Atas Nama Nikah, Zina Dianggap Ibadah

Di akhir bulan September yang lalu, sebuah situs pernikahan dengan nama nikahsirri.com yang didirikan oleh Aris wahyudi pada tanggal 19 September 2017 menjadi isu hangat di masyarakat. Dengan mengusung tagline “Nikah Sirri, Mengubah Zina Menjadi Ibadah” dan tertulis juga di laman awalnya, “Virgin wanted” , sudah ada lima ribuan orang yang menjadi anggota website tersebut. Cukup dengan mahar seratus ribu ia telah menjadi member web tersebut dan masa aktifnya tidak terbatas.

Pendiri website ini menegaskan bahwa websitenya menyediakan jasa bagi muda-mudi daripada mereka jatuh kedalam perzinahan, maka lebih baik nikah siri ala website tersebut. Lagipula menurutnya, praktek nikah siri di website tersebut berbeda dengan zina atau macam prostitusi pada umumnya. Bila prostitusi yang menyepakati maharnya adalah si mucikari atau bosnya, dalam web tersebut mahar ditentukan oleh kedua belah pihak yang sudah saling cocok, kemudian dipotong 10-20% untuk biaya admin web.

 

Baca Juga: Tanda Akhir Zaman, Aparat Berbuat Sewenang-wenang

 

Menurutnya juga, banyak mahasisiwi yang dropped out karena biaya kuliah yang sangat tinggi, dengan menjadi member nikahsirri.com ia akan berpeluang mendapat income dan bisa membantu pemasukan keluarga, meskipun kelak akan putus juga dengan klien yang sudah membayarnya.

Intinya, website ini memberikan fasilitas bagi orang yang ingin menjalin hubungan kasih-sayang hanya dengan memberikan mahar yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, antara mitra sebagai anggota yang telah terdaftar di website dank lien sebagai pengunjung web dan penikmat jasanya.

 

Bukan Nikah Sirri, tapi Prostitusi

Menikah adalah ibadah mulia yang akan menggenapi separuh agama sesorang. Menikah tidak hanya dengan lafal, tapi ada syarat dan ketentuan yang mengharuskan, seperti; ijab. qabul, adanya wali, mahar dan saksi.

Nikah siri pada dasarnya sudah menetapi persyaratan agama, hanya saja disembunyikan dari khalayak masyarakat dan tidak melalui jalur resmi Negara yang dicacat oleh KUA. Jumhur ulama berpendapat sah menurut agama, karena sudah terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Hanya saja ada yang berpendapat makruh karena bisa menimbulkan fitnah dan gunjingan di masyarakat.

Adapun praktek yang terjadi di website nikahsirri.com sangat jauh dari kata sah.  Justru jasa yang disediakan lebih dekat pada tindak prostitusi dan perzinahan. Demikian prosesi melamarnya disebut dengan istilah lelang perawan. Dari maknanya saja sudah terendus kemana arah tujuan pernikahan ini.  Mudahnya, masuk website kemudian melihat ada foto profil yang disuka tentukan harga, sepakat dan bisa menjalin hubungan dalam waktu yang disepakati.

 

Zina bercasing Ibadah ala Syiah

Bila dirunut secara detail, praktek dan prosesi pernikahan dalam laman web tersebut lebih mengarah pada nikah kontrak. Menikah dengan memberikan upah (mahar) kepada pihak wanita dan berpisah pada waktu yang sudah ditentukan. Mirip seperti tren nikah mut’ah yang dilakukan orang-orang Syiah. Mereka membayar mahar sekian uang dan bisa menikmati wanita mana saja  yang ia suka.

Di Iran, praktik menjajakan wanita untuk dinikahkan mut’ah sangat mudah dijumpai. Cukup mudah seorang pria untuk menyalurkan nafsu biologisnya, tinggal datang ke masjid terdekat, disana ada bilik khusus yang  menyediakan beberapa wanita yang siap dinikahi mut’ah dalam durasi yang bervariasi tergantung mahar yang dibayarkan dan dikehendaki.

Nikah kontrak hukumnya haram dan semua ulama sepakat bahwa tindakan tersebut melampaui batas dan menerjang syariat. Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. al Maarij : 29-31]

Adapun wanita yang dinikahi dengan cara mut’ah bukanlah isteri sungguhan dan bukanpula ia budak yang boleh digauli.

Nikah mut’ah adalah haram sampai hari kiamat meskipun pada awalnya diperbolehkan. sebagaimana Nabi bersabda,

 “Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut’ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barangsiapa yang mempunyai sesuatu pada mereka , maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan”.(HR. Muslim)

Hal ini senada dengan penuturan MUI yang menyamakan praktek yang ada di nikhasirri.com dengan nikah wisata dan telah difatwakan sesat dan dilarang oleh MUI pada tahun 2010 silam. Nikah wisata sendiri sama dan serupa dengan nikah mut’ah yang dilakukan orang-orang syiah. Yaitu menikah dengan niatan hanya selama berwisata alias sementara waktu pada waktu yang telah disepakati. 

 

Baca Juga: Penggiringan Opini Umat

 

Bila demikian adanya, apa boleh dikata bila nikahsirri.com justru mengundang orang untuk bebuat zina dan mengemas kata prostitusi yang terdengar buruk agar lebih nyaring didengar orang. Sebagaimana hal tersebut merupakan hobi setan yang memoles kebathilan dengan hal yang terdengar baik.

Bila pun pendirinya beralasan untuk menjauhkan orang agar tidak berzina dan memilih kawin siri menurut versinya, mengapa tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam berupa; ta’aruf yang semestinya, mendatangkan wali dan mengikrarkan pernikahan didepan para saksi agar pernikahan tersebut bernilai sah dan berpahala. Lagipula dalam mendorong klien agar terpikat dan mau mengakses, si pendirinya menampilkan gambar-gambar vulgar dan kata-kata yang mengundang perzinahan di laman awal webnya. Memang hal ini disengaja.

Sungguh sangat keji praktek seperti ini. Kaum wanita direndahkan sedemikian rupa, dijual-belikan harga dirinya dan menabrak syariat agama seenak perutnya.

Untungnya portal ini sudah resmi ditutup aksesnya. Bila tidak, berapa banyak para wanita dan pria yang terjerumus dalam  mencari pelampiasan syahwatnya dengan kedok nikah siri ini. Para member mendapatkan dosa dan si pendirinya jangankan untung, justru ia akan memikul semua dosa dari para klien dan anggotanya. Waliyadzubillah.

 

Oleh: Nurdin AJ/Syubhat

 

Sepenggal Kisah Dari Negeri Suriah

Pada suatu siang pertengahan musim dingin 2017, dalam sebuah perjalanan untuk misi kemanusia, kami tiba di negeri Syam (Suriah). Di tengah jeda kesibukan menyalurkan bantuan kaum muslimin Indonesia untuk warga sipil Suriah, terutama yang hidup di kamp-kamp pengungsian, kami diajak oleh rewalan lokal untuk mengkoordinasikan bahan bantuan yang akan disalurkan keesokan harinya. Karena hari sudah siang, kami dibawa mampir ke sebuah warung untuk santap siang. Sembari menunggu roti yang dipesan jadi, kami duduk di kursi depan warung sambil menahan dingin yang mengigit.

Tiba-tiba saya melihat seorang anak lelaki, dalam perkiraan saya usianya mungkin sepuluh atau sebelas tahun. Ia berjalan sambil mendorong roda gerobak berukuran kecil. Dia terus berjalan searah posisi di mana kami duduk, hanya terpisah oleh jalan. Karena penasaran kami bertanya kepada relawan yang memandu kami,

“Apa kiranya yang dicari anak itu?”

Relawan yang bersama kami menjawab, “Dia sedang mencari sisa makanan.”

“Apa? Sisa makanan?”                                   

“Ya. Lihat saja sebentar lagi dia akan menuju tempat sampah di depan sana.”

Mata kami kemudian lekat memerhatikan anak malang itu. Benar saja, dia berjalan mendorong gerobaknya semakin mendekat kearah tong sampah berwarna biru yang terletak di seberang jalan tempat kami duduk. Yaa Rabb. Setelah sampai di samping tong sampah anak lelaki itu memegang bibir tong sampah dengan sebelah tangannya, sementara sebelah tangannya mengais tong sampah, sesaat kemudian ia meraih kaleng minuman lalu mengerak-gerakkannya, mungkin untuk memastikan masih ada beberapa tetes minuman tersisa. Beberapa kaleng ia masukkan kembali ke tong sampah, dan beberapa lainnya ia masukkan ke dalam gerobaknya. Allahu ighfirlanaa yaa Rabb.

Sesaat kemudian roti pesanan kami sudah jadi. Kini masing-masing kami memegang gulungan roti dengan daging dan sayuran di dalamnya. Dua orang kawan sudah masuk ke dalam mobil sementara kami berdua berbisik dan sepakat untuk memberikan satu dari dua roti jatah makan siang hari ini untuk anak yang malang itu. Roti berpindah tangan. Anak itu memandang penuh heran. Kami segera menuju mobil yang sudah menunggu untuk melanjutkan perjalanan.

Kisah di atas hanya sepenggal dari kisah seorang anak Suriah disamping jutaan anak-anak Suriah lainnya yang hidup dalam ketidakpastian, bahkan ancaman pembunuhan oleh pesawat tempur rezim syiah Nushairiyah dan sekutunya. Karena peluru dan bom dari pesawat tempur rezim dan sekutunya terus menerus menargetkan pemukiman, pasar, sekolah bahkan rumah sakit. Tidak tanggung-tanggung senjata kimia (bom sarin) pun digunakan oleh rezim, ratusan orang meregang nyawa dengan cara yang mengenaskan; sesak nafas akut, kulit melepuh, dan otot tubuh mengalami kejang yang hebat, lalu mati.       

Di luar Suriah, puluhan juta lainnya mengalami nasib yang tidak jauh berbeda. Data yang diliris tahun 2016 oleh badan kemanusiaan internasional menyebutkan bahwa lebih dari setengah penduduk suriah (50 juta) menjadi pengungsi. Dari jumlah itu lebih dari setengahnya adalah anak-anak, 25% wanita, dan 15 % laki-laki. Sebanyak 4,8 juta mengungsi ke Negara tetangga (Libanon, Jordania, Mesir, Irak dan Turky), bahkan menurut penuturan seorang warga Suriah ratusan ribu orang mengungsi ke Sudan dan sebagian lagi ke Malaysia. Setengah dari keseluruhan pengungsi itu adalah anak anak, 6,6 juta pengungsi di dalam Suriah, ratusan ribu ke negeri-negeri Eropa, 15 ribu anak terpisah dari keluarganya.

Hidup ditenda pengungsian jelas sangatlah berat. Ancaman kelaparan, penyakit, cuaca ekstrim di musim panas dan musim dingin, pendidikan anak-anak dan kejahatan menjadi sangat riskan. Untuk menyambung hidup mereka sangat bergantung kepada bantuan kemanusiaan masyarakat dunia, sebab sangat sulit untuk bisa bekerja dan mendapatkan upah, tidak sedikit anak-anak akhirnya terpaksa ikut menjadi pekerja untuk sekadar bertahan hidup. Kaum muslimin dari berbagai belahan dunia merespon dengan mengirim bantuan kemanusiaan, akan tetapi masih sangat sangat jauh dari kebutuhan yang sesungguhnya.

    

Suriah yang Dahulu 

Dalam sejarah, Suriah merupakan bagian negeri yang disebut dalam berbagai hadits Rasulullah dengan sebutan negeri Syam. Wilayah yang meliputi Plaestina, Jordania, Libanon dan Suriah sendiri. Bumi Syam terkenal dengan tanahnya yang subur; kebun zaitun, buah Tin dengan berbagai variannya, lemon yang segar, delima yang lezat, kacang almon, gandum, dan juga sayur mayur yang segar. Tak mengherankan karena bumi Syam adalah bumi yang diberkati oleh Allah. Berkah bumi Syam dari dua sisi; berkah secara maknawi, dimana Allah banyak mengutus para Nabi dan Rasul di bumi Syam, menjadi tujuan Isra dan titik pemberangkatan mi’raj Nabi Muhammad SAW. Kedua, berkah secara materi, di sana terdapat Masjdil Aqsha, Allah menjadikan bumi Syam sebagai bumi yang subur dan makmur secara materi.

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. al-Isra: 1)

Penduduk Syam termasuk Suriah menikmati berkah dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman. di sana banyak kota tua yang masih bertahan hingga zaman kini. Namun kini Suriah menjadi lading pembantaian, kota-kotanya menjadi kuburan masal kaum muslimin.

  

Keyakinan Sesat yang Menghancurkan Suriah

Tindakan adalah buah dari keyakinan. Tindakan yang baik adalah buah dari keyakinan yang benar. Sebaliknya, jika ditelisik lebih dalam, perbuatan menyimpang, tindakan zalim dan semena-mena adalah buah dari keyakinan yang rusak dan menyimpang. Demikianlah yang berlaku pada manusia di setiap masa. Ketika umat manusia menetapi keyakinan yang menyelisihi tuntunan penciptanya, maka saat itulah kerusakan sedang dumulai. Saat itulah manusia menggali jurang kebinsaannya dengan tangan mereka sendiri.

Demikianlah yang terjadi di Suriah. Musibah itu sebenarnya sudah terjadi sejak Hafizh Asad, ayah dari Presiden berkuasa saat ini (Basar Asad). Dengan dukungan penuh dari penjajah Prancis, Hafizh Asad berhasil menduduki tampuk kekuasaan, lalu menjadi presiden selama 29 tahun (1971-2000).  Hafizh Asad dan keluarganya adalah seorang penganut Syiah Nushairiyah, sebuah sekte ekstrim dalam aliran Syiah Imamiyah. Secara politik, Hafizh Asad menganut  sosialis dengan membentuk partai Ba’ts Suriah. Semasa berkuasa Hafizh Asad secacara sistematis menempatkan para penganut sekte Nushairiyah pada post-post setrategis kekuasaan baik di bidang militer, ekonomi, maupun parlemen. Sementara kaum muslimin sunni yang merupakan mayoritas (80% lebih) dimarginalkan,  dikebiri kewenangannya. Upaya syiahisasi pun dilakukan dengan jalan taqrib, mendekatkan antara syiah dan Ahlu Sunnah, namun tidak pernah benar-benar berhasil. Sebab mereka hanya ingin Ahlu Sunnah mendekat kepada Syiah sementara mereka tidak pernah bergeser sedikitpun dari keyakinannya.

Di sisi lain rezim Hafizh asad menggunakan gaya diktatorian dalam kepemimpinannya, sikap kritis rakyat dan ulama selalu dihadapi dengan tangan besi; penjara atau hukuman mati selalu menjadi taruhannya. Hak politik mayoritas tidak mendapatkan tempat, bahkan hak mereka menjalankan ibadah pun di batasi; Larangan shalat berjamaah di instansi-instansi pemerintah, curiga kepada masyarakat yang nampak rajin beribadah, bahkan masjid hanya boleh untuk shalat lima waktu dan shalat jumat.

Pada tahun 1982 penah terjadi gerakan perlawanan rakyat yang menghendaki kemerdekaan dari rezim diktator Hafizh Asad. Rezim Hafizh Asad merespon dengan tangan besi; lebih dari 20.000 rakyat di bantai di Hama, kota Hama hancur lebur.

Tahun 2000 Hafizh Asad mati kerena serangan jantung. Dengan segala intriknya, kursi kepresidenan diwariskan kepada putranya Basar Asad yang ketika itu baru berusia 36 tahun. Masih jauh dari syarat usia minimal menjadi presiden yaitu 40 tahun. Parlemen melakukan pertemuan kilat dan mengamandemen undang-undang yang mengatur syarat sah menjadi presiden.

Basar Asad mewarisi kekuasaan satu paket dengan kedoktatoran ayahnya. Hingga terjadilah tragedi maret 2011. Gelombang demontrasi damai masyarakat yang memprotes tindakan repreisif pemerintah yang menangkap, menyiksa dan memunuh anak-anak karena melakukan aksi protes melalui media grafiti. Demontrasi tidak mendapatkan hak jawab dari rezim Asad. Bahkan para pendemo disambut oleh para menembak jitu yang berlindung di balik-gedung-gedung tinggi. Para demontras berjatuhan. Upaya pendekatan kepada rezim yang dilakukan oleh para ulama tidak membuahkan hasil.

Demontrasi pun tak mau surut, bahkan semakin massif. Kekuatan militer bersenjata lengkappun dikerahkan. Korban sipil pun tidak terelakkan. Terjadi bentrokan yang tidak seimbang antara pasukan rezim bersenjata dengan sipil yang tidak bersenjata.

Perlawanan dan tekanan rakyat yang semakin meluas dan menguat akhirnya mendapat dukungan dari para ulama, mujahidin, dan orang-orang yang sebelumnya menjadi loyalis Asad. Terjadi peperangan yang berimbang bahkan kemenagan kaum muslimin Ahlu Sunnah Nampak semakin dekat. Namun situasi berubah ketika Rezim Asad meminta batuan para koleganya dari kalangan Syiah Iran, Irak, Libanon, Rusia bahkan Amerika. Sejarah pun berulang, Syiah bahu membahu dengan Yahudi dan Nasrani memerangi kaum muslimin. Demikianlah kesesatan hanya akan berakibat kerusakan, dan penganut kayakinan yang sesat akan berkawan dengan para penjahat. Semoga Allah menolong dan memenangkan kaum muslimin di Suriah dan di seluruh penjuru dunia.

 

Oleh: Ibnu Syarqi (Relawan Kemanusiaan Untuk Suriah)

 

Baca Yang Ini Juga: 

Amalan Bid’ah vs Amalan Sunnah Di Bulan Muharram

Muharram adalah bulan yang mulia, hingga Allah Ta’ala menjadikan bulan tersebut sebagai salah satu bulan haram, maknanya di bulan tersebut diharamkan melakukan pertumpahan darah (perang).

Empat bulan haram itu dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhar yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim )

Dalam penanggalan tahun Jawa, bulan Muharram dikenal dengan sebutan bulan Sura. Sudah menjadi ‘keyakinan’ bagi sebagian masyarakat Indonesia -Jawa khususnya- bahwa bulan Muharram atau bulan Sura adalah bulan keramat. Masih ada keyakinan-keyakinan serta ritual atau amalan-amalan ‘nyleneh’ yang dilakukan menjelang dan selama bulan Sura, diantaranya:

   1.Siraman malam 1 Sura, yaitu mandi besar dengan menggunakan air serta dicampur kembang setaman.

   2.Tapa Mbisu, yaitu tidak bicara ketika berjalan mengelilingi kraton.

   3.Jamasan (mencuci) pusaka dan mengaraknya mengelilingi kraton.

   4.Ruwatan, yang berarti pembersihan dari sukerta atau kekotoran.

   5.Juga berziarah ke beberapa makam yang dianggap keramat.

Pada Bulan itu mereka tidak berani mengadakan acara pernikahan. Karena menurut klaim mereka, pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit hutang dan sebagainya. Bahkan, banyak yang menyampaikan alasan yang tidak masuk akal. Misalnya, pada bulan Surolah penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul, melangsungkan hajat pernikahan.

Semua keyakinan dan amalan tersebut tidak ada satupun dalilnya dari Al-Quran dan Sunnah juga salaf shalih, sehingga akan menyebabkan terjerumus dalam lobang kebidahan dan kesyirikan.

 

Kemuliaan Bulan Muharram

Islam Menyebut Bulan Muharram sebagai syahrullah (bulan Allah). Rasulullah bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”(HR. Muslim)

Bulan ini betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Az Zamakhsyari mengatakan, “Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut.”

Hasan al-Bashri berkata: “Sesungguhnya Allah membuka awal tahun dengan bulan haram, dan menutup akhir tahun dengan bulan haram pula. Tidak ada bulan yang lebih agung di sisi Allah setelah Ramadhan dibandingkan bulan Muharram” ‘Baitullah‘ (rumah Allah) atau ‘Alullah‘ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy.

Abu Utsman An-Nahdi mengatakan: “Para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.

Mendapati bulan Muharram merupakan kenikmatan tersendiri bagi seorang mukmin. Karena bulan ini sarat dengan pahala dan ladang beramal bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan hari esoknya

Berikut ini amalan-amalan sunnah yang dianjurkan pada bulan ini:

 

Perbanyak Amalan Shalih dan Jauhi Maksiat

Ibnu Abbas ra berkata tentang tafsir firman Allah Ta’ala dalam Surat At Taubah ayat 36: “…maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian…”; Allah telah mengkhususkan empat bulan dari kedua belas bulan tersebut. Dan Allah menjadikannya sebagai bulan yang suci, mengagungkan kemulian-kemuliannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar (dari bulan-bulan lainnya) serta memberikan pahala (yang lebih besar) dengan amalan-amalan shalih.”

Baca Juga: Antara Adat Suro & Keutamaan Asy-syuro

Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan selainnya, hendaknya kita perbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini dengan membaca Al Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.

Selain memperbanyak amalan ketaatan, tak lupa untuk berusaha menjauhi maksiat kepada Allah dikarenakan dosa pada bulan-bulan haram lebih besar dibanding dengan dosa-dosa selain bulan haram.

Qatadah rahimahullah juga mengatakan, “Sesungguhnya kezhaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan di luar bulan-bulan haram tersebut. Meskipun kezhaliman pada setiap kondisi adalah perkara yang besar, akan tetapi Allah Ta’ala menjadikan sebagian dari perkara menjadi agung sesuai dengan kehendaknya.”

 

Melaksanakan Puasa

Rasulullah bersabda:

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram.”

Maksud puasa disini adalah puasa secara mutlak. Dan minimalnya bagi kita tidak meninggalkan puasa Assyura yang merupakan kebiasaan para salaf.

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, “sesungguhnya Rasulullah melakukan puasa Assyura dan memerintahkan para sahabat untuk melakukannya”. (Muttafaq ‘alaih)

Sedangkan mengenai pahalanya termaktub dalam sebuah hadits. “Sesungguhnya Rasulullah ditanya tentang pahala puasa Assyura maka beliau bersabda ,” Akan menghapuskan dosa setahun yang lalu”. (HR. Muslim).

Baca Juga: Berpuasa Setelah Hari Asy-Syuro

Cara melaksanakannya sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Utsaimin, beliau  menyebutkan bahwa para ulama diantaranya Ibnul Qayyim membagi puasa ke dalam tiga tingkatan :

  1.Berpuasa tgl. 9 &10 Muharam dan ini yang paling utama. Karena Nabi Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Kalau aku masih hidup tahun depan niscaya aku akan berpuasa pada tanggal 9 (Muharam).” (HR. Muslim).

   2.Puasa tgl. 10 & 11 Muharam, agar menyelisihi puasanya orang-orang Yahudi.

   3.Puasa pada tgl. 10 Muharam saja, dan ini hukumnya makruh menurut sebagian ulama karena akan menyerupai puasanya orang Yahudi. Tapi ada ulama lain yang membolehkannya meskipun pahalanya tidak sesempurna jika digandengkan dengan puasa sehari sebelumnya (tanggal 9 Muharram).

Semoga kita semua dapat memuliakan bulan Muharram dengan rangkaian ibadah sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. 

 

Tema Terkait: Muharram, Bid’ah, Sunnah

Hak Ahlulbait

وَمَنْ أَحْسَنَ الْقَوْلَ فِيْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ مِنْ كُلِّ دَنَسٍ وَذُرِّيَّاتِهِ الْمُقَدَّسِيْنَ مِنْ كُلِّ رِجْسٍ فَقَدْ بَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ

(107) Barangsiapa yang berkata-kata dengan baik tentang para sahabat Rasulullah saw, istri-istri beliau yang suci dari perbuatan nista, dan keturunan beliau yang disucikan dari segala najis (ruhani), maka ia telah terbebas dari kemunafikan.

Setelah membahas kewajiban terhadap para sahabat Nabi secara umum dan beberapa orang sahabat secara khusus, tiba giliran pembahasan yang lebih khusus lagi, yakni tentang kewajiban terhadap Ahlulbait Nabi. Sebagai golongan yang berusaha untuk senantiasa berkomitmen tinggi kepada pesan-pesan Nabi, Ahlussunnah wal Jamaah mencintai Ahlulbait Nabi dan menghormati mereka. Cinta dan penghormatan yang proporsional. Tidak berlebih-lebihan, pun tidak asal-asalan.
Pondasi cinta dan penghormatan Ahlussunnah kepada Ahlulbait adalah hadits Zaid bin Arqam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, juga hadits-hadits lain. Zaid bin Arqam ra mengabarkan bahwa dalam perjalanan dari Mekah sepulang dari haji Wada’ menuju ke Madinah, Nabi saw singgah di suatu tempat yang bernama Khum. Di daerah itu terdapat ghadir (daerah bermata air dan banyak ditumbuhi pepohonan). Beliau dan para sahabat bermukim di situ selama sehari atau beberapa hari. Di sana Rasulullah saw berkhutbah dan berwasiat. Beliau menyebut tentang sudah dekatnya ajal beliau. Kemudian beliau berpesan agar kaum muslimin berpegang teguh kepada Kitab Allah dan menjaga hak-hak Ahlulbait, menghormati mereka, dan mengikuti nasihat-nasihat mereka.

Cinta Palsu Syi’ah
Orang-orang Syi’ah Rafidhah selalu berkata, “Kami mencintai Ahlulbait. Apakah kalian—wahai Ahlussunnah—membenci kami karena kami mencintai mereka? Kenapa mencintai dan memberikan loyalitas kepada Ahlulbait menjadi suatu dosa?”
Pernyataan dan pertanyaan Syi’ah Rafidhah di atas berselubung kedustaan dan kepalsuan. Syi’ah Rafidhah berdusta. Ahlulbait Rasulullah saw bukan hanya ‘Ali bin Abu Thalib, Fathimah az-Zahra`, Hasan, dan Husein serta keturunan Hasan dan Husein saja. Istri-istri Rasulullah saw termasuk Ahlulbait. Termasuk juga, paman beliau ‘Abbas dan anak-cucu beliau. Juga, semua kerabat Rasulullah saw yakni Bani Hasyim. Bahkan termasuk semua anak-cucu Abu Lahab dan Abu Thalib—meskipun keduanya kafir, tetapi anak-cucu mereka yang beriman adalah Ahlulbait.

Lebih dari itu, Syi’ah Rafidhah tidak mengakui putri-putri Rasulullah saw yang lain sebagai Ahlulbait. Zainab putri Nabi yang diperistri oleh Abul ‘Ash adalah Ahlulbait. Demikian pula halnya dengan Ruqayyah dan Ummu Kultsum—kedua kakak beradik putri Rasulullah saw ini dipersunting ‘Utsman bin ‘Affan setelah sang kakak menghadap ke haribaan Allah terlebih dahulu.
Bagi Ahlussunnah, hak sahabat, hak Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi), dan seluruh Ahlulbait Rasulullah saw adalah wajib diridhai, dicintai, diakui hak-hak mereka, dan diakui keutamaan mereka.

Syi’ah Rafidhah mengajarkan cinta palsu. Cinta yang tidak murni. Cinta yang bersyarat—hal mana syarat itu mereka ada-adakan. Syi’ah Rafidhah menjadikan cacian dan kebencian kepada sebagian Ahlulbait dan hampir seluruh sahabat sebagai syarat sah cinta kepada Ahlulbait versi mereka. Padahal, Nabi saw sendiri tidak pernah mensyaratkan yang seperti itu. Berbeda dengan Ahlussunnah. Mereka mencintai Rasulullah saw, mencintai Ahlulbait—seluruhnya sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah saw, serta mencintai para sahabat.

Kepada ‘Abdullah bin Hasan bin Husein—cucu Husein bin Ali—‘Umar bin ‘Abdul’aziz berkata, “Jika engkau ada kebutuhan, maka tulislah surat kepadaku. Sungguh, aku malu kepada Allah bila Dia melihatmu berdiri di depan pintu rumahku. Tidak ada di muka bumi ini keluarga yang lebih aku cintai daripada kalian. Sungguh, kalian lebih aku cintai daripada keluargaku sendiri.”
Muhammad bin al-Husein bin ‘Abdullah al-Baghdadiy al-Ajurriy (419 H) berkata, “Diwajibkan atas setiap mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan mencintai Ahlulbait Rasulullah saw; yaitu Bani Hasyim, Ali bin Abu Thalib beserta anak-cucunya, Fathimah beserta anak-cucunya, Hasan dan Husein beserta anak-cucu keduanya, Ja’far ath-Thayyar beserta anak-cucunya, Hamzah beserta anak-cucunya, dan ‘Abbas beserta anak-cucunya. Diwajibkan atas orang-orang muslim mencintai dan memuliakan mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata, “Di antara pokok-pokok aqidah Ahlussunnah bahwa sesungguhnya mereka mencintai Ahlulbait Rasulullah saw dan berwala` kepada mereka serta menjaga benar wasiat Rasulullah saw ketika ia bersabda pada hari Ghadir Khum, ‘Aku ingatkan kalian pada Allah tentang hak-hak Ahlulbaitku.’.”

Ahlulbait Rasulullah
Ahlulbait Rasulullah saw adalah mereka yang diharamkan menerima sedekah/zakat. Hal ini dikabarkan sendiri oleh Rasulullah saw dalam sabda beliau, “Sesungguhnya sedekah/zakat itu adalah kotoran manusia dan sesungguhnya ia tidak halal bagi Muhammad dan tidak halal pula bagi keluarga Muhammad.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits di atas dan dalil-dalil yang lain, para ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ahlulbait Rasulullah saw adalah para istri dan keturunan beliau serta siapa saja yang beriman dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muththallib. Imam Muslim, perawi hadits di atas, mencantumkan hadits tersebut pada bab: Haramnya Zakat untuk Rasulullah saw dan Keluarga Beliau yakni Bani Hasyim dan Bani Muththalib, Tidak Diharamkan kepada Selain Mereka.

Dalil masuknya istri-istri Rasulullah saw sebagai bagian dari Ahlulbait adalah firman Allah,
“Hai istri-istri Nabi! Kalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 32-33)

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa konteks ayat tersebut secara tegas memasukkan istri-istri Nabi ke dalam bagian Ahlulbait. Merekalah yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut. Dan penyebab turunnya suatu ayat sudah pasti termasuk dalam kandungan ayat, menurut kesepakatan ulama. Apalagi sesudahnya Allah berfirman, “Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (al-Ahzab: 34)

Makna dari ayat di atas adalah, hendaklah kalian, wahai istri-istri Nabi, mengamalkan apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah saw di rumah kalian yaitu ayat-ayat al-Qur`an dan Sunnah beliau. Para istri Nabi adalah penghuni rumah Nabi. Ahlulbait Nabi.

Menafsirkan firman Allah yang tertera pada surat Hud: 73, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Anshari al-Qurthubiy (w. 671 H) berkata, “Ayat ini memberi penjelasan bahwa istri seseorang termasuk bagian dari Ahlulbaitnya. Hal ini menunjukkan bahwa istri para Nabi adalah bagian dari keluarganya. Maka, ‘Aisyah dan lainnya termasuk Ahlulbait Nabi, yakni termasuk mereka yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, ‘Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.’.”

Cinta Pembebas dari Kemunafikan
Di akhir matan ini Abu Ja’far ath-Thahawiy menyatakan, “maka ia telah terbebas dari kemunafikan.”
Para pensyarah matan akidah beliau menjelaskan bahwa siapa yang di hatinya ada kecintaan kepada para sahabat, ummahatul mukminin, dan Ahlulbait, maka ia telah terbebas dari kemunafikan. Yang demikian itu dikarenakan kelompok Syi’ah Rafidhah yang membenci para sahabat, ummahatul mukminin, dan sebagian Ahlulbait diidekan oleh seorang munafik zindiq yang ingin merusak Islam. Orang itu adalah ‘Abdullah bin Saba`. Apa yang dilakukan oleh ‘Abdullah bin Saba` seperti yang dilakukan oleh Paulus terhadap agama Kristen.

‘Abdullah bin Saba` berpura-pura masuk Islam. Lalu ia menampakkan amar makruf nahyi mungkar, sampai akhirnya ia melancarkan aksinya saat ia berusaha untuk memfitnah dan membunuh ‘Utsman. Dan pada saat ‘Ali bin Abu Thalib masuk ke Kufah, Abdullah bin Saba` menampakkan sikap ghuluwnya terhadap ‘Ali.
Semoga kita dijaga oleh Allah dari fitnah ‘Abdullah bin Saba` dan orang-orang yang semacamnya.