Abdullah bin Ummi Maktum, Mujahid buta Pemegang Bendera Islam

Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah berhadapan dan berdialog dengan para pembesar Quraisy. Beliau sangat berharap para tokoh tersebut bisa mendapat hidayah Islam, sehingga bisa mengajak kaumnya untuk turut masuk Islam.

Saat pembicaraan menghangat, tiba-tiba muncullah seorang buta dan menyeru, “Muhammad, Muhammad, ajarkanlah padaku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.”

Ada rona ketidaksukaan pada wajah beliau. Beliau pun berpaling dari lelaki buta tersebut. Ya, kesempatan emas mendakwahi para pentolan Quraisy ini jangan sampai terganggu. Beliau pun terus berbicara dengan para tokoh tersebut.

Setelah selesai berbicara dengan para tokoh tersebut, beliau hendak untuk pulang ke rumah. Tetapi tiba-tiba ada sesuatu yang memberatkan kepala beliau. Ternyata turunlah enam belas ayat dari surat ‘Abasa.

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya…”. (QS. ‘Abasa [80]: 16).

Siapakah lelaki buta yang karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam langsung mendapat teguran dari langit? Ia tidak lain adalah Abdullah bin Qais, yang masih sepupu Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Ibunya, Atikah binti Abdullah lebih dikenal dengan sebutan Ummi Maktum, karena telah melahirkan anak yang buta sejak lahir. Maka Abdullah bin Qais lebih dikenal dengan sebutan Abdullah bin Ummi Maktum.

Kebutaan matanya ternyata tidak menghalanginya untuk menerima hidayah Islam. Bahkan hatinya melihat kebenaran dan bersemangat meraihnya, sehingga beliau mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mendapat pengajaran Al Qur’an. Sedangkan pentolan-pentolan Quraiys yang diharapkan masuk Islam ternyata telah buta hatinya tidak bisa melihat kebenaran Islam. Makanya Allah memperingatkan Nabi-Nya untuk mengutamakan para pencari kebenaran meskipun dari kalangan orang biasa, daripada tokoh-tokoh  kaum yang tidak peduli dengan Islam.

Sejak peristiwa itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam semakin memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum, mendekatkan tempat duduknya dengan beliau, menanyakan tentang kebutuhannya dan memenuhinya.

Ketika penindasan Quraisy kepada kaum muslimin di Makkah semakin menjadi-jadi, Allah mengijinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Dan orang yang paling dahulu meninggalkan tanah airnya menuju bumi hijrah adalah Mush’ab bin Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum. Sesampainya di Madinah, mereka berdua berpencar dan mulai mengajarkan Al-Qur’an kepada penduduk Madinah.

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, Abdullah bin Ummi Maktum mendapat kehormatan bersama Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan panggilan shalat menyeru manusia menuju keberuntungan selama lima kali sehari semalam. Kebutaan matanya tidak menghalangi beliau untuk selalu melazimi shalat berjama’ah yang diperintahkan Rasul untuk selalu menghadirinya.

Kehormatan lain dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin Ummi Maktum adalah pernah beberapa kali ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari Madinah untuk menyerang musuh, maka kepemimpinan kota Madinah diserahkan kepada Abdullah bin Ummi Maktum.

Suatu ketika selepas perang Badar, turunlah ayat yang memuji mujahidin. Firman-Nya:

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah …”(QS. An-Nisa: 95)

Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskannya. Abdullah bin Ummu Maktum lantas bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana halnya dengan orang yang tidak mampu berjihad?”

Tidak lama berselang dari pertanyaan tersebut, Rasulullah langsung mendapat wahyu yang melengkapi ayat tersebut, sehingga menjadi:

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak terut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. (QS. An-Nisa: 95)

Ayat tersebut menjadi hujjah bagi orang semisal Abdullah bin Ummi Maktum untuk tidak ikut berjihad karena udzur yang mereka miliki.

Namun jiwa yang besar tidak rela kecuali untuk meraih pahala yang besar. Meskipun sudah mendapat udzur dari Allah, tetapi Abdullah bin Ummi Maktum tidak tinggal diam. Justru sejak saat itu beliau bertekad untuk mengikuti pertempuran melawan musuh-musuh Allah. Beliau berkata: “Tempatkanlah saya diantara dua barisan pasukan, berikan bendera kepada saya, maka saya akan membawanya untuk kalian dan akan menjaganya…saya adalah lelaki buta yang tidak akan bisa lari dari medan tempur..” Sungguh, satu keberanian yang luar biasa. Tetapi memang begitulah para lelaki tempaan Rasulullah, yang hatinya terpaut dengan akhirat, sehingga tidak ada yang ditakutinya di dunia ini selain Allah dan siksa-Nya.

[bs-quote quote=”Abdullah bin Ummi Maktum berkata: “Tempatkanlah saya diantara dua barisan pasukan, berikan bendera kepada saya, maka saya akan membawanya untuk kalian dan akan menjaganya…saya adalah lelaki buta yang tidak akan bisa lari dari medan tempur..” ” style=”default” align=”center” color=”#2a79bf”][/bs-quote]

Sepeninggal Rasulullah, Abdullah bin Ummi Maktum tetap tegar dalam perjuangan Islam bersama kaum muslimin lainnya. Bahkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau mengikuti ekspedisi jihad yang cukup menantang. Pergi ke tanah Persia dengan satu tekad, taklukkan negeri adidaya penyembah api tersebut.

Di bawah kepemimpinan panglima Sa’ad bin Abi Waqash, kaum muslimin pergi ke Qadisiyah untuk memberangus kekuatan durjana. Dan perang besar pun berkecamuk. Pertempuran antara pemegang panji tauhid dengan kaum musyrikin. Dan di tengah-tengah medan pertempuran, bendera kaum muslimin berkibar dengan teguh dipegang seorang lelaki yang tidak mungkin lari dari medan perang. Ya, tidak lain ialah Abdullah bin Ummi Maktum.

Setelah tiga hari pertempuran berjalan, akhirnya kemenangan diraih pasukan penegak tauhid. Salah satu negeri super power dunia pada masa itu, takluk kepada kaum muslimin setelah melalui perjuangan dan pertempuran dahsyat, serta melalui syahidnya ratusan mujahidin. Salah satunya adalah Abdullah bin Ummi Maktum, yang didapati tubuhnya bersimbah darah dengan tetap memeluk bendera kaum muslimin.

Wahai Abdullah bin Ummi Maktum, selamat atas prestasimu meraih puncak ketinggian Islam. Berjihad dan mati syahid, padahal seandainya engkau tidak ikut berjihad dan diam di rumah, tidak ada yang mencelamu. Namun bersihnya mata hatimu tak rela kecuali mendapat puncak ketinggian Islam. Semoga kami dapat meniti jejak kebaikanmu. Wallahu a’lam.

Oleh: Redaksi/Teladan Islam

Strategi Portugis Melumpuhkan Islam Di Nusantara

Ekspansi Portugis ke Nusantara pada abad 16 diwarnai oleh semangat anti-Islam. Sebab, Semenanjung Iberia –negeri mereka– pernah dikuasai oleh pemerintahan Muslim (711-1492). Dengan semangat ini, armada Portugis menjelajahi Laut Merah, Laut Arab dan Samudra Hindia untuk mengkristenkan umat Islam dan melakukan perdagangan. Untuk itu, Pulau Socotra di Selat Aden direbut pada 1505. Pada 1507, Hormuz, salah satu pusat perdagangan di Teluk Persia, juga ditaklukkan. Agar bisa menaklukkan Jeddah, sebuah armada laut Mamluk dihancurkan di Laut Merah pada 1509.

 

Mengkristenkan Pribumi

Pada 1500 dibentuk suatu komite bernama komite Cabral. Komite ini bertugas memberikan informasi kepada penguasa Calicut tentang permusuhan Portugis terhadap Muslim. Komite Cabral mengultimatum umat Islam bahwa Portugis merampas kapal dan harta umat Islam sebanyak mungkin. Jika umat Islam tidak bersedia murtad ke Kristen, mereka akan dihadapi dengan senapan dan pedang. Mereka akan diperangi tanpa kasih sayang.

Alfonso D’Albuquerque berencana membelokkan Sungai Nil untuk melumpuhkan Mesir, salah satu pusat perlawanan Islam. Selanjutnya Portugis akan menaklukkan Aden sehingga terbukalah jalan untuk menghancurkan Mekah untuk selamanya. Meksipun rencana itu tidak berhasil, permusuhan terhadap Islam tetap berlanjut. Mereka merampas dan membakar kapal dagang Muslim dan mengurangi impor Mesir dari Asia sehingga Gujarat dan Aden, dua pelabuhan dagang utama itu, mengalami kerugian.

Mesir sebenarnya sudah diminta untuk mencegah Kristenisasi Muslim secara paksa dan agar Portugis tidak menghalangi pelayaran ke India. Akan tetapi, Portugis rupanya telah bertekad untuk tetap menjalankan program Kristenisasi itu, sebagaimana disampaikan Raja Manuel kepada penguasa Calicut dalam suratnya, “…kami boleh percaya bahwa Tuhan kami tidak menakdirkan sesuatu yang menakjubkan seperti perjalanan kami ke India hanya untuk meningkatkan hubungan duniawi, tetapi juga untuk keuntungan spiritual dan keselamatan jiwa yang kami harus memberikan penghargaan yang lebih tinggi.” (B. J. O Schrieke, Kajian Historis Sosiologis Masyarakat Indonesia, Jilid 1, hlm. 53-54)

Pada 1511 Portugis berhasil menaklukkan Malaka. Setelah peristiwa ini, datanglah kapal-kapal Portugis berikutnya. Orang Portugis yang datang itu membawa misionaris yang giat menyebarkan agama Kristen. Franciscus Xaverius, misionaris yang masyhur, sering mengunjungi Malaka. Gereja Kristen Roma segera berdiri. Jemaatnya tidak hanya terdiri dari orang Portugis, tetapi juga orang Indo-Portugis, India, dan Cina. Orang Melayu Islam dari semula susah menerima agama Kristen. Pada 1557 Malaka sudah menjadi tempat tinggal seorang uskup, tetapi jumlah orang Kristen hanya beberapa ratus. (J. D. Wolterbeek, Geredja-Geredja di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, hlm. 85)

Ekspansi misionaris Portugis kemudian berlanjut ke wilayah lain di Nusantara, seperti Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Di wilayah tersebut, misi Portugis bersaing dengan dakwah Islam. Kedatangan Portugis memang antara lain untuk membendung dakwah Islam. (Jan. S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, hlm. 40-46)

 

Membangun Koalisi Melawan Islam

Untuk menghadapi kekuatan Islam, Portugis sengaja membangun koalisi bersama pihak-pihak yang berseteru dengan umat Islam. Dalam pertarungannya melawan Turki Sunni, Portugis bersekutu dengan Persia Syiah. Upayanya untuk menghancurkan monopoli perdagangan dari para pedagang Muslim di pesisir India mendapat dukungan mayoritas penduduk Hindu. Orang Portugis menyediakan senjata api bagi para penguasa Hindu. Mereka mengimpor kuda dari Arabia dan Persia ke negara-negara di India bagian selatan. Di negara-negara tersebut, binatang-binatang ini tidak dikembangbiakkan walaupun sangat berguna bagi para penguasa Hindu untuk menghadapi ekspansi Muslim di daratan utama India. Oleh karena itu, para Maharaja menjadi bergantung pada orang asing.

Di wilayah Nusantara, orang Portugis juga berupaya menjalin hubungan erat dengan negara-negara Hindu Jawa. Mereka berupaya bersikap baik dengan para pedagang Hindu di wilayah ini. Hasilnya di pelabuhan laut Malaka, elemen Hindu memajukan permukiman Portugis. Setelah penaklukan, mereka menduduki posisi paling penting dalam kehidupan perniagaan di pelabuhan. (M.A.P. Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara; Sejarah Perniagaan 1500-1630, hlm. 121-122)

Sejak dikudeta oleh Girindrawardhana pada 1478, hubungan penguasa Majapahit dengan umat Islam di Jawa menjadi buruk. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang menghormati Islam, Girindrawardhana sangat membenci dan memusuhi Islam. Pada masa pemerintahannya (1478-1498) itulah terjadi perang pertama antara Demak dan Majapahit. (Solichin Salam, Sekitar Walisanga, hlm. 12)

[bs-quote quote=”Untuk menghadapi kekuatan Islam, Portugis sengaja membangun koalisi bersama pihak-pihak yang berseteru dengan umat Islam. Dalam pertarungannya melawan Turki Sunni, Portugis bersekutu dengan Persia Syiah. ” style=”default” align=”center” color=”#1872a5″][/bs-quote]

Raja berikutnya, Prabu Udara, tidak jauh berbeda dengan Girindrawardhana. Karena tidak senang melihat kemajuan Demak, pada 1512 ia mengirim utusan ke Malaka menghadap Albuquerque. Utusan ini menyerahkan hadiah berupa 20 buah gamelan kecil yang terbuat dari logam, 13 batang lembing dan lainnya. Maksud pengiriman utusan tadi adalah meminta bantuan Portugis guna memerangi kerajaan Islam Demak. Hal inilah yang memaksa Demak mengangkat senjata melawan Majapahit kedua kalinya pada 1517. (Solichin Salam, Sedjarah Islam di Djawa, hlm. 43 dan Saefuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, hlm. 331)

Pada 1522 panglima Portugis Henrique Leme mengadakan perjanjian persahabatan dengan raja Pajajaran. Raja Sunda ini menganggap Portugis dapat membantunya dalam perang melawan orang Islam yang di Jawa Tengah telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja Majapahit. Sebelum bantuan Portugis datang, Demak mengirim Sunan Gunung Jati pada 1525 untuk menduduki Banten. Dua tahun berikutnya, Sunda Kelapa berhasil diambil alih juga. Karena tidak tahu peristiwa ini, orang Portugis sempat datang ke Sunda Kelapa untuk mendirikan perkantoran berdasarkan perjanjian pada 1522. Oleh pasukan Sunan Gunung Jati, mereka ditolak dengan kekerasan senjata. (H. J. De Graaf, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, hlm. 134-135)

 

Kolom ini ditulis oleh: Ust. M. Isa Anshari/Sejarah Islam Indonesia

10 Hal Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Membela Palestina

Palestina memang jauh di sana. Butuh sekiranya 8-10 jam-an untuk menuju ke sana itupun dengan pesawat terbang. Belum lagi sulitnya birokrasi mengurus surat masuk dengan pemerintah setempat maupun pemerintah penjajah Israel.

Dalam Islam, persaudaraan tidak terikat dengan sekat negara maupun benua. Ukhuwah Islamiyah dibangun atas landasan iman dan islam. Selama mereka beriman kepada Allah dan memasrahkan diri mereka kepada-Nya, mereka adalah saudara kita dan kita wajib membela sepenuh tenaga, harta dan jiwa.

Bila jarak menjadi penghadang dan jauhnya perjalanan membuat kita tidak bisa menyatukan dada dan bertemu rupa secara langsung dengan saudara-saudara di Palestina, setidaknya masih ada cara untuk mendekat dan memberikan pompa semangat.

Dr. Raghib as-Sirjani, dalam kitabnya Filasthin wajibatul Ummah, berkata bahwa ada sepuluh hal yang bisa dilakukan oleh segenap kaum muslimin hari ini untuk membela negeri suci Palestina. Kesepuluh hal tersebuh adalah;

 

1.Menyerahkan Diri Secara Total Kepada Allah Ta’ala

Tidak akan terwujud sebuah kemenangan tanpa pertolongan dari Allah. Oleh itu, pertama yang harus dilakukan kaum muslimin adalah tunduk dan patuh kepada Allah semata. Menekuni segenap perintah dan ketaatan serta meninggalkan segala larangan.

 

2.Memahami Persoalan Palestina Dengan Benar dan Dari Sumber yang Benar

Banyak sekali pandangan dan teori-teori yang mengatakan tentang sebab-musabab terjadinya masalah bangsa palestina. Sebagai seorang muslim kita harus mendengar dan memahami persoalan ini dengan benar dan merunut penjelasan al-Quran dan hadits serta bimbingan para Ulama.

 

3.Bergerak Aktif Membela Urusan Palestina

Tidak akan bermanfaat apa yang kita pahami kecuali direalisasikan. Maka bentuk nyatanya adalah membela Palestina dengan kapabilitas masing-masing individu muslim. Jika ia aktif di media, ia harus aktif menyuarakan tentang kezhaliman yang dialami bangsa palestina. Jika ia seorang pemimpin Negara, bagaimana menyuarakan pendapat dan menentang kezhaliman yang sangat luar biasa ini, dan seterusnya.

 

4.Bersatu dan Meninggalkan Perpecahan

Salah satu kepintaran para musuh islam adalah memecah belah kaum muslimin dengan perkara yang remeh-temeh. Dengan bersatunya kaum muslimin dan mengesampingkan perbedaan, maka kemenangan Islam akan segera datang.

 

5.Membangkitkan Semangat Jihad Pada Diri Sendiri dan Umat

Keadaan dimana tidak memungkinkan seluruh kaum muslimin pergi berjihad ke tanah Palestina. Akan tetapi kewajiban untuk memiliki tekad berjihad harus selalu terpupuk dalam diri dan umat demi untuk membela kehormatan agama.

 

6.Jihad Dengan Harta.

Hal yang paling mudah kita perbuat untuk membela Palestina adalah dengan bersedekah dan menggalang donasi. Bisa melalui lembaga-lembaga kemanusiaan dan lembaga sosial lainnya.

 

7.Memboikot Produk Zionis dan Para Pendukungnya

Banyak yang tidak sadar, dengan membeli sebuah produk buatan zionis Israel, ia telah menembakkan satu peluru terhadap saudara di Palestina. Karena mereka para Zionis mendapatkan uang untuk membeli senjata tak lain dari laba dan penjualan produk-produk yang mereka kelola beserta para anteknya. Stop membeli produk Zionis mulai sekarang!

 

9.Memupuk Harapan dan Asa Untuk Menang

Banyak yang sudah merasa kalah dengan pertarungan antara kezhaliaman dan kebenaran yang ada di Palestina. Sehingga mereka acuh dan berpikir untuk menyerah. Mereka pesimis bahwa kemenangan yang nyata dari Allah itu akan benar-benar datang meski darah bercucuran. Yakin akan janji kemenangan dari Allah adalah kunci dari menang itu sendiri.

 

9.Menguatkan Kesabaran

Tidak ada yang mampu menyaingi indahnya kesabaran. Andaikata kaum muslimin berhenti bersabar atas segala penderitaan, usai sudah perjuangan. Padahal bisa jadi kemenangan tinggal di depan mata.

 

10.Mempelajari Sejarah Palestina dengan Benar

Banyak sekali referensi yang memutar-balikkan fakta tentang Palestina. Sebagai seorang muslim memiliki kewajiban untuk mengambil ilmu dari sumber yang benar, agar tidak terjatuh kedalam lubang syubhat dan terhindar dari kedustaan.

 

Setidaknya sepuluh hal ini yang disampaikan oleh Dr. Raghib as-Sirjani sebagai kewajiban kaum muslimin untuk membela Palestina. Dengan demikian, jarak tak lagi menjadi alasan, harta tak lagi membebani bila memang tidak memiliki, karena masih ada sembilan cara yang bisa kita lewati sebagai bukti iman dan bukti keberpihakan.

Andai saja tiap-tiap kaum muslimin bersatu-padu merealisasikan kesepuluhnya, bukan tidak mungkin derita Palestina akan segera sirna dan masjid al-Aqsha akan kembali ke pangkuan Islam. Sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.

 

Oleh: Nurdin/Terkini

 

Baca Juga: