Allah Tahu yang Kita Mau, Kenapa Perlu Berdoa?

Mengapa kita perlu berdoa? Bukankah Allah mahatahu semua yang kita inginkan? Jadi kenapa harus meminta? Apakah itu bukan berarti mendikte Allah untuk melakukan apa yang kita inginkan? Yang lain lagi berkata, “Kenapa perlu berdoa? Toh apa yang Allah lakukan adalah apa yang Dia kehendaki, bukan apa yang kita kehendaki?

Itulah di antara pikiran nyeleneh yang berseliweran dalam wacana dan perbincangan, bahkan sudah ada yang menjadikannya sebagai pegangan. Meskipun aneh, tapi jalan logika semacam itu bisa berpotensi menggembosi semangat kita untuk berdoa.

Inilah Jawabannya

Ya, kita perlu berdoa, karena suka jika hamba-Nya berdoa kepada-Nya. Doa adalah bukti bahwa kita mengakui kelemahan kita di hadapan Allah, merasa rendah di hadapan-Nya dan senantiasa membutuhkan pertolongan-Nya. Doa adalah pengakuan manusia, bahwa dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan Allah.

Orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah hanyalah orang yang sombong, seakan ia tidak butuh pertolongan Allah, atau merasa gengsi kalau harus merajuk dan merendahkan diri di hadapan Allah. Wajar jika Allah memurkai orang-orang semisal ini. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

 

إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ

“Bahwasanya barangsiapa yang tidak (mau) meminta kepada Allah, maka Allah murka kepadanya.” (HR Tirmidzi)

Ath-Thiibi menjelaskan hadits tersebut, “Barangsiapa yang tidak mau memohon kepada Allah maka ia telah memposisikan diri untuk dibenci oleh Allah, dan orang yangdibenci layak untuk dimurkai, dan Allah suka jika hamba-Nya memohon kepada-Nya.

Allah menyebut orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah sebagai orang yang sombong, sebagaimana firman-Nya,

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk naar Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. al-Mukmin: 60)

Baca Juga: Tanda Akhir Zaman, Aparat Berbuat Sewenang-wenang

Mereka menyombongkan diri dari ibadah kepada Allah, dan makna ibadah dalam ayat ini adalah doa, sebagaimana jelas ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya. Dan secara definitif Nabi shallallahu alaihi wasallam juga menafsirkan kata ‘ibaadati (beribadah kepada-Ku) pada ayat tersebut dengan doa. Sebagaimana yang dikatakan oleh an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasuullah shallallahu alaihi wasallam bersabda di atas mimbar,

اَلدَّعَاءُ هُوَ اْلعِباَدَةُ

“Doa adalah ibadah..”  Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam membaca ayat tersebut. (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hadits hasan shahih)

Syeikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa doa adalah ibadah, karena ketika seseorang berdoa kepada Allah, maka dia telah membangun doanya di atas dua keyakinan; Pertama, bahwa ia mengakui betapa mendesak kebutuhan dirinya kepada Allah dan bahwa tidak ada tempat bersandar selain kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Kedua, bahwa doa menjadi bukti ta’zhim (pengagungan) dan keimanannya kepada Allah karena dia yakin bahwa Allah kuasa untuk mengabulkannya.”

Ini juga menjadi jawaban bagi orang yang menganggap bahwa berdoa berarti mendikte Allah untuk melakukan sesuatu, atau bahkan menyuruh Allah untuk ini dan itu. Doa adalah permohonan. Secara bahasa, permohonan adalah permintaan yang ditujukan dari yang lebih rendah derajatnya kepada yang lebih tinggi derajatnya. Jika ada anak yang meminta uang saku kepada orangtuanya, itu bukan berarti anak lebih tinggi derajatnya daripada orangtua. Justru menunjukkan, bahwa orangtua lebih tinggi statusnya daripada anak. Orang yang berdoa kepada Allah justru menunjukkan dirinya lemah dan butuh di hadapan Allah.

 

Doa adalah Cara yang Diperintahkan

Allah memang mengetahui keiginan kita dan mahakuasa untuk memberikan apa yang kita inginkan meskipun tanpa meminta. Akan tetapi Allah menetapkan doa sebagai cara bagi manusia yang ingin mendapatkan apa yang dibutuhkannya.  Meskipun Allah telah menganugerahkan kepada manusia nikmat tak terhitung banyaknya tanpa manusia meminta. Allah menjadikan doa sebagai sebab, sebagaimana ikhitar ragawi juga menjadi sebab untuk mencapai tujuan. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.” (QS. al-Mukmin: 60)

Baca Juga: Atas Nama Nikah, Zina Dianggap Ibadah

Ketika manusia menginginkan sesuatu yang menurutnya adalah kebutuhan, maka Allah memerintahkan manusia untuk meminta kepada-Nya sebagai bentuk ikhtiyar. Dan Allah menjanjikan pengabulan doa bagi yang mau melaksanakannya.

Bahkan, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berkata, “Doa adalah sebab yang paling dominan untuk meraih sesuatu yang dicari dan menolak sesuatu yang dibenci.” Betapa banyak kisah dari zaman ke zaman yang menunjukkan dahsyatnya kekuatan doa. Dan banyak di antara peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa doa mampu menghasilkan sesuatu yang tidak dimampui oleh usaha manusia.

Ini juga menjadi jawaban pertanyaan, “Apa perlunya berdoa, sedangkan Allah berbuat sesuai kehendak-Nya, bukan sesuai kehendak manusia?”

Bahwa Allah memang berbuat dengan apa yang Dia kehendaki, “Fa’aalul limaa yuriid”, Dia berbuat apapun yang Dia kehendaki, tapi jangan lupa bahwa doa hamba-Nya adalah termasuk sesuatu yang Dia kehendaki. Terbukti sangat banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya, wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Syubhat

 


Ingin berlangganan Majalah Islami yang bermutu dan bagus untuk dibaca? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Tetaplah Berdoa Meski Ijabah Belum Menyertainya

Syaikh Khalid bin Sulaiman Ar Rabi’ dalam kitabnya, Min Ajaaibid Du’a’ berkisah: Ada seorang ibu yang senantiasa mendoakan anaknya yang banyak melakukan perbuatan dosa. Di suatu malam ia melakukan shalat tahajud dengan khusyu’, memohon kepada Allah supaya buah hatinya dijadikan sebagai anak yang shalih dan bermanfaat baginya di dunia dan akherat. Tanpa terasa waktu Subuh pun tiba, terdengar suara muadzin ‘asshalatu khairum minan naum.’

Saat itulah terdengar suara langkah kaki turun dari lantai atas. Suara kaki itu semakin mendekati kamar dan akhirnya masuk ke dalamnya. Ibu itu pun mengangkat kepalanya dan didapatinya anak yang  tadi didoakan, tangannya basah oleh air wudhu. Diciumnya kepala buah hatinya yang akan berangkat menunaikan shalat Subuh. Dipandanginya sosok buah hatinya itu dengan mata sembab oleh air mata. Dan sejak itu pula buah hatinya terus berada dalam ketaatan.

Kisah di atas adalah salah satu contoh dari sekian banyak pengaruh dari sebuah doa. Ibnu Qayyim rhm. Berkata, “Doa merupakan sarana paling kuat untuk mencegah musibah maupun mendatangkan apa yang diinginkan.”

Pentingnya Doa

Sebagai hamba yang lemah, manusia senantiasa membutuhkan pertolongan Allah. Bahkan setiap hela nafas dan derap langkahnya tidak bisa terlepas dari pertolonganNya. Salah satu upaya yang bisa ditempuh agar bisa mendapatkan pertolongan dari Allah adalah melalui doa.

Begitu sombongnya manusia, jika merasa tidak membutuhkan Allah karena mengandalkan kekuatan dan kecerdasan yang dimilikinya sehingga tidak mau berdoa. Rasulullah saw saja sebagai manusia pilihan Allah terus berdoa kepadaNya di malam perang Badar, begitu mengetahui jumlah pasukan musuh lebih banyak dan persenjataan mereka lebih lengkap. Beliau berdoa dengan sungguh-sungguh hingga selendang beliau terjatuh. Akhirnya Allah pun mengabulkan doanya.

Ternyata para Nabi sebelum Muhammad saw sudah melazimi doa dalam setiap masalah yang dihadapinya. Disebabkan doa, Nabi Nuh beserta orang-orang yang beriman bersamanya diselamatkan oleh Allah dan orang-orang kafir ditenggelamkan. Nabi Yunus selamat dari perut ikan paus setelah tiga malam berada dalam kegelapannya, disebabkan oleh doa. Karena doa pula, kesulitan yang menimpa Nabi Ayyub diangkat oleh Allah. Dan Nabi Musa pun diselamatkan oleh Allah karena doa yang dilantunkannya.

Para salaf shalih juga terbiasa berdoa untuk kebaikan diri, keluarga dan kaum muslimin. Juga secara khusus mendoakan orang yang telah berjasa terhadap dirinya dan umat Islam. Kabarnya, Imam Ahmad selalu mendoakan ustadznya, Imam Syafi’i setelah menunaikan shalat. Pernah beliau berkata kepada putra Imam Syafi’i, “Ayahmu termasuk enam orang yang aku doakan setiap selesai shalat. Ka’ab bin Malik selalu mendoakan As’ad bin Zurarah setiap kali mendengar adzan Jum’at. Ketika ditanya alasannya, Ka’ab menjawab, “Karena saya teringat jasa beliau, beliaulah orang yang pertama kali mengimami shalat Jumat di Madinah.”

Mereka juga berdoa untuk kebinasaan musuh-musuh Allah yang selalu berusaha menghalangi tegaknya Islam di muka bumi. Rasulullah saw, selama satu bulan penuh mendoakan kebinasaan untuk Ri’al, Dzakwan dan ‘Usyayah yang telah mengekskusi para sahabatnya di sumur Ma’unah. Bilal bin Rabah memiliki kebiasaan yang menakjubkan.

Setiap waktu sahur menjelang adzan Subuh, sambil menunggu masuknya waktu, ia berdiri untuk berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memuji-Mu dan memohon pertolongan-Mu untuk kehancuran  orang-orang Quraisy dalam menegakkan dien-Mu.” Setelah itu barulah ia mengumandangkan adzan.

Ketika doa belum dikabulkan

Sangat mungkin ada diantara kita yang sudah berdoa kepada Rabbnya, memohon sesuatu, ia terus berdoa dan terus berdoa, namun selama itu doanya belum dikabulkan oleh Allah. Lalu saat itu juga ia berhenti berdoa dan berputus asa, merasa doanya tidak akan terkabul selamanya. Padahal Rasulullah telah bersabda:

 يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ فَلَا أَوْ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

            Doa seseorang dari kalian akan senantiasa dikabulkan selama ia tak tergesa-gesa hingga mengatakan, ‘Aku telah berdoa kepada Rabbku, namun tidak atau belum juga dikabulkan untukku.’ (HR. Muslim)

Ada banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan terkabulnya sebuah doa. Dan mesti kita yakini bahwa Allah memiliki hikmah di balik keterlambatan ini. Boleh jadi hamba yang berdoa tersebut belum memenuhi syarat terkabulnya doa, seperti menghadirkan hati, waktu yang kurang tepat atau tidak memperhatikan adab ketika berdoa.

Bisa jadi karena dosa yang telah ia kerjakan sehingga menjadi penghalang terkabulnya doa. Bisa jadi juga Allah mengabulkan dalam bentuk yang lain, yaitu dijauhkan dari sesuatu yang buruk yang akan menimpanya. Atau boleh jadi Allah akan menyimpan pahala doa itu dan kelak akan mendapatkan balasannya di akherat.

Atau, mungkin saja terhalangnya kita dari ijabah karena memang Allah ingin agar kita terus-menerus memohon dan bersimpuh di hadapan-Nya. Tsabit rhm. pernah berkata, “Tidaklah seorang mukmin berdoa kepada Allah dengan satu doa kecuali malaikat Jibril diutus untuk memenuhi kebutuhannya, lalu Allah berfirman, ‘Janganlah kamu bersegera mengabulkan doanya. Sungguh Aku suka mendengar suara hamba-Ku yang mukmin’.”

Maka, marilah kita terus berdoa, karena doa adalah ibadah. Jika toh Allah belum mengabulkan permintaan kita, kita tetap akan mendapat pahala karenanya. (abu hanan)

Allah Tahu yang Kita Mau, Kenapa Perlu Berdoa?

“Mengapa kita perlu berdoa? Bukankah Allah Mahatahu semua yang kita inginkan? Jadi kenapa harus meminta? Apakah itu bukan berarti mendikte Allah untuk melakukan apa yang kita inginkan?” Yang lain lagi berkata, “Kenapa perlu berdoa? Toh apa yang Allah lakukan adalah apa yang Dia kehendaki, bukan apa yang kita kehendaki.”

Itulah di antara pikiran nyeleneh yang berseliweran dalam wacana dan perbincangan, bahkan sudah ada yang menjadikannya sebagai pegangan. Meskipun aneh, tapi jalan logika semacam itu bisa berpotensi menggembosi semangat kita untuk berdoa.
Inilah Jawabannya

Ya, kita perlu berdoa, karena Allah suka jika hamba-Nya berdoa kepada-Nya. Doa adalah bukti bahwa kita mengakui kelemahan kita di hadapan Allah, merasa rendah di hadapan-Nya dan senantiasa membutuhkan pertolongan-Nya. Doa adalah pengakuan manusia, bahwa dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan Allah.
Orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah hanyalah orang yang sombong, seakan ia tidak butuh pertolongan Allah, atau merasa gengsi kalau harus merajuk dan merendahkan diri di hadapan Allah. Wajar jika Allah memurkai orang-orang semisal ini. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
“Bahwasanya barangsiapa yang tidak (mau) meminta kepada Allah, maka Allah murka kepadanya.” (HR Tirmidzi)

Ath-Thiibi menjelaskan hadits tersebut, “Barangsiapa yang tidak mau memohon kepada Allah maka ia telah memposisikan diri untuk dibenci oleh Allah, dan orang yang dibenci layak untuk dimurkai, dan Allah suka jika hamba-Nya memohon kepada-Nya.
Allah menyebut orang-orang yang tidak mau berdoa kepadaNya sebagai orang yang sombong, sebagaimana firman-Nya,
“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS al-Mukmin 60)

Mereka menyombongkan diri dari ibadah kepada Allah, dan makna ibadah dalam ayat ini adalah doa, sebagaimana jelas ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya. Dan secara definitif Nabi shallallahu alaihi wasallam juga menafsirkan kata ‘ibaadati (beribadah kepada-Ku) pada ayat tersebut dengan doa. Sebagaimana yang dikatakan oleh an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasuullah shallallahu alaihi wasallam bersabda di atas mimbar,

اَلدَّعَاءُ هُوَ اْلعِباَدَةُ

“Doa adalah ibadah..” Lalu beliau shallallahu alaihi wasallam membaca ayat tersebut. (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hadits hasan shahih)

Syeikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa doa adalah ibadah, karena ketika seseorang berdoa kepada Allah, maka dia telah membangun doanya di atas dua keyakinan; Pertama, bahwa ia mengakui betapa mendesak kebutuhan dirinya kepada Allah dan bahwa tidak ada tempat bersandar selain kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Kedua, bahwa doa menjadi bukti ta’zhim (pengagungan) dan keimanannya kepada Allah karena dia yakin bahwa Allah kuasa untuk mengabulkannya.”
Ini juga menjadi jawaban bagi orang yang menganggap bahwa berdoa berarti mendikte Allah untuk melakukan sesuatu, atau bahkan menyuruh Allah untuk ini dan itu. Doa adalah permohonan. Secara bahasa, permohonan adalah permintaan yang ditujukan dari yang lebih rendah derajatnya kepada yang lebih tinggi derajatnya. Jika ada anak yang meminta uang saku kepada orangtuanya, itu bukan berarti anak lebih tinggi derajatnya daripada orangtua. Justru menunjukkan, bahwa orangtua lebih tinggi statusnya daripada anak. Orang yang berdoa kepada Allah justru menunjukkan dirinya lemah dan butuh di hadapan Allah.

Doa adalah Cara yang Diperintahkan

Allah memang mengetahui keiginan kita dan Mahakuasa untuk memberikan apa yang kita inginkan meskipun tanpa meminta. Akan tetapi Allah menetapkan doa sebagai cara bagi manusia yang ingin mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Meskipun Allah telah menganugerahkan kepada manusia nikmat tak terhitung banyaknya tanpa manusia meminta. Allah menjadikan doa sebagai sebab, sebagaimana ikhitar ragawi juga menjadi sebab untuk mencapai tujuan. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.” (QS al-Mukmin 60)

Ketika manusia menginginkan sesuatu yang menurutnya adalah kebutuhan, maka Allah memerintahkan manusia untuk meminta kepada-Nya sebagai bentuk ikhtiyar. Dan Allah menjanjikan pengabulan doa bagi yang mau melaksanakannya.
Bahkan, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berkata, “Doa adalah sebab yang paling dominan untuk meraih sesuatu yang dicari dan menolak sesuatu yang dibenci.” Betapa banyak kisah dari zaman ke zaman yang menunjukkan dahsyatnya kekuatan doa. Dan banyak di antara peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa doa mampu menghasilkan sesuatu yang tidak dimampui oleh usaha manusia.
Ini juga menjadi jawaban pertanyaan, “Apa perlunya berdoa, sedangkan Allah berbuat sesuai kehendak-Nya, bukan sesuai kehendak manusia?”
Bahwa Allah memang berbuat dengan apa yang Dia kehendaki, “Fa’aalul limaa yuriid”, Dia berbuat apapun yang Dia kehendaki, tapi jangan lupa bahwa doa hamba-Nya adalah termasuk sesuatu yang Dia kehendaki. Terbukti sangat banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya, wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)