Kesempatan Berharga Bersama Orang Tua

Foto-foto pengungsi Rohingya yang sedang memikul orang tuanya menjadi viral di media sosial. Beberapa video juga tersebar menunjukkan bagaimana mereka terseok menggendong ibu mereka menyeberangi lumpur dan sungai.

Hal tersebut mengingatkan kita pada kisah ibnu Umar saat ia melihat seorang yang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.”

Semoga Allah memberi kemudahan kepada mereka lantaran bakti mereka kepada orang tua. Beruntunglah mereka yang masih diberikan nikmat kebersamaan dengan orang tua karena masih terbuka salah satu pintu dari pintu-pintu surga.

Keberadaan orang tua merupakan kesempatan berharga bagi anak untuk menimba pahala sebanyak-banyaknya.

 

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ وَأَظُنُّهُ قَالَ أَوْ أَحَدُهُمَا

Rasulullah bersabda, “Celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya).” Dan berkata Abdurrahman, “aku mengira ia mengatakan atau salah satunya.”

Raghima anfu rajulin dalam hadits tersebut adalah seseorang akan mengalami berbagai kehinaan di dunia jika ia hidup bersama orang tuanya sementara ia tidak bisa menjadikan keduanya faktor yang membuatnya masuk surga. Taat kepada orang tua adalah cara termudah untuk masuk surga.

Baca Juga: Pahala Sempurna Bagi Orangtua yang Anak Kecilnya Meninggal

Salah seorang sahabat pernah datang kepada Nabi dan bertanya, “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah.” Nabi menjawab, “Shalat pada waktunya.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Birul walidain.”

Rasulullah menggunakan istilah berbakti bukan taat, karena kata bakti mencakup semua jenis kebaikan, kasih sayang, memberi, menolong, dan membahagiakan mereka berdua.

Kesempatan hidup bersama orang tua tak datang dua kali. Maka para sahabat dan orang-orang shalih memanfaatkan waktu tersebut dengan baik.

Anas bin Nadzr al-Asyja’I pernah bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang Ibu sudah ketiduran. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi.”

Sufyan bin Uyainah mengatakan, “Ada seorang yang pulang dari bepergian, dia sampai di rumahnya bertepatan dengan ibunya berdiri mengerjakan shalat. Orang tersebut enggan duduk padahal ibunya berdiri. Mengetahui hal tersebut sang ibu lantas memanjangkan shalatnya, agar makin besar pahala yang didapatkan anaknya.

Haiwah binti Syuraih adalah seorang ulama besar. Suatu hari ketika beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. “Hai Haiwah, berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum!” Mendengar panggilan ibunya, beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya.

Baca Juga: Ziarah Kubur, Mengingat Mati Melembutkan Hati

Kahmas bin al-Hasan at-Tamimi melihat seekor kalajengking berada dalam rumahnya, beliau lantas ingin membunuh atau menangkapnya. Ternyata beliau kalah cepat, kalajengking tersebut sudah masuk ke dalam liangnya. Beliau lantas memasukkan tangannya ke dalam liang untuk menangkap kalajengking tersebut. Beliaupun tersengat kalajengking.

Melihat tindakan seperti itu, ada orang yang berkomentar, “Apa yang kau maksudkan dengan tindakan seperti itu?” Beliau mengatakan, “Aku khawatir kalau kalajengking tersebut keluar dari liangnya lalu menyengat ibuku.”

 Muhammad bin Sirin mengatakan, di masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamarnya (bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma).

Jamar tersebut lantas beliau suguhkan kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata kepadanya, “Mengapa engkau berbuat demikian? Padahal engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham.” Beliau menjawab, “Karena ibuku meminta jamar pohon kurma dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa kuberikan, pasti kuberikan.” (Shifatush Shafwah)

Ibnu Aun mengatakan, “Suatu ketika ada seorang menemui Muhammad bin Sirin pada saat beliau sedang berada di dekat ibunya. Setelah keluar rumah, beliau bertanya kepada para sahabat Muhammad bin Sirin, ‘Ada apa dengan Muhammad? Apakah dia mengadukan suatu hal?’ Para sahabat Muhammad bin Sirin mengatakan, ‘Tidak. Akan tetapi memang demikianlah keadaannya jika berada di dekat ibunya’.” (Diambil dari Siyar A’lamin Nubala’, karya adz-Dzahabi)

Bersegeralah untuk berbakti kepada orang tua sebelum kesempatan itu berlalu dan penyesalan selalu hadir dibelakang. Jika ingin memperoleh cinta Allah, mintalah ridha orang tua. Kita bahagiakan orang tua. Buat mereka tertawa, bantulah mereka, bersabarlah terhadap perilaku mereka yang membuat kita tak senang.

Jika salah seorang dari mereka berumur lanjut dalam pemeliharaan kita, jangan tinggikan suara dihadapan mereka dan tetaplah berkata dengan perkataan yang mulia. Berdoalah untuk keduanya baik ketika mereka masih hidup atau setelah mereka meninggal.

Seorang tabiin pernah ditanya, “Berapa kalikah saya harus berdoa kepada ayah dan ibuku?” Ia menjawab, “Lima kali dalam sehari.” Orang itu bertanya, “mengapa?” Ia menjawab, “Bukankah engkau telah diperintahkan untuk shalat lima waktu dalam sehari?” orang itu menjawab, “Benar.” Tabiin itu berkata, “Bukankah Allah berfirman, ‘Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu.’ (QS. Luqman: 14). Wallahu a’lam.

 

Oleh: Ust. Muhtadawan/Fadhilah

 


Segera miliki majalah islam keluarga, ar-risalah. Majalah pilihan keluarga muslim dalam meningkatkan kualitas hati dan ketakwaan. Hubungi agen terdekat atau sms/wa ke: 0852 2950 8085

Hartamu Milik Bapakmu

Abdullah bin Amru bin ‘Ash menuturkan bahwa Rasulullah pernah didatangi seorang lelaki lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya harta dan juga anak, namun ayahku membutuhkan hartaku.” Beliau kemudian bersabda:

“Dirimu dan hartamu adalah milik milik ayahmu. Dan sesungguhnya anak-anakmu adalah bagian dari hasil upayamu yang terbaik, maka makanlah dari hasil upaya anak-anakmmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Dalam riwayat Abu Hanifah, dari Aisyah ra bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya anak-anakmu adalah bagian dari upayamu dan juga hibah Allah yang diberikan kepadamu. Allah menganugerahkan anak perempuan kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya dan juga memberikan anak laki-laki siapa saja yang Ia kehendaki.”

BACA JUGA : BERSIH JIWA BERSIH HARATA

Rasulullah juga pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah, “Sesungguhnya makanan terbaik yang kamu makan adalah dari hasil jerih payahmu, dan sesungguhnya anak-anakmu adalah bagian dari jerih payahmu pula.”

Ada satu kisah menarik tentang seorang tua dengan anaknya yang dikisahkan oleh Imam Qurthubi. Diriwayatkan secara bersambung dari Jabir bin Abdillah ra bahwa ia berkata: Seseorang datang menghadap Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku mengambil hartaku.”
Nabi kemudian berkata kepada lelaki itu, “Datangkan ayahku ke sini.”

Jibril kemudian turun untuk menemui Nabi dan berkata, “Allah Azza wa Jalla menyampaikan salam kepadamu serta berfirman: “Jika datang orang tua itu kepadamu, maka tanyakanlah mengenai sesuatu yang ia katakan dalam hatinya sebagaimana yang didengar oleh kedua telinganya.”

Ketika orang tua itu telah datang, maka beliau bertanya: “Ada apa gerangan dengan anakmu yang mengadukanmu? Apakah kamu hendak mengambil hartanya?”

Ia menjawab: “Tanyakanlah kepadanya, ya Rasulullah, apakah aku akan membelanjakannya keculai untuk kepentingan salah satu dari bibinya dari pihak ayah atau bibinya dari pihak ibu atau untuk diriku sendiri.”

Rasulullah kemudian berkata: “Tinggalkan hal itu, dan sekarang beritahukan kepadaku mengenai sesuatu yang engkau katakan dalam hatimu sendiri yang hanya bisa didengar oleh kedua telingamu.”
Orang tua itu berkata: “Demi Allah, ya Rasulullah, Allah masih saja terus menambahkan kepada kami keyakinan kepadamu. Sungguh aku telah mengucapkan di dalam hatiku apa yang hanya didengar oleh kedua telingaku.”

Nabi berkata: “Katakanlah, dan saya akan mendengarnya.” Ia berkata: “Aku katakan dalam hatiku:

Wahai anakku, telah kuberi engkau makan sejak kecil
dan kunafkahi dirimu hingga tumbuh dewasa seperti ini
serta dari air yang kuberikan enkau minum
Yang telah kukatakan adalah apabila kau ditimpa kahancuran
dan jiwaku pun tahu bahwa suatu saat maut akan pasti datang
Dan kini, setelah engkau menjadi besar sebagaimana yang kucita-citakan sejak dahulu
kau balas semua ini dengan kekerasan
Seakan engkau pemberi segala nikmat itu
Maka sesungguhnya bila engkau tidak menunaikan hak-hakku sebagai ayahmu
Perlakukanlah aku sebagai tetangga yang mempunyai hak atas dirimu
Tetapi engkau telah menyia-nyiakan hak tetangga
Engkau kikir membelanjakan hartamu kepadaku

Saat itu pula Nabi saw mengambil kerah baju anak tersebut dan bersabda: “Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.” (Tafsir Al-Qurthubi: X/245)

Orangtua juga mempunyai hak untuk menarik kembali pemberian yang sebelumnya telah diberikan kepada anak-anaknya.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw bersabda: “Tidak dihalalkan bagi seorang pun untuk memberikan suatu pemberian, lalu ia menarik kembali pemberiannya itu kecuali (pemberian) seorang ayah kepada anaknya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Baihaqi, dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw bersabda: “Tidak dihalalkan seseorang untuk memberikan suatu pemberian, atau memberikan hibah, kemudian ia menariknya kembali, kecuali seorang ayah yang memberikan sesuatu kepada ayahnya. Perumpamaan orang yang melakukan hal itu adalah seperti seekor anjing yang makan. Jika ia kenyang, maka ia memuntahkannya, kemudian ia kembali menjilati muntahannya itu.”

Muhammad bin Sirin berkata: “Pada zaman Utsman bin Affan ra, pohon kurma naik harganya hingga mencapai seribu dirham. Namun Usamah bin Zaid rela mencocoknya dan mengeluarkan (mengambil) sarinya. Seseorang kemudian bertanya kepadanya. “Apa yang menyebabkanmu berbuat seperti ini, sedangkan engkau sendiri tahu bahwa harga satu pohon kurma mencapai harga seribu.” Ia menjawab: “Sesungguhnya ibuku memintanya, dan tidaklah ia meminta sesuatu kepadaku yang aku mampu melainkan pasti akan aku beri.” Diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak-nya (3/597) tanpa memberi komentar. Sedangkan Dzahabi mengatakan: Ibunya meninggal para zaman Abu Bakr As-Shiddiq sehingga hadits ini mursal.

Membayar Utang Orang tua

Di zaman dahulu, ketika masih ada perbudakan, terkadang ada seorang anak yang merdeka dan kaya, sedangkan ayah atau ibunya masih menjadi budak dan tidak punya harta untuk menebus dan membebaskan dirinya. Adapun bentuknya yang serupa pada zaman sekarang adalah adanya orangtua yang mempunyai banyak utang karena adanya suatu sebab. Lalu bagaimana sikap Rasulullah saw terhadap keadaan seperti ini? “Tidaklah seorang anak akan bisa membalas (kebaikan) seorang ayah kecuali jika sang anak mendapati ayahnya sebagai seorang budak lalu ia membeli dan membebaskannya.”

Dengan demikian yang menjadi kewajiban anak dalam keadaan seperti itu adalah segera mengorbankan harta demi memerdekakan ayahnya atau membayarkan utang-utangnya. Sebab, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits di atas: “Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
“Siapa yang berhaji untuk kedua orangtuanya, atau melunasi utang-utangnya, maka pada hari kiamat nanti Allah akan membangkitkannya bersama dengan golongan orang-orang yang baik.” (HR. Daruquthni: II/260).

Saat Berharga Bersama Anak

Ada saat-saat berharga dimana orang tua dapat mengajarkan banyak hal kepada anak. Ada saat-saat rutin seperti makan dan bermain. Ada juga kejadian besar seperti saat bepergian. Saat-saat tersebut dapat dijadikan wasilah bagi orang tua untuk menanamkan keimanan dan akhlak mulia pada anak.

Pendidikan pada momentum tertentu memiliki pengaruh yang besar pada jiwa dan pikiran anak. Sebab peristiwa kaya akan pemahaman dan tak terbatas pada satu hal saja. Momentum tertentu juga membuka pintu dialog antara guru dan murid yang bisa mengarah pada pengembangan ide dan pengetahuan yang dimiliki anak.

Memanfaatkan saat-saat bersama anak sebagai sarana mendidik,

1.Saat makan

Makan bersama keluarga merupakan salah satu momentum yang sangat berharga. Pada saat itu anak dapat leluasa bercerita tentang apa yang dialami sehingga hubungan orang tua dan anak terjalin baik dan orang tua dapat mengetahui kondisi anak-anaknya. Bagi orang tua, saat makan juga bisa dimanfaatkan untuk memberikan pengajaran karena semua anggota keluarga dalam kondisi rileks.

Pernah suatu kali Rasulullah makan bersama seorang anak dalam satu piring. Anak tersebut belum mengetahui bahwa ketika makan ada etika yang harus diperhatikan. Rasulullah kemudian mengajarkannya etika makan yang baik. Hal ini diceritakan sendiri oleh si anak, yaitu Umar bin Abi Salamah. Ia bercerita, “Ketika aku masih kecil, aku pernah berada dipangkuan Rasulullah saat makan. Tanganku sering berpindah-pindah. Lalu Rasulullah bersabda,

يا غلام سم الله وكل بيمينك و كل مما يليك

“Nak, ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kanan, dan ambillah yang dekat darimu.” (HR. Ibnu Majah]

Sayangnya, saat ini jarang sekali keluarga yang mempraktikkan makan bersama keluarga kecuali pada saat-saat tertentu saja. Kalaupun makan dalam waktu yang bersamaan, mereka berada di tempat yang berbeda-beda. Atau berada dalam satu ruangan namun setiap anggota keluarga sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Bila kita mampu merutinkan makan bersama seluruh anggota keluarga, setidaknya saat makan malam, sambil mengobrol ringan, insyallah banyak manfaat dan pelajaran yang bisa kita ambil.

2.Saat ayah pulang

Dahulu, para sahabat sering berkumpul bersama Nabi sampai tengah malam untuk membicarakan masalah umat. Meskipun begitu, sahabat tidak pernah menyia-nyiakan waktunya yang hanya sedikit untuk berkumpul bersama keluarga. Makan bersama, duduk bersama, menanyakan perkembangan anak-anaknya.

Suatu ketika salah seorang sahabat terlambat pulang dan tidak sempat berkumpul dengan keluarga. Ketika pulang, ia mendapati anak-anaknya sudah tertidur. Istrinya pun menghidangkan makanan. , namun ia enggan karena merasa telah melalaikan anak-anak. Karena rasa bersalah, ia bersumpah tidak akan makan pada malam itu.

3.Saat masuk rumah

Anas bin Malik, salah seorang sahabat yang bekerja membantu Rasulullah pernah masuk ke rumah Nabi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Karena itu Rasulullah mensihatinya, “Nak, jangan masuk tanpa izin karena bisa saja di dalam terjadi sesuatu yang kamu tidak boleh tahu.” (HR. Bukhari)

4.Saat jalan-jalan

Akhdar bin Muawiyah pernah berjalan bersama pamannya, Ma’qil bin Yasar. Saat itu mereka menemukan duri di tengah jalan dan Ma’qil memungutnya kemudian menyingkirkannya. Akhdar pun melakukan hal yang sama ketika menemukan duri. Ma’qil pun bertanya, “Nak, kenapa kamu melakukan itu?” Akhdar menjawab, “Paman, aku melihatmu melakukannya maka aku pun mengikutinya.” Ma’qil berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
Siapa yang menyingkirkan duri dari jalan kaum muslimin, dicatat baginya sebagai kebaikan dan siapa yang kebaikannya diterima maka ia akan masuk surga.”
(HR. Thabrani).

5.Saat naik kendaraan

Abdullah bin Abas berkata,“Pernah suatu hari aku diboncengkan oleh Nabi. Beliau bersabda kepadaku, Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi)

Memanfaatkan saat-saat di dalam kehidupan anak mempunyai pengaruh yang sangat besar. Meskipun momentum itu sederhana, akan melahirkan manfaat luar biasa bila dimanfaatkan dengan sempurna. Sebaliknya, sebuah momentum besar tidak akan berfaedah bila tidak bisa memanfaatkannya.