5 Do’a Penghuni Neraka

Penyesalan yang mendalam dan penderitaan tak berkesudahan lebih terasa dahsyat ketika seseorang masuk neraka. Sebagai balasan atas kenekatannya menerjang apa-apa yang dilarang oleh Allah atasnya.

Banyak ayat dan hadits yang menjelaskan betapa dahsyat siksa yang mereka rasakan dan betapa besar penyesalan karena telah menyia-nyiakan kala di dunia. Hingga mereka berdoa meskipun do’a mereka tak lagi bermakna.

Abu Ma’syar meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab, bahwa kelak penduduk neraka akan berharap dan berdo’a 5 macam dan Allah langsung menjawab do’a-do’a mereka,

 

1. Mereka berdo’a, “wahai Rabb kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (al-Mukmin : 11)

– Allah langsung menjawab do’a mereka : “yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan, maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (al-Mukmin : 12)

 

2. Lalu mereka berdoa, “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal shalih, seseungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (as-Sajdah : 12)

– Doa mereka dijawab Allah, “Dan kalau kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) daripadaKu; sesungguhnya akan aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.” (as-Sajdah : 13)

 

3. Mereka berdo’a, “Wahai Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Ibrahim : 44)

-Allah menjawab do’a itu, “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (Ibrahim : 44)

 

4. Penghuni neraka berdo’a, “Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal shalih berlainan dengan yang telah kami kerjakan. “ (Fathir : 37)

-Allah menjawab, “Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zzhalim seorang penolongpun.” (Fathir : 37)

 

5. Mereka berkata, “Wahai Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia) maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim.” (al-Mukminun : 106-107)

-Allah juga menjawab dalam firman-Nya, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan-Ku.” (al-Mukminun : 108)

 

Setelah itupun mereka berputus asa dan tidak lagi berdo’a kepada Allah. lalu mereka meminta kepada Malaikat penjaga neraka, “Wahai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja.” Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka).” (az-Zukhruf : 77).

Inilah penyesalan yang sangat mendalam, permohonan disaat tiada lagi faedahnya do’a-do’a dari para penghuni neraka. Na’udzubillahi minan naar. Semoga kita terhindar dari siksa di neraka. Aaminn

Siksa yang Tak Dikira

Amal kebaikan sekecil apapun selalu ada balasannya di sisi Allah. Kadang balasan tersebut sudah terlihat di dunia, sebelum dibayar tunai di akherat kelak. Ini dinamakan “A’jilu busyra mukmin”ataukabar baik bagi orang mukmin bahwa di akherat akan memperoleh ridha Allah.Tanda-tanda tersebut misalnya, di dunia ini disukai oleh orang mukmin, hidupnya penuh kemudahan atau mendapat berkah.  Seperti itu pula amal keburukan yang akan diganjar dengan balasan setimpal. Malaikat mencatatnya sangat rapi dan detail. Tidak ada satupun kesalahan yang tercecer. Kelak, setiap detail dosa atau kejahatan tersebut diminta pertanggungjawaban. Terutama kejahatan kepada sesama manusia. Urusannya bisa sangat panjang dan menakutkan.

Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. al-Zalzalah: 7-8)

Sayangnya, rasa takut terhadap dosa tak muncul saat kesempatan untuk melakukannya terbuka. Akibatnya, manusia sering melanggar perintah-Nya dan justru menuruti hawa nafsu. Tapi, kita patut bersyukur karena Allah masih memberi manusia peluang membersihkan kesalahan-kesalahannya. Menurut Ibnu Taimiyah ada beberapa faktor yang dapat membersih atau mengurangi dosa, yaitu: tobat nasuha, istighfar, amal kebaikan penghapus dosa, didoakan oleh orang lain, memiliki sedekah jariyah, hinggamerasakanmusibah dan rasa sakit kala di dunia. Semua itu bermanfaat di akherat kelak.

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda,

مَا يَزَالُ البَلاَءُ بِالمُؤْمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Ujian senantiasa menimpa orang mukmin, baik lelaki maupun wanita dalam dirinya, anak dan hartanya. Hingga ia menghadap Allah dan tidak membawa kesalahan.” (HR. Tirmidzi)

Lalu, bagaimana jika timbunan dosa tak dapat disapu oleh amal shalih hingga tuntas? Bagaimana pula nasib orang kafir yang amal shalihnyatidak diterima? Pastinya, ia harus bersiap-siap menghadapi ahwalu qiyamah atau bencana hari kiamat. Pada saat itu, hisab atau persidangan digelar untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang sudah dikerjakan.Lalu ditegakkan qishas dan pemberian balasan kebaikan dan kejahatan. Bahkan, sidang tersebut tak hanya untuk manusia, melaikan seluruh mahluk.

Abdullah bin Amru bin Ash RDL mengatakan bahwa, pada hari kiamat bumi membentang rata. Semua binatang dikumpulkan, baik ternak, ataupun binatang buas. Lalu diberlakukan qishas pada binatang, sampai terjadi domba tanpa tanduk membalas dendam kepada domba yang menanduknya. Setelah selesai binatang tersebut ditakdirkanmenjadi tanah. Orang kafir yang menyaksikan kejadian itu lantas berkata, ‘Duh, seandainya aku juga menjadi tanah’. Ia berharap urusannya terhenti saat itu juga tanpa harus menjalani hukuman neraka.

Orang kafir dan ahlu maksiat pada hari itu menyesal sedalam-dalamnya. Manusia yang tidak mau sujud untuk shalat atau bersujud dalam istighar, tak dapat bersujud.Padahal sujud pada saat itu sangat menentukan dimana ia akan berada selanjutnya. Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat Allah menampakkan betisnya, semua manusia bersujud, kecuali orang kafir. Tulang belakang mereka tiba-tiba merekat dan menjadi lurus sehingga tak mungkin digunakan untuk membungkuk. Sayang sekali, mereka gagal membuktikan diri sebagai ahlu jannah. Allah berfirman yang artinya, “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa.”(QS. al-Qalam: 42)

Disamping enggan bersujud mereka juga menutup matahatinya, enggan melihat ayat-ayat Allah. Pada hari kiamat mereka dibangkitkan dalam keadaan buta secara fisik.Hukuman itu sama seperti kondisi mereka sewaktu di dunia.

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)

Menurut Ibnu Katsir, saat mereka mengeluhkan kebutaannya dikatakan kepada mereka. Karena kamu mengabaikan ayat-ayat Allah. Kalian melupakan peringatan itu. Padahal peringatan itu telah sampai kepada kalian. Sekarang, kalian diabaikan sebagaimana yang dulu telah kalian lakukan.

Bagi ahlu maksiat, persidangan hari kiamat akan terasa berat.Catatan amalnya diberikan dari arah kiri atau belakang. Ia membaca sendiri satu persatu dan membenarkannya.Mulut tak dapat berdusta, karena seluruh anggota tubuhnya menjadi saksi. Bumi yang dipijakpun berkata jujur. Mereka tidak mengira bahwa amal mereka tercatat sedemikian detail. Allah menggambarkan mereka:

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (QS. al-Kahfi: 49)

Hal-hal tersebutdi atas adalah berita al-quran yang pasti benar. Jadi, jika Allah menghukum manusia tidak berarti bahwa dia dzalim. Karena, peringatan sudah dikumandangkan jauh sebelumnya. Allah maha adil, memberi manusia pilihan dua pilihan. Memberi ilham kepada hati jalan ketakwaan dan jalan kedurhakaan (fujur). Tujuan akhir yang dicapai setiap manusia tentu sesuai dengan pilihannya. Mumpung hari persidangan masih jauh, masih banyak kesempatan memperbaiki diri agar layak digolongkan dengan ashabul maymanah. Seharusnya kita selalu terlecut saat mendengar peringatan Allah yang artinya:

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

Wallahu A’lam bis Shawab.

Siksa yang Ditunda

Segala pilihan maupun tindakan, pasti ada resiko di belakangnya. Dan tidak ada resiko yang paling parah dan fatal melebihi resiko orang yang berbuat dosa. Bahkan, setiap musibah, bencana, kesusahan maupun penderitaan terjadi karena dosa. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy Syura :30)

Dampaknya melingkupi segala sisi kehidupan dan zaman. Menimbulkan penyakit jasmani dan ruhani, merusak kesejahteraan hidup di muka bumi, dan berujung pada kesengsaraan akhirat yang kekal abadi.

Segala bencana di dunia yang Allah timpakan kepada umat terdahulu disebabkan karena dosa. Siksa pedih tiada tara yang Allah kisahkan dalam Kitab-Nya hanya berlaku pula bagi orang-orang yang berdosa.

Dosa menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari jannah, tempat kelezatan, kenikmatan dan kesenangan dan kegembiraan ke negeri yang sarat dengan penderitan, kesedihan dan musibah. Kaum Nabi Nuh, tenggelam oleh air bah yang tingginya melampaui puncak gunung, itu juga semata karena dosa.

 

Baca Juga: Berlindung dari Siksaan Kubur dan Panasnya Api Neraka

 

Angin super dingin yang menyapu kaum ‘Ad sehingga mereka mati  bergelimpangan di muka bumi, hingga mereka lakasana tunggul-tunggul pokok kurma yang telah lapuk, pun disebabkan karena dosa. Tak terkecuali kaum Luth yang dijungkirbalikkan bumi mereka, kemudian diikuti hujan batu dari tanah yang terbakar, sehingga lengkaplah siksaan atas mereka. Dan banyak lagi kisah yang bisa dijadikan pelajaran.

Demikian gamblang Allah gambarkan, begitu detil pula Nabi menceritakan kisah para pendosa di dalam hadits-haditsnya, namun masih banyak yang nekat berbuat dosa. Mereka tidak sadar akan resiko setelahnya.

Dosa Yang Dibalas Segera

Kadangkala, Allah menimpakan hukuman bagi orang yang berdosa dengan segera. Bagi orang kafir dan fajir, bencana itu merupakan prolog dari siksa, sebelum siksa dahsyat di akhirat. Namun bagi insan beriman, ia akan menjadi sadar, bahwa apa yang dialaminya adalah teguran dari Allah. Dia akan bersabar, dan sesegera mungkin dia akan berbenah untuk kembali kepada-Nya. Lalu, sekecil apapun musibah itu bisa menjadi penggugur dosa. Nabi saw,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا

“Jika Allah menghendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia akan menyegerakan hukumannya di dunia” (HR Tirmidzi, al-Albani mengatakan shahih)

Maka, musibah bisa menjadi rahmat bagi orang mukmin, karena dosanya telah lunas terbayar di dunia, dan dia akan terhindar dari siksa akhirat, padahal siksa akhirat itu lebih berat dan lebih kekal,

“Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (QS Thaha 127)

Nabi SAW juga bersabda,

أَنَّ عَذَابَ الدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ الآخِرَةِ

“Sesungguhnya siksa dunia itu jauh lebih ringan dibanding siksa akhirat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pun begitu, tidak boleh bagi seorang muslim berharap, apalagi memohon supaya disegerakan siksanya di dunia. Karena seakan dia menantang Allah untuk menghukumnya. Bahkan ini menyerupai karakter orang kafir yang dikisahkan oleh Allah,

”Dan mereka berkata, “Ya Rabb kami cepatkanlah untuk kami azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab”. (QS. Shaad 16)

Begitulah orang kafir yang berbuat lancang kepada Allah, menantang agar hukuman disegerakan. Padahal, belum tentu mereka kuat menjalaninya. Yang lebih baik bagi seorang mukmin adalah bertaubat, memohon pengampunan dan kebaikan di dunia, juga kebahagiaan di akhirat. Sahabat Anas bin Malik rdl mengisahkan, bahwa Rasulullah saw menjenguk seorang muslim yang sakit. Dia dalam kondisi yang sangat lemah layaknya anak seekor burung pipit. Lalu Rasulullah saw bertanya, ”Apakah kamu pernah berdoa atau memohon sesuatu?” Orang itu menjawab, ”Benar, aku berdoa kepada Allah, ”Ya Allah, aku tidak kuasa menerima hukuman di akhirat, maka segerakanlah hukuman untukku di dunia!” Rasulullah SAW bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ لاَ تُطِيقُهُ – أَوْ لاَ تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلاَ قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

”Subhanallah, kamu tidak akan mampu, mengapa Anda tidak berdoa ”ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari adzab neraka” (HR Muslim)

Maka Nabi SAW mendoakan untuk kesembuhannya dan Allah menyembuhkannya.

Dihukum, Namun Tidak Peka

Hukuman bagi pelaku dosa tak hanya berujud musibah ataupun bencana yang kasat mata. Namun bisa pula hukuman itu ditimpakan atas hati dan seringkali manusia tidak menyadari. Padahal, bahaya dosa bagi hati itu pasti. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah mengumpamakan efek dosa bagi hati, itu laksana luka bagi jasad, bisa jadi luka itu akan menyebabkan  kematian.

Lemahnya greget untuk berbuat baik, jauhnya seseorang dari teman-teman yang shalih, tumpulnya kepekaan hati dalam mendeteksi dosa, dan kerasnya hati adalah sebagian dari hukuman yang ditimpakan atas hati bagi pelaku dosa. Sebenarnya, hukuman hati lebih berat deritanya dari hukuman fisik, karena tak ada yang lebih menderita dari hati yang jauh dari Allah.

Namun sayang, tidak banyak yang menyadari hal ini sebagai hukuman dari dosa. Mereka merasa bahwa dosa yang telah dijalaninya tidak berdampak apa-apa. Ibnu al-Jauzi berkata, ”ketahuilah, bahwa musibah paling besar adalah ketika seseorang merasa aman setelah melakukan dosa, padahal bisa jadi hukuman itu ditunda. Hukuman paling berat adalah tatkala seorang tidak peka terhadap efek dosa. Dia menduga bahwa dengan menyimpang dari agama, hati yang buta dan usaha yang haram ternyata badan masih sehat dan tujuan juga tercapai.”

Pola pikir seperti ini menyebabkan sikap menganggap remeh dosa, dan tak ada rasa takut memperturutkan hawa nafsunya, karena siksa tak terlihat jelas di depan mata. Di sisi inilah besarnya bahaya, ketika dosa rutin dijalani, siksa pun bertubi-tubi. Makin banyak akumulasi dosa, makin berat siksa yang akan disandangnya.

 

Baca Juga: Neraka, Menyiksa Tiada Jeda

 

Para salaf, sangat peka sekali terhadap efek dosa. Bahkan mereka bisa mengenali dampak dosa pada setiap musibah yang mereka alami, dalam hal duniawi maupun ukhrawi.

Abu Daud Al-Hafri bercerita, “Aku masuk kerumah Kurz bin Wabiroh dan mendapatinya menangis, aku bertanya kepadanya, “Kenapa Anda menangis?” Beliau menjawab, “Pintu kebaikan tertutup, kehormatanku ternoda, dan tadi malam aku gagal membaca Al-Qur’an seperti biasanya. Itu semua gara-gara satu dosa yang telah aku kerjakan.”

Pada saat tabi’in Bashrah, Muhammad bin Sirin hingga beliau terlilit hutang, beliau berkata, “Aku sungguh mengetahui penyebab hutang yang kini melilitku. Aku pernah mengejek seorang lelaki sekitar empat puluh tahun yang silam, “Wahai orang yang bangkrut!” Tatkala Ubaidillah bin As-Sirri menceritakan hal ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, beliau memberi komentar, “Dosa-dosa mereka (para salaf) sedikit, karenanya mereka tahu dosa mana yang menyebabkan musibah terjadi. Sementara dosa-dosa kita banyak, sehingga kita tidak tahu dosa mana yang menyebabkan musibah itu terjadi.”

Merekalah para ahli ibadah yang begitu peka terhadap dosa. Sa’id bin Jubair rahimahullah, yang disebut-sebut paling ahli dalam hal tafsir di kalangan tabi’in pernah ditanya, “Siapakah orang yang paling hebat ibadahnya?” Beliau menjawab, “Orang yang merasa terluka hatinya karena dosa, dan jika ia ingat dosanya maka ia memandang kecil amal perbuatannya”.

Dosa yang siksanya ditunda

Jika seseorang belum merasakan dampak dari dosa, janganlah merasa aman darinya, karena sesungguhnya Allah tidak pernah lupa. Termasuk dosa-dosa yang bahkan telah dilupakan pelakunya. Bisa jadi bencana di dunia datang dengan tiba-tiba di saat yang tidak pernah ia duga. Atau ditangguhkan siksanya hingga di akhirat, Nabi saw bersabda,

وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِkذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dan jika Allah menghendaki keburukan atas hamba-Nya, maka Allah akan menangguhkan hukuman atas dosanya, hingga dia akan membawa dosanya itu pada Hari Kiamat.” (HR Tirmidzi, al-Albani mengatakan shahih)

Ath-Thiibi menjelaskan, “yakni Allah tidak menghukum atas dosa yang dilakukannya hingga dia datang pada Hari Kiamat akan mendapatkan sangsi berupa siksa atas dosa yang dilakukannya.”

Saatnya kita mencegah dan menghentikan segala dampak buruk dosa dengan bertaubat dan meninggalkan maksiat. Alangkah cerdas kesimpulan dari sahabat Ali bin Abi Thalib RDL, “Tiada turun musibah melainkan karena dosa dan tidak akan dicabut musibah melainkan dengan taubat.” Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah)