Syukur Seperti Nabi Sulaiman, Tabah Seperti Nabi Ayyub Alaihissalam

نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ

“sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang amat taat.”

Betapa sering kekayaan dan hidup berkecukupan membuat manusia lalai dan takabur. Betapa banyak pula kemiskinan dan musibah membuat manusia abai dan kufur. Maka Allah mengisahkan tentang hamba-hamba terbaiknya dengan seluruh variasi ujian yang dihadapinya, untuk menjadi teladan bagi manusia sepanjang zaman. Agar tak ada lagi yang pantas malas ibadah karena hidup terlalu nyaman. Tak ada pula yang layak meninggalkan ketaatan, lantaran menyandang hidup kesusahan.

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Saya membaca al-Qur’an, dan saya dapatkan sifat Nabi Sulaiman alaihis salam, meskipun menyandang segala kesejahteraan, beliau digelari oleh Allah, “Sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang amat taat.” Dan saya dapatkan sifat Nabi Ayub alaihissalam, meskipun diuji dengan segala cobaan berat yang dialaminya, beliau juga menyandang gelar ni’mal ‘abdu innahu awaab,’ sebaik-baik hamba, sesungguhnya ia adalah orang yang taat. Keduanya disifati dengan gelar yang sama meskipun latar belakang keduanya sangat berkebalikan, yang satu sejahtera dan yang kedua menanggung ujian derita.”

 

Kuat Iman Meski Hidup Berkecukupan

Adapun Nabi Sulaiman alaihis salam, beliau hidup sejahtera dan serba kecukupan. Beliau menyandang segala kenikmatan duniawi. Tubuh yang sehat perkasa, nyaris tanpa cela. Kerajaan yang sulit dicari bandingannya sepanjang zaman. Kekayaan melimpah yang sulit dihitung nilainya, dan kekuasaan yang tak diberikan kepada siapapun selainnya. Ini sebagai pengabulan doa beliau,

Ia berkata, “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi”. (QS. Shaad: 35)

Tentang kekuasaannya, Imam al-Qurthubi menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Di hadapan singgasana Sulaiman ‘alaihis salam terdapat 6oo kursi, para pembesar di kalangan manusia duduk di dekat beliau. Kemudian di deretan berikutnya para pembesar dari golongan jin. Sekawanan burung juga diperintah untuk menaungi mereka. Beliau juga diberi kemampuan memerintah angin.” Disebutkan pula dalam banyak dalil, bahwa beliau mampu memahami bahasa hewan, sekaligus bisa memerintah mereka.

Baca Juga: Sabar dan Shalat, Kunci dari Semua Maslahat

Tentang semegah apa istananya, Al-Hafizh Abu Nu’aim menyebutkan riwayat dari Wahab bin Munabih, bahwa istana Sulaiman alahissalam tersusun dari seribu lantai; lantai paling atas terbuat dari kaca, dan lantai paling bawah terbuat dari besi.

Namun semua kemewahan dan kemegahan itu disadari oleh Nabi Sulaiman sebagai ujian dari Allah, seperti perkataan beliau yang dikisahkan dalam al-Qur’an,

“Ini termasuk kurnia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).”  (QS. an-Naml: 60)

Maka beliau pergunakan seluruh fasilitas yang Allah anugerahkan kepada beliau untuk taat dan mengabdi kepada Allah. Akhirnya beliau dinyatakan lulus menghadapi ujian kekayaan dan kesejahteraan. Sebagaimana firman Allah,

“Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at(kepada Rabbnya).” (QS. Shaad: 30)

Maka alangkah nista, ketika ada manusia yang memiliki harta yang tak seberapa kaya, lalu sibuk diri dengan harta dan melalaikan ibadah seperti Qarun. Begitupun yang diuji dengan jabatan yang tak seberapa tinggi, lalu bertingkah pongah sebagaima Fir’aun, wal ‘iyaadzu billah.

 

Setabah Kesabaran Ayyub

Berbeda dengan Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub menghadapi beratnya segala cobaan hidup. Tubuh yang digerogoti penyakit, kemiskinan yang menghimpit dan keterasingan karena dijauhi masyarakat yang tak tahan berdekatan dengan beliau yang sarat dengan penyakit. Pun begitu, hatinya sehat tanpa cacat. Tak ada keluhan yang terlontar selain mengeluh kepada Allah, tak ada buruk sangka yang terlintas dibenaknya. Yang ada hanyalah kesabaran dan zhan yang baik kepada Allah. Amat berat cobaan yang menimpa beliau. Syeikh Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam kitabnya Qishah Nabiyullah Ayyub alaihissalam menyimpulkan perkataan para ahli tafsir tentang firman Allah,

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS al-Anbiya’ : 83)

Beliau mengatakan, “Pada mulanya Ayyub alaihis salam adalah seorang lelaki yang memiliki banyak harta, berupa tanah yang luas, hewan ternak dan kambing, yaitu pada sebuah belahan bumi yang bernama Tsaniyah, di Huran, yang terletak di negeri Syam. Ibnu Asakir berkata, “Semua lahan yang luas itu adalah miliknya, lalu Allah menguji dirinya dengan kehilangan semua harta tersebut. Beliau diuji dengan berbagai macam ujian yang menimpa tubuhnya, sehingga selain hati dan lisannya, tidak ada sejengkalpun dari bagian tubuhnya kecuali ditimpa penyakit. Dia selalu berzikir dengan kedua indra yang masih sehat tersebut, bertasbih kepada Allah siang dan malam, pagi dan sore. Akibat penyakit yang  dideritanya, seluruh temannya merasa jijik terhadapnya, sahabat karibnya menjauh darinya. Akhirnya beliau diasingkan pada sebuah tempat pembuangan sampah di luar kota tempat tinggalnya, dan tidak ada yang menemaninya kecuali istrinya, yang selalu menjaga hak-haknya dan membalas budi baik yang pernah dilakukan terhadap dirinya serta dorongan rasa belas kasihan padanya…”

Hingga pada akhirnya Allah menyembuhkan beliau dan menilai Nabi Ayyub lulus menghadapi ujian berat. Maka Allah berfirman,

إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS. Shad: 44).

Maka tidak layak bagi seseorang yang diuji dengan sedikit kekurangan, ataupun ditimpa penyakit lantas menjauh dari ketaatan kepada Allah. Ketika seseorang diuji dengan penderitaan lalu ia bersabar, niscaya Allah akan mengentaskannya dari kesulitan dan akan mengganjarnya dengan pahala yang tak terbilang besarnya (bighairi hisaab). Semoga Allah anugerahkan rasa syukur atas nikmat dan sabar menghadapi ujian. Aamiin.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Tafsir Kalbu

 

Hikmah di Balik Musibah

Sekilas, musibah memang tampak sebagai keburukan adanya. Namun bagi seorang mukmin, hal itu mengandung kebaikan tiada tara. Jika Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan bala’, tidaklah hal itu bertujuan untuk menyengsarakan hamba-Nya. Akan tetapi Dia menimpakan bala’ adalah untuk menguji kesabaran dan kesungguhan ibadahnya. Karena bagi Allahlah ibadah seorang hamba tatkala berada dalam kesempitan, sebagaimana bagi-Nya pula ubudiyah hamba di kala lapang. Bagi-Nyalah ubudiyah hamba dalam perkara yang tidak ia suka, sebagaimana bagi-Nya pula ubudiyah hamba dalam perkara yang dia suka.

Kebanyakan manusia hanya mempersembahkan ubudiyah dalam hal-hal yang sesuai dengan seleranya saja, namun bakhil untuk memberikan ubudiyah dalam hal yang tidak mereka suka. Oleh karena itulah kedudukan hamba itu bertingkat-tingkat di sisi Allah sesuai dengan tingkatan ubudiyahnya kepada-Nya. Wudhu dengan air dingin dalam suasana yang amat panas adalah ibadah, bermuka manis di hadapan istri cantik yang dicintai adalah ibadah, memberikan nafkah kepadanya, keluarganya dan dirinya sendiri adalah ibadah. Demikian halnya wudhu dengan air dingin di saat suasana yang sangat dingin adalah ibadah, meninggalkan maksiat di saat nafsu sangat menginginkannya bukan karena takut pada manusia adalah ibadah dan menafkahkan hartanya di kala sempit merupakan ibadah. Akan tetapi (kendati sama-sama ibadah) ada perbedaan tingkatan yang jauh antara dua macam ibadah di atas.

Maka barangsiapa mampu menghamba kepada Allah dalam dua keadaan tersebut, menegakkannya di kala benci dan cinta, maka dia akan memperoleh apa yang difirmankan Allah:

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya.” (QS. Az-Zumar: 36)

Kecukupan yang sempurna didapat dengan ubudiyah yang sempurna, kekurangan disebabkan pula karena kurangnya sifat ubudiyah. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaknya memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, janganlah mencela melainkan kepada dirinya sendiri.

 

suasana masjid di Palu yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami
suasana masjid di Palu yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami, Oktober 2018

Dosa dihapus, Pahala Dilipatgandakan

Bagi seorang mukmin, musibah yang menimpanya; gempa bumi, tsunami, banjir dan bencana dari alam lainnya, atau musibah yang menimpa hanya dirinya, berupa hilangnya sesuatu yang dicintainya atau luputnya harapan yang didambakannya adalah pintu kebaikan yang dibuka oleh Allah untuknya. Dia akan memasukinya dengan kunci kesabaran, hingga bersihlah dosa-dosanya:

مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

“Tiada suatu musibah menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapus dosa karenaynya, kendati hanya duri yang mengenainya.” (HR. Al-Bukhari)

Bukan saja diampuni dosa-dosanya, orang yang bersabar juga mendapatkan pahala yang besar:

“kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Hud: 11)

Bahkan Allah menyediakan pahala baginya ‘bighairi hisaab’, tanpa hitungan. Allah juga memberikan tiga karunia baginya, di mana masing-masing lebih baik daripada dunia dan seisinya, yakni shalawat dari Allah, rahmat-Nya dan hidayah-Nya. Bahkan, jannah yang disediakan oleh Allah hanya diberikan bagi mereka yang sanggup bersabar. Sehingga sambutan malaikat penjaga jannah kepada hamba-hamba Allah yang memasukinya adalah:

“Salamun `alaikum bima shabartum” (Selamat atas kalian karena kalian telah bersabar). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’du: 24)

Karena besarnya keutamaan sabar itulah maka para Nabi mendapatkan ujian yang paling berat, hingga mereka menjadi manusia yang paling utama pula di dunia dan akhirat.

 

Rukun Sabar

Sabar merupakan tuntutan, juga sarat dengan keutamaan dan kebaikan, namun banyak orang yang gagal mewujudkan, atau salah terapan karena minimnya pengetahuan akan rukun-rukun yang berhubungan dengan kesabaran.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan: “Adapun rukun sabar adalah menahan jiwa dari perasaan jengkel terhadap takdir yang menimpa dirinya, mencegah lisan mengeluh dan menjaga anggota badan dari berbuat maksiat seperti menampar pipi, merobek baju, menjambak rambut (karena histeris) dan semisalnya. Maka ruang lingkup sabar berkisar pada tiga rukun tersebut, jika seorang hamba menegakkan sebagaimana mestinya, niscaya ujian akan berubah menjadi anugerah, bala’ menjadi karunia dan benci menjadi rasa cinta.”

Ya Allah, wafatkanlah kami termasuk golongan orang-orang yang bersabar, Aamiin

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kajian

Khutbah Jumat – Sabar dan Syukur Dua Tali Pengikat Nikmat

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta Alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, shahabat dan orang-orang yang mengikuti sunahnya sampai hari kiamat.

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Takwa adalah inti diri kita. Semakin besar dan kuat ketakwaan, semakin tinggi derajat kita di sisi-Nya.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Al Imam Ibnul Qoyim al Jauziyah berdoa dalam pembukaan tulisannya dalam kitab al-Wabilush Shoyib,

 

وأَنْ يَجْعَلَكُمْ مِمَّنْ إِذَا أَنْعَمَ الله عَلَيْهِ شَكَرَ, وَ إِذَا أُبْتُلِيَ صَبَرَ, وَإِذَا أَذْنَبَ اسْتَغْفَرَ

“…Semoga Allah menjadikan anda sekalian orang yang jika diberi nikmat bersyukur, jika diberi musibah bersabar dan jika berbuat dosa dosa beristighfar.”

Ketiganya, lanjut beliau, merupakan kunci kebahagiaan dan kesuksesan dunia akhirat. Dalam menjalani hidup, seseorang tidak akan lepas dari tiga kondisi ini.

Pertama, saat Allah memberinya nikmat. Nikmat sifatnya tidak tetap, bisa bertambah, bisa musnah. Tali pengikatnya adalah syukur. Dan syukur mewujud dalam tiga hal; pengakuan dalam hati, mensyukuri dan membicarakan bahwa nikmat itu dari Allah dengan lisan, kemudian menggunakan nikmat dalam berbagai aktifitas yang diridhai Allah.

Kedua, sabar saat ditimpa musibah. Musibah adalah ujian bagi kesabaran. Oleh karenanya, saat tertimpa musibah, kita wajib bersabar. Sabar mewujud dalam tiga hal; menjaga hati agar tidak marah pada ketentuan Allah, menahan lisan jangan sampai mengeluh dan protes, dan ketiga, menahan anggota tubuh agar tidak mengekspresikan kemarahan dan ketidakrelaan secara berlebihan dan melanggar syariat. Dengan sabar, musibah akan berubah menjadi berkah dan mendatangkan hikmah.

Ketiga, jika berbuat dosa segera bertaubat dan beristighfar. Taubat dan istighfar adalah wujud cinta dan karunia Allah atas seorang hamba. Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang, Allah akan bukakan pintu taubat, penyesalan, rasa hina dan perasaan tak pantas di hadapaan Allah. Lalu, semua itu dikuti dengan munajat dan ketaatan kepada Allah.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Nikmat dan musibah, keduanya adalah ujian. Nikmat merupakan ujian bagi kesyukuran dan musibah adalah ujian bagi kesabaran. Keduanya juga merupakan ujian bagi ubudiyah kita kepada Allah. Ubudiyah atau penghambaan kepada Allah semestinya dilakukan saat senang maupun susah, sempit maupun lapang, saat diberi nikmat maupun saat tertimpa musibah.

Saat diberi nikmat, semestinya ubudiyah lebih meningkat. Bukan malah terlena dengan karunia, lalu melupakan Allah yang telah memberinya. Saat diberi musibah, ubudiyah juga harus ditambah demi mengharap pertolongan Allah. Bukan malah berputus asa dan merasa tidak ada gunanya beribadah kepada-Nya.

Penghambaan dan ketaatan juga wajib pada sesuatu yang disukai maupun tidak disukai. Kebanyakan manusia hanya suka melaksanakan syariat yang mereka sukai tapi mudah meninggalkan apa yang mereka benci.

Saat seorang wanita, misalnya, dikaruniai penyakit kulit, dia begitu bersyukur dengan syariat hijab dan rajin memakai hijab. Ada manfaat yang dia peroleh dari hijab. Namun tatkala Allah sembuhkan penyakitnya dan Allah berikan kulit yang halus padanya, dia pun menjadi benci dengan jilbabnya lalu mengumbar auratnya. Diapun berpikir, untuk apa Allah berikan kulit halus ini jika hanya untuk ditutupi?

Contoh lain, Poligami. Poligami merupakan ibadah sunnah yang disukai oleh kaum pria. Dibolehkan memiliki istri lebih dari satu menjadi ibadah yang terlihat begitu indah. Namun, ibadah lanjutannya berupa bersikap adil dalam harta, tanggung jawab untuk mendidik anak-anak dan isteri-isterinya, menjaga hubungan baik dengan mertua yang lebih dari satu, dan semua tanggung jawab rumah tangga yang berlipat dua, adalah konsekuensi dari syariat poligami yang juga harus disukai.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Adapun kondisi ketiga, yaitu saat kita berbuat dosa. Dosa, di satu sisi memang merupakan kesalahan yang bisa mendatangkan hukuman. Namun jika diikuti dengan istighfar dan taubat, dosa dapat berubah menjadi penyebab datangnya kebaikan.

Sebagian salaf mengatakan, “Ada seorang hamba yang melakukan dosa tapi malah masuk surga, sedangkan ada seorang hamba yang melakukan ketaatan tapi justru masuk neraka.” Saat ditanya, “Mengapa bisa begitu?” Dijawab, “Dia berbuat dosa, tapi dosa itu selalu terbayang di matanya, ia dihinggapi rasa takut dan khawatir, selalu menangis dan menyesal, merasa sangat malu pada Rabbnya, merasa rendah di hadapan-Nya, dan hatinya hancur. Itulah yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungannya. Dosa itu justru lebih bermanfaat daripada ketaatan-ketaatan sebelumnya. Berangkat dari dosa ini, dan beragam ketaatan yang mengikutinya, dia pun masuk surga.

Dan hamba yang kedua berbuat taat tapi dia terus saja menyebut-nyebut ketaatannya, sombong, riya’, ujub, dan terus saja seperti itu, Ia berkata, “Saya sudah berbuat ini dan itu”, dan itu menjadi penyebab kebinasaannya.”

Meski tentunya, kita tidak boleh menyengaja berbuat dosa terlebih dahulu agar bisa seperti itu. Bisa jadi, setelah kita berbuat dosa, Allah justru menutup hati kita dan malah terjerumus ke dalam dosa demi dosa hingga tak bisa lepas darinya.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Saat ini, kita pasti tengah berada dalam salah satu dari keadaan ini. Entah itu tengah diberi nikmat atau diberi musibah atau kondisi telah melaksanakan ketaatan atau baru saja melakukan dosa dan maksiat. Jika kita sedang berada dalam kesejahteraan, ketenangan dan kedamaian, jauh dari masalah, maka saat itulah waktu untuk bersyukur agar nikmat Allah tak hilang. Jika kita tengah diberi musibah, maka tidak ada jalan terbaik selain jalan sabar. Atau kita diberi dua-duanya sekaligus; diberi nikmat sekaligus musibah, maka syukur dan sabar harus kita berikan pada masing-masing pemberian.

“Sungguh luar biasa keadaan orang beriman, jika dia diberi nikmat dia bersyukur dan itu lebih baik baginya, dan jika dia diberi musibah dia bersabar dan itu juga terbaik baginya.”

Semoga Allah menjadikan kita sebagai mukmin yang senantiasa bersyukur, bersabar dan bersitighfar karena inilah jalan orang-orang sukses dunia akhirat. Aamin ya rabbal alamin.

 

 

 

أقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ،  وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ   إِنَّهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ

 

Khutbah Kedua

 

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 

 

Oleh: Taufik Anwar/Khutbah Jumat

Materi Khutbah Lainnya: 

Kebaikan Penentu Akhir Kehidupan

Takwa, Pondasi Paling Paripurna

Islam Akan menang Bersama Atau Tanpa Kita

Kesabaran Berbuah Keimanan

Pada suatu ketika Rasulullah bersama kaum muslimin berencana mengadakan umrah ke Baitul Haram, sekaligus menengok kampong halaman yang telah lama ditinggalkan. Rasulullah menyadari bahwa bentrokan fisik bisa saja terjadi, maka beliau mengajak sebanyak mungkin orang.

Termasuk Badui pedalaman yang belum memeluk Islam sekalipun, untuk umrah bersama, tentu menurut tata cara yang diyakini masing-masing. Dengan begitu rombongan akan besar sekali dan menggetarkan musyrikin Quraisy bila menolak atau menyerang mereka.

Rasulullah mengenakan pakaian ihram untuk menegaskan bahwa perjalanan beliau bukan untuk menentang perang, melainkan beribadah umrah sekaligus melepas kerinduan terhadap kampong halaman. Rombongan Rasul saat itu berjumlah 1400 orang, menurut riwayat Jabir bin Abdullah.

 

Baca Juga: Sabar dan Shalat Kunci Dari Semua Maslahat

 

Mendengar hal tersebut, musyrikin Quraisy bersiap menghadang rombongan Rasulullah memasuki Makkah dan mengirimkan utusan-utusan untuk menakut-nakuti rombongan muslimin. Diantara utusan tersebut adalah ‘Urwah bin Mas’ud. ‘Urwah bin Mas’ud berasal dari bani Tsaqif, dan dikenal luas pengetahuannya, fasih bicaranya, serta arif pemikirannya.

Orang-orang Quraisy ingin memberikan kesan bahwa mereka telah bersatu dengan orang-orang Tsaqif dengan diutusnya ‘Urwah bin Mas’ud, sehingga membuat gentar pengikut Nabi. Mereka membayangkan bahwa barisan Muhammad akan berantakan melihat kedatangan ‘Urwah, apalagi menghadapi kelihaian diplomasinya.

Setibanya di hadapan Rasulullah, ‘Urwah menggertak Rasul dengan berkata, “Ya Muhammad, anda mengumpulkan orang-orang dari berbagai suku lalu menggiring mereka semua kemari untuk menghancurkan keluarga dan kaum anda sendiri? Tidaklah mereka itu membantu anda dengan sepenuh jiwa, melainkan akan bubar melarikan diri. Sesungguhnya kaum Quraisy telah keluar dengan segala kekuatannya dan mengenakan baju perang dan bersumpah tak akan membiarkan anda memasuki Makkah. Demi Tuhan, saya bisa melihat mereka menghabisi anda semua besok pagi!”

Mendengar gertakan ‘Urwah, dan tuduhan para sahabat akan melarikan diri meninggalkan Rasul, Abu Bakar tak bisa menahan amarahnya. “Lebih baik engkau menyusu pada Al-Laati (berhala orang Tsaqif). Kau kira kami akan lari karena ancamanmu itu?” kata Abu Bakar dengan keras dan kasar.

‘Urwah berusaha menahan emosinya dan bertanya, “Siapakah dia ini, ya Muhammad?”

“Dia adalah Abu Bakar,” jawab Rasulullah. Pada masa lalu ‘Urwah pernah berutang budi kepada Abu Bakar, sehingga ketika dihina sedemikian rupa ‘Urwah hanya mengatakan, “Demi Tuhan, sekiranya tidak karena apa yang engkau lakukan terhadapku pada masa-masa silam takkan kubiarkan begitu saja kata-katamu itu!”

Setelah itu ‘Urwah kembali melanjutkan pembicaraannya. Selama perundingannya dengan Rasulullah, ‘Urwah mengamati tingkah orang-orang disekilingnya. Didapatinya bahwa para pengikut Muhammad begitu cinta dan hormatnya kepada beliau. Mereka merendahkan suara ketika berbicara dengan Rasul dan menundukkan kepala bila mendengarkan Rasul berbicara. Melihat yang sedemikian itu, maka sadarlah ‘Urwah akan kekeliruan kata-kata sebelumnya. Tak mungkin para sahabat akan meninggalkan Rasul mereka seorang diri menghadapi kaum Quraisy. Pantas saja bila Abu Bakar marah sekali padanya.

 

Baca Juga : Kesabaran Para Pembela Kesyirikan

 

‘Urwah akhirnya kembali ke Makkah dan melaporkan kepada orang Quraisy. Disampaikan pula pendapatnya kepada orang Quraisy, “wahai Tuan-tuan, sesungguhnya saya sudah pernah menjadi utusan untuk mendatangi kaisar Persia dan Romawi, sebagaimana pernah pula menghadap Raja Najasy di Habasyah. Demi Tuhan, belum pernah saya jumpai seorang pemimpin begitu dimuliakan kaumnya seperti halnya Muhammad diantara para pengikutnya. Saya dapat melihat para pengikut Muhammad membelanya sampai titik darah penghabisan, maka sekarang terserah Tuan-tuan apa yang akan kalian lakukan.”

Tanpa mereka sadari, ‘Urwah telah berdiri sebagai pembela Nabi, dan ini makin mengobarkan kebencian orang-orang Quraisy. Pada prinsipnya pihak Quraisy telah gagal dalam diplomasinya, dan ‘Urwah telah terlunakkan hatinya.

Telah dilihatnya betapa taat para muslimin terhadap Rasulullah. Jangankan orang-orang Quraisy, pasukan dengan jiwa demikian akan mampu menghadapi kekuatan musuh seperti apapun di atas bumi. Abu bakar yang terkenal santun dan sabar pun telah ia rasakan amarahnya, garang bagai harimau lapar.

Rasulullah begitu lihai memanfaatkan orang yang tepat dan menggunakan kekerasan pada waktu yang tepat. Membuat mental kaum Quraisy jatuh, walaupun kekuatan muslimin hanya 1400 orang, tanpa senjata pula. Semangat dan persatuan muslimin mampu melipatgandakan kekuatannya menghadapi kaum Quraisy dan sekutu mereka.

Inilah pelajaran yang berguna bagi suatu gerakan islam. Pelajaran yang harus direnungkan oleh setiap pemimpin. Bagaimana mengembangkan muamalah dengan musuh, bagaimana menghancurkan mental dan semangat musuh, bagaimana mempersiapkan pasukan agar selalu siaga jiwa dan raga. Juga pelajaran bagi yang dipimpin agar menyadari arti disiplin, kesabaran, dan ketaatan terhadap pemimpin, terutama di hadapan musuh.