Muslim Maluku Melawan Portugis

Di Maluku, umat Islam dengan sengit melawan Portugis selama 85 tahun (1520—1605). Portugis pertama datang ke Maluku pada 1512. Tiga tahun berikutnya, Portugis diizinkan mendirikan loji di Hitu sebagai tempat tinggal dan tempat penampungan rempah-rempah sehingga terjalinlah hubungan perdagangan antara Hitu dan Portugis.

LATAR BELAKANG PERLAWANAN

Namun demikian, hubungan ini tidak berlangsung lama karena ulah Portugis sendiri. Pada 1516 orang Portugis membawa minuman keras dari kapal untuk dijual. Malah orang Portugis sendiri yang minum sampai mabuk serta membuat kekacauan dalam pasar cengkeh di Hitu. Kejadian ini menimbulkan kemarahan masyarakat Hitu terhadap orang Portugis. Mereka menuntut penguasa Hitu, yaitu Empat Perdana, agar menghukum orang Portugis karena telah melanggar adat dan agama. Akhirnya orang Portugis disuruh pindah ke bagian selatan Hitu. (Maryam RL Lestaluhu, Sejarah Perlawanan Masyarakat Islam Terhadap Imperialisme di Daerah Maluku, hlm. 39-40)

Atas tindakan ini, pada 1520 Portugis menyerang Hitu dengan mempengaruhi penduduk di bagian selatan jazirah itu untuk membantu mereka. Menghadapi situasi itu, Empat Perdana Menteri tidak tinggal diam. Mereka memerintahkan seluruh rakyat turun ke pantai menghadapi musuh yang akan mendarat. Rakyat Hitu tidak gentar menghadapi serangan Portugis karena mati bagi mereka saat itu adalah mati syahid. Pertempuran satu lawan satu berlangsung dengan seru sampai petang, namun tidak ada kemenangan yang diraih oleh salah satu pihak. Pasukan Portugis mundur karena sudah malam, lalu berlayar pulang ke pangkalannya. Serangan pertama pihak Portugis ini merupakan awal permusuhan antara Hitu dan Portugis yang berlangsung selama ± 85 tahun. (hlm. 43-44)

PERLAWANAN MUSLIM HITU

Pertempuran kembali terjadi antara rakyat muslim Hitu dan orang Portugis pada 1525. Banyak orang Portugis mati terbunuh. Penduduk Hitu Selatan yang dulu membantu penyerangan Portugis pada 1520 juga mendapatkan balasan sehingga mereka lari menyelamatkan diri. Rakyat Hitu memperoleh kemenangan yang gemilang. Delapan tahun berikutnya (tahun 1533), Portugis mencoba mempengaruhi negeri Hatiwe, yaitu salah satu negeri Islam di jazirah Hitu bagian selatan, agar membantu mereka menyerang Hitu dari laut dan darat. Sebelum rencana penyerangan Portugis itu terlaksana, pasukan Hitu bersama pasukan bantuan dari Jepara menyerang Hatiwe terlebih dahulu. Pasukan Hitu tidak hanya menunggu Portugis di tempat, tapi diperintahkan untuk menghadang pasukan musuh dalam perjalanan sebelum tiba di Hitu. Dalam pertempuran-pertempuran yang terjadi sepanjang perjalanan ke Hitu, pasukan Portugis banyak menderita kerugian karena banyak yang mati. Senjata mereka banyak pula yang jatuh ke tangan pasukan Hitu. Pasukan Portugis mengundurkan diri ke Hatiwe sambil menunggu bantuan dari Goa. Namun bantuan yang ditunggu baru tiba pada 1537 dan terjadilah pertempuran antara pasukan Hitu dan pasukan Portugis.

Pada 1570 Portugis kembali menyerang Hitu di bawah pimpinan Sancho. Karena serangan ini, Empat Perdana Menteri bersama rakyat Hitu sampai harus berpindah ke Seram Barat. Melihat keberangkatan mereka, Portugis merasa puas karena musuhnya di jazirah Hitu sudah tidak ada lagi. Namun demikian, pada 1574 Empat Perdana Menteri bersama rakyat Hitu ditambah bantuan penduduk Seram Barat melakukan penyerangan dan berhasil mengusir Portugis dari Hitu. Keadaan pun menjadi tenang kembali. Namun, hal ini hanya bertahan selama 6 tahun. Pada 1580 pasukan Portugis di bawah pimpinan Panglima Paul Dirk Kastanya kembali datang dan membuat kekacauan. Dua tahun berikutnya, Portugis menyerang Mamala. Dalam pertempuran yang berlangsung 2 hari itu, orang-orang Mamala berhasil menghalau pasukan Portugis setelah dibantu oleh Perdana Menteri Tahalele II dengan pasukannya dari Hitu. (hlm 44-56)

PERLAWANAN MUSLIM TERNATE

Perlawanan bersenjata terhadap Portugis juga terjadi di Ternate. Pada mulanya, kerajaan Islam yang berada di Maluku bagian utara ini menjalin hubungan dagang dan perjanjian damai dengan Portugis. Namun setelah Portugis memonopoli perdagangan, menyebarkan agama Katolik dengan licik dan paksaan, serta mengadu domba antara penduduk Maluku, orangorang Ternate pun menjadi benci kepada mereka. Portugis juga sering turut campur dalam urusan pemerintahan dan bertindak sewenang-wenang terhadap para sultan. Hal ini menimbulkan kemarahan luar biasa dari masyarakat Maluku Utara terhadap bangsa Portugis. Kemarahan ini semakin bertambah ketika Sultan Khairun dan ibunya ditangkap dan diasingkan dalam benteng. Mereka berdua akhirnya dibebaskan karena rakyat memberontak. Di seluruh daerah kekuasaan Sultan Ternate, timbul kebencian terhadap Portugis. Kemarahan terhadap Portugis mencapai puncaknya ketika Sultan Khairun dibunuh secara kejam pada 18 Februari 1570 dalam benteng oleh pengkhianatan de Mesquita yang menjabat sebagai Gubernur Portugis di Ternate pada waktu tersebut. Akibat kejadian itu, Sultan Babullah yang telah menggantikan ayahnya segera bertindak keras terhadap Portugis, dengan mengusir mereka yang tinggal di luar benteng.

Sementara benteng Ternate (Sau Paulo) dikepung, Sultan Babullah mengirimkan angkatan perangnya ke Ambon di bawah pimpinan Kaicili Leliato untuk menghajar Portugis. Walaupun Kerajaan Tidore bermusuhan dengan Ternate, namun dorongan solidaritas Islam telah memaksa para sultan dan rakyat Maluku Utara membantu Ternate. Kepungan terhadap benteng telah mengakibatkan timbulnya wabah dan kelaparan sehingga para penghuni dalam benteng mulai menderita penyakit busung lapar. Melihat penderitaan orang-orang yang terkepung itu, timbullah rasa kasihan dalam hati Sultan Babullah. Dia kemudian menawarkan beberapa usul. Pertama, Portugis harus menyerahkan benteng dan meninggalkan Ternate dalam waktu 2 X 24 jam. Kedua, Orang-orang Portugis harus menyerahkan pembunuh Sultan Khairun dan kaki tangannya. Sejak saat itu, hubungan Portugis dengan Kesultanan Ternate tetap tegang sampai tiba saatnya mereka meninggalkan Maluku untuk selamanya pada 1606, setelah Ternate mengalahkan Portugis dengan bantuan Belanda dan Hitu. (hlm. 57-66)

Oleh: Ust. M. Isa Anshari/Sejarah Islam Indonesia

Khutbah Jumat: Baldatun Thayyibatun, Negeri Ideal yang Didambakan

 

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِوَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ 

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا ,يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوامِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوالَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

أَمَّا بَعْدُ؛

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Kita bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia-Nya. Allah menempatkan kita di sebuah negeri yang dianugerahi banyak keistimewaan. Tanahnya mudah ditanami, banyak jenis pepohonan yang dapat tumbuh, hawa yang baik dan perairan yang luas. Sebuah nikmat yang luar biasa yang harus senantiasa kita syukuri. Syukur dalam arti mengguna kian nikmat itu untuk taat kepada-Nya, bukan hanya untuk memenuhi kesenangan nafsu pada kenikmatan dunia. Sebuah kenikmatan yang jika kita kufuri, akan berubah menjadi bencana yang membinasakan kita.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ keluarga dan juga orang-orang yang senantiasa teguh membela sunahnya hingga akhir zaman.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Belasan tahun lalu, sering kita dengar optimisme para pembesar negeri mengungkapkan impian negeri ini sebagai negeri ideal dengan slogan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur’, sebuah negeri yang baik, dan diberi ampunan oleh Allah.

Seperti negeri Saba di era kejayaan dan kemakmurannya, hingga Allah menjadikannya sebagai percontohan dalam al-Qur’an. Tadinya, Saba’  adalah negeri yang aman, subur dan makmur . Bukan saja aman dari segala bentuk kriminal dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia, namun juga tak ada ancaman dari hewan-hewan yang berbahaya. Bahkan Allah membersihkan hewan-hewan pengganggu dari negeri itu.

Allah berfirman,

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوامِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوالَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.(kepada mereka dikatakan):”Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.(Negerimu) adalah negeri yang baik(Baldatun Thayyibah) dan (Rabb-mu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun”. (QS. Saba’:15)

Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menyebutkan dari Imam Abdurrahman bin Zaid rahimahullah tentang firman-Nya, “Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka..”

Yakni, “mereka tidak melihat adanya nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, ular dan hewan (pengganggu) lainnya.” Dalam kontek kekinian, barangkali termasuk virus dan bakteri yang membahayakan. Saba’ juga menjadi negeri yang sangat subur dan makmur. Dengan bendungan yang disebut sejarawan sebagai Bendungan Ma’rib, mengairi dua kebun yang terletak di sisi kanan dan sisi kiri wilayah mereka,

yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)

Ahli tafsir di kalangan tabi’in, Qatadah dan yang lain menggambarkan betapa subur dan makmurnya negeri Saba’, “Seorang wanita berjalan di bawah pepohonan dengan memanggul keranjang di kepalanya untuk mewadahi buah-buahan yang berjatuhan, maka keranjang itu penuh tanpa harus susah payah memanjat atau memetiknya.” Buah-buahan yang ada juga digambarkan dengan segala sifat kelezatan dan istimewa dibandingkan dengan buah-buahan yang ada di dunia. Begitulah ’baldatun thayyibatun’ bernama Saba’, yang sempat diimpikan masyarakat dan didongengkan para tokoh negeri ini.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Sekarang, slogan negeri yang baik itupun nyaris tak terdengar. Mungkin kurang percaya diri, atau malu untuk mengungkapkannya. Karena realita makin jauh dari impian. Harapan itupun seakan kandas sebelum mendekati titik yang diharapkan. Seakan potensi alam kita menjelma menjadi musuh dan dari arah itulah bencana dan musibah datang bergantian. Mengingatkan kita akan kondisi kaum Saba’ ketika mereka merubah syukur dengan kufur, maka dalam sekejap Allah menggantikan ni’mah (nikmat) dengan niqmah (bencana). Hujan lebat tiada henti, bendunganpun jebol dan terjadilah banjir besar. Firman Allah,

”Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’:16)

Berubahlah keadaan secara ekstrim, tak ada lagi rasa aman, tikus-tikus menggerogoti bendungan seperti yang disebutkan Ibnu Katsier. Tak ada lagi yang tumbuh selain pepohonan atau buah yang mereka tidak membutuhkannya atau tidak bisa memanfaatkannya.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Sungguh, dijadikannya Kaum Saba’ sebagai permisalan, agar kita mengambil pelajaran. Karena pada beberapa bagian, antara kita dan mereka ada kemiripan. Kemiripan dalam hal potensi alamnya yang subur, sekaligus kemiripan dari sisi musibah yang menimpa. Selayaknya kita berkaca diri, adakah kesamaan sebab antara Saba’ dan negeri kita, hingga kita juga mengalami bencana serupa?

Mungkin kita tak mau dipersalahkan, atau sebagian malah menganggap bahwa menghubungkan antara dosa dengan musibah hanyalah wujud simplifikasi (menggampangkan) masalah, atau bahkan dianggap tidak empati terhadap para korban bencana. Padahal, mengkaitkan bencana dengan dosa tidak berarti menuduh korban bencana itu menjadi biangnya dosa. Boleh jadi orang yang tidak terkena musibah juga turut andil dalam mengundang datangnya musibah. Baik dengan menyebarluaskan dosa, atau sekedar meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Karena kita ibarat penumpang dalam satu kapal, jika kita biarkan sebagian penumpang melobangi kapal untuk mendapatkan air, maka tatkala kapal tenggelam, tentu tidak hanya menimpa mereka yang melobangi kapal saja.

Meski telah kenyang dengan musibah dan kekhawatiran yang bertubi-tubi, Allah masih memberikan peluang kepada kita untuk bangkit. Menuju baldatun thayyibatun, sekaligus wa Rabbun ghafuur. Kalimat Allah mengampuni, mengandung konsekuensi bahwa untuk mendapatkan situasi negeri yang baik, kita harus bersedia bertaubat dan memohon ampunan-Nya. Dengan terlebih dahulu mengakui kesalahan, kesombongan dan kelancangan kita yang telah mencampakkan hukum dan aturan-aturan-Nya. Harus ada penyesalan, bertekad untuk tidak mengulangi maksiat lagi, dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup baik secara personal, maupun komunal. Gairah untuk mencegah kemungkaran harus pula digalakkan, karena tanpanya, bencana belum akan dicabut, meski doa terus dilantunkan, Nabi ﷺ bersabda,

 

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْلَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ

“Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kamu mengajak yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan bencana atas kalian, kemudian kalian berdoa namun tidak dikabulkan.” (HR Tirmidzi, hadits hasan)

Rabbij’al haadza baladan aaminan, war zuq ahlahu minats tsamaraati man aamina minhum billah wal yaumil aakhir. Wahai Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, karuniakanlah penduduknya dengan buah-buahan, yakni mereka yang beriman kepada ALlah dan hari akhir. Amien

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

 

 

Khutbah Kedua

 

الْحَمْدَ لله الَّذِي أَنَارَ قُلُوْبَ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ بِنُوْرِ كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ وَجَعَلَ الْقُرْآنَ شِفَاءً لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدَى وَرَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ النَّبيِّ الْعَرَبِيِّ اْلأُمِّيِّنَ اَلَّذِي فَتَحَ اللهُبِهِ أَعْيُناً عُمْياً وَأَذَاناً صُمًّا وَقُلُوْبَاً غَلْفاً وَأَخْرَجَبِهِ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَي النُّوْرِ. صَلاَةً وَسَلاَماً دَائِمَيْنِ عَلَيْهِإِليَ يَوْمِ الْبَعْثِ وَ النُّشُوْرِ وَعَلَىآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ اْلأَطْهَرِ وَأَصْحَابِهِ اْلأَبْرَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إِلَي يَوْمِ الدِّيْنَ

 

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواصَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمً

اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِوَمَنْ تَبِعَهُ بِإحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.اَللَّهُمَّ لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.اَللَّهُمَّاغْفِر لَناَ وَلِوَالِديْناَ وَلِلمُؤمِنِينَ يَومَ يَقُومُ الحِسَابُ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ

عِبَادَ الله،إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

 

Oleh: Majalah ar-risalah/Khutbah Jumat

 

Baca Juga Khutbah Lainnya:
Solusi Andalan Saat Sulit dan Terjepit, Hati Gersang Karena Iman Telah Usang, Keluarga, Fondasi Utama Kekuatan Umat

 

Khutbah Jumat: Makna Hakiki dari Cinta pada Bangsa dan Tanah Air

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِوَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ 

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا ,يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوامِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوالَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

أَمَّا بَعْدُ؛

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat dapat membaca firman-firman-Nya yang terangkum dalam al-Quranul Karim. Itulah nikmat terbesar dalam hidup ini. Nikmat paling istimewa karena tanpanya, nikmat yang lain tidak akan berguna.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga kepada para shahabat, tabi’in dan orang-orang yang teguh mengikuti sunah Rasulullah sampai hari Kiamat.

Rasulullah senantiasa menasihatkan taqwa dalam setiap khutbahnya. Maka, khatib pun akan mengikuti sunah Beliau dengan menasehatkan wasiat serupa. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dengan penuh cinta dan tidak  asal gugur kewajiban semata. Berusaha meninggalkan larangan-Nya, juga dengan penuh cinta meski sebenarnya nafsu sangat menginginkannya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar diskusi dan isu-isu seputar semangat kebangsaan dan nasionalisme. Dan Islam, seringkali disindir atau bahkan dituduh menjadi ideologi yang anti terhadap kebangsaan dan mengharamkan cinta tanah air dan bangsa. Sebenarnya bagaimana sikap seorang muslim terhadap hal ini?

Islam tidak mengharamkan umatnya untuk mencintai bangsanya, sukunya, juga tanah air atau negeri di mana dia tinggal. Cinta kepada hal-hal tersebut akan muncul secara alami karena kesamaan bahasa, tradisi, selera dan tempat tinggal. Cinta pada semacam ini bersifat thabi’i alias natural. Contoh kongkritnya, kebanyakan orang akan lebih memilih istri dari bangsa yang sama. Alasannya? Kesamaan bahasa. Kebanykan orang juga lebih memilih tinggal bersama orang-orang yang sebahasa dan sekultur karena hal itu akan memudahkan dalam banyak hal. Hal ini wajar dan dibolehkan.

Namun, kecintaan kita terhadap semua hal itu haruslah proporsional dan tidak boleh melebihi atau merusak kecintaan atas dasar iman dan Islam. Cinta pada saudara seiman dan seislam harus menjadi prioritas karena persaudaran inilah yang diakui oleh Allah. Semua dalil mengenai ukhuwah Islamiyah dalam al-Quran maupun hadits mengarah pada ikatan persaudaraan karena iman dan Islam, bukan yang lain. Jika kecintaan kepada bangsa, suku, dan tanah air melebihi kecintaan kita terhadap saudara seiman, berarti kita telah terjebak sikap ashobiyah jahiliyah atau fanatisme jahiliyah yang dicela dalam Islam.

Contoh kecintaan kepada bangsa dan tanah air yang melebihi cinta kepada saudara seiman adalah sikap abai dan tidak peduli pada penderitaan saudara seiman sebangsa apalagi lain bangsa dan negara. Saat saudara seiman dari bangsa lain menderita karena penindasan, pengusiran dan berbagai konflik, kita bersikap tidak peduli dan enggan membantu karena merasa mereka bukanlah saudara sebangsa dan setanah air. Padahal Iman dan Islam tidaklah dibatasi suku, warna kulit dan negara. Cinta dan persaudaraan Iman adalah persaudaraan manusia sedunia dan bahkan akhirat. Jika cinta kepada bangsa mengakibatkan fanatisme seperti ini, maka cinta semacam itu adalah tercela.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

 Dakwah Rasulullah di awal berdirinya kedaulatan Islam di Madinah adalah menghapuskan fanatisme kesukuan antara Aus dan Khazraj dan menyatukan mereka dalam persaudaraan Islam. Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ أَنْتُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ لَيَدَعَنَّ رِجَالٌ فَخْرَهُمْ بِأَقْوَامٍ إِنَّمَا هُمْ فَحْمٌ مِنْ فَحْمِ جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنْ الْجِعْلَانِ الَّتِي تَدْفَعُ بِأَنْفِهَا النَّتِنَ

“Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan (fanatisme) ala Jahilliyah dan kebanggaan kalian dengan nenek moyang. (Yang ada adalah) orang beriman yang bertakwa dan orang yang jahat yang celaka. Kalian adalah anak cucu Adam, dan Adam tercipta dari tanah. Maka, hendaklah orang-orang meninggalkan kebanggaan mereka terhadap bangsanya; sebab mereka hanya (akan) menjadi arang jahannam, atau di sisi Allah mereka akan menjadi lebih hina dari serangga yang mendorong kotoran dengan hidungnya.” (HR Abu Daud).

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Selain tidak boleh melebihi dan menghalangi kecintaan pada saudara seiman, cinta pada saudara sebangsa dan setanah air juga tidak boleh membuat kita membiarkan mereka melakukan kezhaliman. Bukan disebut cinta namanya membiarkan saudaranya melakukan kezhaliman. Oleh karenanya, kepada saudara sesuku dan sebangsa pun kita harus tetap mengajak kepada hidayah Allah dan mencegah kemungkaran yang dilakukan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah (fanastisme), bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.”[HR. Abu Dawud No.4456].

 
عَنْ بِنْتِ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ أَنَّهَا سَمِعَتْ أَبَاهَا يَقُولُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْعَصَبِيَّةُ قَالَ أَنْ تُعِينَ قَوْمَكَ عَلَى الظُّلْمِ

Dari Putri Watsilah bin Al-Asqa’, ia mendengar Ayahnya berkata: Aku berkata, “Yaa Rasulullah, apa itu ashabiyah?”. Rasul menjawab: “Engkau menolong kaummu dalam kezaliman.”[HR. Abu Dawud No.4454].

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dengan batasan ini kecintaan kita kepada saudara sebangsa dan setanah air justru akan lebih adil dan proprosional. Bukan cinta membabi buta yang membuat kita mengabaikan saudara seiman atau cinta yang mencelakakan karena membiarkan saudara sebangsa melakukan kezhaliman.

Tidak sedikit yang berkoar-koar cinta kepada bangsa dan tanah air, tapi diam saat saudara sebangsa terkena musibah. Diam saat saudara sebangsanya yang juga saudara seiman membutuhkan bantuan karena musibah atau dizhalimi oknum-oknum tak bertanggungjawab. Diam saat penjajah-penjajah modern dari kalangan kapitalis menginjak kedaulatan dan merebut sumber-sumber daya alam di tanah air sendiri.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Banyak yang menuduh bahwa ukhuwah Islamiyah adalah fanatisme ekslusif yang mengabaikan orang diluar lingkupnya. Padahal jika kita melihat bagaimana cinta dan persaudaraan Rasulullah dan para shahabat, juga umat-umat Islam terdahulu, kita akan dapati bahwa kecintaan mereka pada Islam, eratnya persaudaraan mereka, akan menyebarkan cinta yang lebih luas kepada sekitarnya, kepada bangsanya dan kepada negeri di mana dia tinggal. Memang demikianlah. Kita baru bisa merasakan kesaktian islam sebagai rahmatan lil alamain, bukan ketika kendur dalam berislam tapi justru sebaliknya; saat kita kuat dalam berpegang teguh dengannya.

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

Khutbah Kedua

الْحَمْدَ لله الَّذِي أَنَارَ قُلُوْبَ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ بِنُوْرِ كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ وَجَعَلَ الْقُرْآنَ شِفَاءً لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدَى وَرَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ النَّبيِّ الْعَرَبِيِّ اْلأُمِّيِّنَ اَلَّذِي فَتَحَ اللهُبِهِ أَعْيُناً عُمْياً وَأَذَاناً صُمًّا وَقُلُوْبَاً غَلْفاً وَأَخْرَجَبِهِ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَي النُّوْرِ. صَلاَةً وَسَلاَماً دَائِمَيْنِ عَلَيْهِإِليَ يَوْمِ الْبَعْثِ وَ النُّشُوْرِ وَعَلَىآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ اْلأَطْهَرِ وَأَصْحَابِهِ اْلأَبْرَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إِلَي يَوْمِ الدِّيْنَ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواصَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمً

اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِوَمَنْ تَبِعَهُ بِإحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.اَللَّهُمَّ لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.اَللَّهُمَّاغْفِر لَناَ وَلِوَالِديْناَ وَلِلمُؤمِنِينَ يَومَ يَقُومُ الحِسَابُ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ

عِبَادَ الله،إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

Baca Juga Khutbah Lainnya:
Solusi Andalan Saat Sulit dan Terjepit, Hati Gersang Karena Iman Telah Usang, Keluarga, Fondasi Utama Kekuatan Umat

Jaringan Islamisasi Jawa-Maluku

Islamisasi merupakan proses yang membentuk jaringan panjang di dunia Islam. Melalui aktivitas perdagangan, para dai berhasil membangun hubungan antarpulau. Jika Islam berhasil didakwahkan di satu pulau, maka dari pulau itu akan berangkat para dai untuk mendakwahkan Islam ke pulau lainnya. Demikianlah yang terjadi di kepulauan Nusantara. Dari ujung barat Sumatra, para dai yang banyak berprofesi sebagai pedagang kemudian melanjutkan gerak Islamisasi ke Jawa. Dari Jawa, gerak Islamisasi dilanjutkan ke pulau-pulau di sebelah utara dan timur, seperti Kalimantan, Madura, Sulawesi dan Maluku.   

Hubungan Dagang dan Dakwah

Sebelum kedatangan Portugis dan Spanyol ke Asia pada pergantian abad 15 ke 16 M, orang Jawa menguasai perdagangan laut di Kepulauan Nusantara. Periode 1300-1500 merupakan masa kejayaan perdagangan Jawa. Di sebelah barat, orang Jawa sejak 1286 menguasai Palembang –ibukota Sriwijaya– yang ramai dikunjungi para pedagang asing. Setelah Palembang mengalami kemunduran pada akhir abad 14 M, sejumlah pedagang Hindu Jawa melakukan eksodus. Mereka kemudian memindahkan aktivitas perdagangan ke Malaka. Di Malaka, para pedagang Hindu Jawa berhubungan dengan orang-orang Muslim dari Gujarat yang giat melakukan dakwah sehingga dengan cepat mereka memeluk Islam. (B. J. O. Schrieke, Kajian Historis Sosiologis Masyarakat Indonesia, Jilid 1, hlm. 19-21)

Baca Juga: Islam Nusantara dan Islam Arab

Aktivitas perniagaan Malaka menyebabkan agama Islam tersebar ke wilayah yang lebih luas. Dalam hubungan ini, perdagangan menjadi faktor yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Malaka memainkan peran penting dalam konversi Kepulauan Maluku melalui pelabuhan-pelabuhan laut di Jawa, dimana mereka sendiri memeluk Islam akibat pengaruh Malaka. (M. A. P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara, hlm. 33)   

Orang Jawa menjadi penghubung perdagangan rempah antara Maluku dengan Malaka. Tuban adalah pelabuhan terbesar di Jawa. Kota ini menjadi gudang besar rempah-rempah dari Maluku. Dari sini, rempah-rempah kemudian dibawa ke Malaka untuk dipasarkan ke India hingga Eropa di barat maupun ke Cina di timur. Sementara itu, kebutuhan beras di Maluku disuplai dari Jawa yang dikenal sebagai penghasil beras. (H. Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia 1, hlm. 33)          

Santri Giri Berdakwah di Maluku

Dengan memanfaatkan hubungan yang telah terbangun antara Jawa dan Maluku, pada akhir abad 15 berangkatlah seorang santri Giri asal Minangkabau bernama Dato’ Maulana Husain ke Ternate. Ia pandai membaca Al-Qur’an dan suaranya amat merdu. Hampir setiap malam ia membaca kitab suci itu dengan baik dan menarik pribumi Ternate. Akibatnya, banyak pribumi Ternate datang ke rumahnya sekadar mendengar tilawah Al-Qur’an. Jumlah mereka semakin membengkak dari hari ke hari.

Di antara pengunjung pribumi ini ada yang mengajukan permintaan agar diajarkan membaca Al-Qur’an seperti yang dilakukan Maulana Husain. Dengan cara halus, Maulana Husain mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci orang Islam. Untuk membacanya, seseorang harus terlebih dahulu menjadi Muslim. Orang-orang Ternate tidak keberatan menerima persyaratan itu. Sejak saat itulah, mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Maulana Husain membuka pengajian untuk mengajari mereka membaca Al-Qur’an dan agama Islam.

Maulana Husain juga ahli kaligrafi. Keahliannya digunakan untuk menulis ayat-ayat suci Al-Qur’an di atas sebilah papan. Keahlian ini membuat kawula Ternate kagum dan berhasrat mempelajarinya. Dakwah Maulana Husain akhirnya menerobos ke dalam istana. Kolano (gelar raja-raja Maluku sebelum Islam) Marhum sendiri tertarik dan sering mengundang Maulana Husain untuk membaca Al-Qur’an dan berdakwah di istana. Akhirnya, Kolano Marhum memeluk Islam dan memerintahkan para bobato dan keluarganya untuk mengikuti jejaknya. Dengan demikian, Kolano Marhum telah membidani lahirnya komunitas Muslim pertama kerajaan Ternate. Marhum wafat pada 1486. Untuk pertama kali dalam sejarah Kerajaan Ternate, seorang Kolano dimakamkan sesuai syariat Islam. (M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah, hlm. 62-63)        

Sultan Ternate Nyantri ke Giri

Sepeninggal Marhum, putranya yang bernama Zainal Abidin menggantikan posisinya memimpin Ternate. Ia adalah pemimpin pertama Ternate yang bergelar sultan. Sejak kecil ia tumbuh dalam didikan Maulana Husain. Semangatnya untuk mempelajari Islam sangat tinggi. Oleh karena itu, pada 1495 ia berangkat ke Jawa guna melanjutkan belajar kepada Sunan Giri.

Ia diterima belajar di pesantren Giri selama 3 bulan. Di pesantren ini, ia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih). Menjadi murid salah seorang Wali Sanga yang terkenal merupakan idamannya sejak remaja. Karena informasi yang disampaikan Maulana Husain, ia tahu betapa tinggi pengetahuan agama Sunan Giri. Zainal Abidin merupakan satu-satunya Sultan asal Maluku yang menimba ilmu dari salah seorang Wali Sanga.

Baca Juga: Awal Islamisasi Maluku

Selama di Giri, Sultan Zainal Abidin bertemu dengan pemimpin Hitu, Pati Tuban, yang juga disebut Pati Putik. Keduanya menjalin persahabatan dan kerja sama yang memberikan pengaruh agak lebih besar kepada Sultan Ternate yang waktu itu mempunyai kekuasaan yang luas. Selain itu, Sultan Zainal Abidin juga berhasil membina persahabatan dengan orang-orang Jawa yang berpengaruh dan berkuasa. Dalam pelayaran pulang, ia sempat singgah di Makasar dan Ambon untuk membangun hubungan persahabatan dengan berbagai penguasa lokal di sana.

Selama berada di Jawa, Sultan Zainal Abidin sempat merekrut beberapa guru agama. Yang paling terkenal dan terpandai di antara mereka adalah Tuhubahahul. Ia ikut ke Ternate dan membantu Sultan dalam menyebarkan agama dan budaya Islam di sana. Beberapa ulama diboyong ke Ternate, diberi tugas sebagai guru agama, muballigh, dan ada pula yang diangkat sebagai imam. Inilah cikal bakal lembaga Imam Jawa dalam struktur Bobato Akhirat pada pemerintahan kesultanan Ternate. (Kepulauan Rempah-rempah, hlm. 64-65; J. Keuning, Sejarah Ambon Sampai Akhir Abad ke-17, hlm. 3-4) Wallahu a‘lam. (Redaksi/Sejarah/Islamisasi)

 

Tema Terkait: Sejarah Islam, Nusantara, Islamisasi

ICMI Harus Jadi Perekat dan Katalisator Umat

Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Papua periode 2009-2014, Dr Muhamad Abud Musaad, Msi mengatakan, ICMI Papua harus bisa berfungsi sebagai perekat umat Islam secara internal dan katalisator semua umat secara eksternal.

“Artinya ICMI bukan saja hanya mengakomodir kepentingan umat Muslim, tetapi seluruh masyarakat umat beragama di Papua,” kata Musaad di Jayapura, Sabtu, usai resmi dilantik menjadi ketua ICMI Papua.

Muhamad Musaad mengutip ceritera dari Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua, Pendeta Herman Saut, yang mengatakan bahwa, masuknya Ottow dan Geissler, dua orang penginjil Jerman di tanah Papua pada 155 tahun silam, adalah atas izin dari Sultan Tidore kala itu.

Bahkan, katanya menambahkan, Ottow dan Geissler yang oleh orang Papua dikenal sebagai pembawa Injil masuk di tanah Papua, yang dirayakan setiap 5 Februari, saat pertama kali menginjak tanah Papua, diantar dengan pengawalan pasukan Kesultanan Tidore.

“Lihat saja, di masa lalu saja, kita sudah bisa melihat kehidupan kerukunan antarumat beragama yang begitu harmonisnya. Kenapa saat ini semakin pudar dan terkadang dijadikan alasan untuk berselisih paham,” ujarnya.

Lebih lanjut Muhamad Musaad juga mengajak semua pihak dan komponen umat beragama yang ada di Papua, untuk tetap bersama-sama mengawal hubungan solidaritas hidup beragama di Tanah Papua yang sudah sangat baik selama ini.

“Mari kita semua segenap komponen bergandengan tangan untuk menjaga komitmen kita menjadikan Papua sebagai Tanah damai,” lanjutnya.

Pengurus ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Papua periode 2009-2014, secara resmi dilantik oleh Ketua Presidium ICM Pusat, Prof DR Azyumardi Azra di Jayapura, Sabtu.

Sesuai hasil Musprov ICMI Papua beberapa waktu yang lalu, Dr Muhamad Abud Musaad Msi, terpilih menjabat sebagai ketua ICMI Papua, Wakil ketua Dr H Mansur, M, Sekretaris, Drs Djoko Dasri dan Bendahara, H, Rustan Ramli.

Tampak hadir dalam pelantikan pengurus ICMI Papua antara lain, Wakil Gubernur Papua, Alex Hessegem, wakil bupati kabupaten Keerom Papua, Waghfir Kosasih, utusan dari unsur TNI/Polri, Muspida dan undangan lainnya.

sumber: hidayatullah.com