan yang dimiliki pasangannya tetap membuatnya cinta dan sayang kepadanya. Maka dalam surat An Nisa’ ayat 19 , Allah berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

”Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Melalui ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk menggauli dan bersikap dengan istri kita secara patut dan baik, walaupun kita membenci sebagian sifat atau bagian dari badannya. Inilah yang dinamakan mawaddah dan rahmah, yaitu cinta kasih sayang yang diiringi dengan komitmen dan tanggung jawab serta kesabaran untuk menerima segala kekurangan. Maka sangat tepat kalau Allah menyebut bahwa dalam pernikahan bukan sekedar ”hubb” (cinta jasmani), akan tetapi lebih daripada itu, yaitu mawaddah wa rahmah (cinta kasih sayang dan komitmen). 

 

Oleh: Redaksi/Nikah 

Bayar Hutang, Bolehkah Pinjam dari Bank?

Apakah dibenarkan ketika dililit hutang meminjam uang ke Bank untuk membayar hutang tersebut? Apakah hal tersebut bisa dikategorikan kondisi darurat? Sekian, terimakasih Jazaakumullah khairan.

Ma’ruf, Bumi Allah

………….

Allah telah mengancam hamba-Nya yang melakukan transaksi riba, termasuk di dalamnya meminjam uang dengan riba. Allah ta’ala berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Sebelumnya, kita perlu terlebih dahulu memahami definisi dharurat. Yaitu sebuah kondisi yang akan mendatangkan bahaya, kesulitan yang memuncak hingga ditakutkan mengalami bahaya pada jiwa, atau anggota badan, atau kehormatan, atau akal, atau juga harta. Bila kondisi seperti demikian maka dibolehkan melanggar yang haram, meninggalkan yang wajib atau menundanya. Seperti kondisi orang sakit yang harus segera diobati karena akan mengancam jiwanya, dan tidak mendapatkan pinjaman. Maka dibolehkan meminjamnya sebatas kebutuhan berobat. Tapi perlu dipahami, bahwa tidak semua dharurat membolehkan yang haram, seperti tidak boleh membunuh orang muslim dengan alasan dharurat atau alasan terpaksa, demikian dengan zina tidak ada alasan dharurat.

Baca Juga: Apakah Sisem Kredit Ada Ribanya?

Adapun hutang, menurut Dr. Abdullah Faqih tidak termasuk hal dharurat, Allah ta’ala telah memerintahkan kepada yang dihutangi agar menunggu hingga mampu dibayar, bahkan kalau bisa hingga memaafkan dan mensedekahkan padanya bila kondisi teramat susah. ”Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:280)

Walau demikian, memang kondisi hutang bisa beragam, sehingga kondisi tersebut bisa dilihat apakah akan mengancam jiwa, harta atau lainnya. Yang terpenting hendaknya seorang mukmin berusaha maksimal untuk membayar semua hutangnya dengan jalan yang dibenarkan oleh syari’at, lalu bertawakkal pada Allah, karena tentu Ia akan memberikan jalan keluar dari semua kesulitan tersebut. ”Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (Ath-Thalaq: 2). WaAllahu ’Alam Bissawaab (Redaksi/Konsultasi

 

Tema Lainnya: Riba, Muamalah, Harta 

Sesama Muslim Kok Saling Nge-Bully Di Medsos

 

Ustadz akhir-akhir ini banyak saya temui fenomena bullying di media sosial, bahkan sesama saudara mulsim saling nge-Bully. Bagaimana nasihat ustadz?

……………

Saudari yang baik, Rasulullah mengajarkan kita untuk bisa berbicara baik atau diam. Sebab di akhirat kelak, ucapan (sekarang bisa tulisan) akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dan menjadi saksi bagi pengucapnya. Jangan sampai karena sedikit kesalahan saudara kita lantas kita obral keburukannya di media sosial yang memungkinkan semua orang mengonsumsinya.

Bila melihat saudara kita melakukan kesalahan nasihatilah secara pribadi. Karena kita sedang berusaha memperbaiki kesalahannya dan menghindarkannya dari keburukan bukan bermaksud mempermalukannya. Nasihat yang baik dilakukan saat kita hanya berdua dengannnya.

Sebagaimana perkataan Imam asy-Syafi’i di dalam syairnya, “Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri, jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku, maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti.

Menasihati secara pribadi bisa menuliskan pesan via jalur pribadi, menelpon, atau mendatanginya secara langsung.

Gunakan kata-kata yang baik saat menasihatinya. Tidak selayaknya menggunakan kata-kata kasar yang akan menyakiti atau melukai hatinya. Apalagi memfonisnya dengan sebutan-sebutan yang justru akan menjauhkannya dari kebenaran.

Selain itu, doakan saudara kita agar mendapat petunjuk. Jangan terus menyalahkan dan mengumbar kesalahannya padahal kita belum pernah menegurnya baik-baik dan mendoakannya. Bisa jadi saudara kita melakukan kesalahan karena tidak mengerti bahwa yang ia lakukan adalah kesalahan atau dia tahu tapi tak tahu bagaimana cara memperbaiki diri. (Redaksi/Konsultasi)

 

Tema Konsultasi Lainnya:

Beli lalu Titip

Saya membeli semen 1 sack seharga Rp. 55.000 dan menitipkannya di toko tempat saya membeli tersebut selama 2 bulan. Ketika saya hendak mengambilnya, harga semen telah naik menjadi Rp. 57.000. Haruskah saya menambah Rp. 2.000? (Fauzan—Solo)

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ

Transaksi yang saudara lakukan telah terjadi dan sah dengan dilakukannya serah terima barang dan uang. Mengenai penitipan yang saudara lakukan, maka itu tidak mengapa. Dengan catatan, 1 sack semen yang 2 bulan kemudian saudara ambil adalah 1 sack semen yang saudara beli 2 bulan yang lalu. Bendanya sama, bukan benda yang lain. Dan saudara tidak perlu menambah selisih harga.

Pemilik toko tidak berhak dan tidak boleh menggantinya dengan semen yang lain, meskipun hal itu menguntungkannya—karena ia telah mendapatkan tambahan modal meskipun sedikit dalam waktu yang tidak seberapa lama—dan menguntungkan saudara—karena mendapatkan semen yang baru. Demikian pula meskipun semen itu dititipkan lebih dari 2 bulan sehingga semen itu membatu. Saudara tidak boleh mendapatkan gantinya. Itu adalah risiko yang harus saudara tanggung. Wallahu a’lam.