Khutbah Jumat: Bila Hati Rindu Haji

KHUTBAH JUMAT

Bila Hati Rindu Haji

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

 يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا {} يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد

فإن أحسن الحديث كلام الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثةٍ بدعة وكل بدعةٍ ضلالة وكل ضلالةٍ في النار

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Saat ini, kita berkumpul di sini dalam keadaan baik dan sehat. Sementara di tempat lain, saudara-saudara tengah mengalami musibah bencana alam. Ada yang kehilangan keluarga, rumah dan semua isinya bahkan ada yang kehilangan seluruh miliknya. Semoga Allah merahmati kita dan mereka yang terkena musibah, serta memberi mereka kesabaran.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada para shahabat dan orang-orang yang mengikuti jalannya sampai hari kiamat.

Tidak ada nasihat yang lebih baik daripada nasihat yang mengingantkan kita untuk selalu bertakwa dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Inti dari takwa adalah rasa takut dan waspada terhadap segala hal yang dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan yang tidak diridhoi Allah. Seperti kehati-hatian kita saat berjalan di jalan setapak yang banyak lubang dan duri.

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Meski tak ada air terjun seindah Niagara di tempat ini. Tak ada pula aneka taman bunga yang indah berseri. Ataupun Dunia Fantasi yang menyenangkan buah hati. Tapi semua pengunjung betah di tempat ini. Banyak hati rindu untuk mendatangi, dan banyak doa terlantun agar bisa mendatangi.

Itulah kota Makkah al-Mukarramah di mana Ka’bah berada di dalamnya. Tak ada tempat ibadah ataupun wisata manapun yang lebih banyak dikunjungi dari tempat ini. Dan tak ada lokasi yang lebih mengesankan dan lebih dirindukan berkali-kali melebihi tempat ini.

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Bagaimana seorang muslim tidak merindukannya. Di situlah tempat di mana Islam bermula, tempat di mana Rasulullah dilahirkan, dan di situlah banyak peristiwa-peristiwa besar dan mengesankan terjadi dalam sejarah. Membaca dan mengingat sejarahnya saja, membuat hati kita haru, lantas bagaimana kiranya tatkala kita bisa menginjakkan kaki di sana.

Namun, kerinduan seorang muslim bukan semata-mata karena faktor nostalgia kesejarahan. Lebih dari itu, karena banyak sisi fadhilah dan keutamaan yang bisa didapatkan.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan dalam Zaadul Ma’ad, “Allah Ta’ala telah memilih beberapa tempat dan negeri, yang terbaik serta termulia adalah tanah Haram. Karena Allah Ta’ala telah memilih bagi nabinya –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan menjadikannya sebagai tempat manasik dan sebagai tempat menunaikan kewajiban. Orang dari dekat maupun jauh dari segala penjuru akan mendatangi tanah yang mulia itu.”

Itulah tempat yang diberkahi sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ ﴿٩٦﴾

 “Sesungguhnya pertama kali rumah ibadah yang diletakan untuk manusia adalah yang ada di Makkah yang di berkati dan sebagai petunjuk ( kiblat ) bagi seluruh manusia” (QS.  Ali Imron: 96)

Begitu mulianya tempat itu, hingga shalat yang dikerjakan di dalamnya lebih utama dari seratus ribu shalat di tempat yang lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, al-Albani mengatakan, “shahih”)

Wajar, jika kita melihat manusia berduyun-duyun memakmurkan Masjidil Haram setiap waktunya. Bahkan hingga kini, terbilang sulit untuk mencari tempat sujud di dalamnya, terutama di bulan Ramadhan dan musim haji. Bukan karena sempitnya tempat, tapi karena saking banyaknya manusia yang ingin mendapatkan tempat sujud di dalamnya. Butuh kesungguhan dan datang lebih awal  untuk mendapatkan tempat sujud dengan nyaman.

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Ke tempat yang mulia itu pula Allah mengundang seluruh manusia untuk haji dan beribadah kepada-Nya, bahkan undangan ini berlaku sejak Nabi Ibrahim alaihissalam diperintahkan untuk menyeru manusia, sebagaimana firman-Nya,

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ﴿٢٧﴾

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS Al-Hajj: 27)

Sungguh merupakan karunia besar, jika kita termasuk salah satu yang diberi kekuatan dan kemampuan untuk mendatangi undangan mulia ini.

Haji adalah ritual ibadah tingkat tinggi. Di mana semua potensi dilibatkan dalam prosesi ini. Harta yang tak sedikit harus dicurahkan, segenap tenaga harus dikerahkan, ketegaran mental dan hati mutlak diperlukan. Namun itu semua tak menciutkan nyali orang-orang yang telah merindukannya. Karena hasil yang bisa diraih lebih hebat lagi dari usaha yang dikerahkan.

Betapa tidak, ibadah haji mampu membersihkan dosa-dosa yang kita ‘produksi’ setiap waktunya. Hingga kesempurnaan haji bisa menjadi sebab terhapusnya dosa secara sempurna. Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barangsiapa berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata jorok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan besarnya pengorbanan orang yang berhaji tersebut, maka tidak ada reward atau balasan yang bisa menutup dan mencukupinya selain jannah. Terlalu remeh jika balasan haji hanya sebatas gelar Haji, sebatas bertambahnya relasi atau lancarnya rejeki, Bahkan kenikmatan dunia dan seisinya masih terlalu remeh dan belum cukup untuk mengganjar orang yang berhaji. Dan hanya jannah yang sepadan dan layak diberikan sebagai balasan bagi orang yang berhaji. Rasulullah ﷺ bersabda,

وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ

“Dan haji yang mabrur, tidak ada balasan (yang layak) selain jannah.” (HR Bukhari)

Jadi, hadits ini tidak mengingkari kemungkinan adanya faedah dan keberkahan duniawi yang diperoleh bagi orang yang berhaji. Akan tetapi,  sebagai penekanan bahwa hanya jannah yang bisa mencukupi keutamaan orang yang berhaji.

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Meskipun semua orang merindukannya, belum tentu semua mampu menunaikannya. Karenanya, kewajiban haji berlaku hanya bagi orang yang mampu menempuh perjalanannya. Allah berfirman,

وَلِلَّـهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)

Biasanya, tatkala seseorang membaca ayat ini otomatis tergambar bahwa hanya orang kaya yang bisa berhaji. Sehingga, orang-orang yang belum dikarunia kecukupan harta menjadi ciut nyalinya. Dan tak sedikit diantara kaum muslimin yang belum ada gambaran di benaknya untuk berhaji lantaran melihat minimnya ekonomi.

Ia lupa, bahwa ternyata tak sedikit orang yang miskin namun Allah takdirkan bisa menginjakkan kakinya di Tanah Suci. Sangat menarik dialog seorang tabi’in, Ibrahim bin Ad-ham rahimahullah dengan seseorang yang hendak berhaji.  Suatu kali seseorang yang mengendarai onta melewati Ibrahim bin Adham sedang berjalan kaki, lalu menyapa, “Hendak kemana Anda pergi wahai Ibrahim?” Beliau menjawab, “Saya hendak pergi berhaji.” Orang itu heran dan berkata, “Mana kendaraanmu? Bukankah jalan menuju Mekah itu jauh?” Beliau menjawab, “Saya memiliki banyak kendaraan yang Anda tidak melihatnya.” Makin penasaranlah orang itu lalu bertanya, “Kendaraan apa itu?” Beliau menjawab, “Jika terjadi musibah, kendaraanku adalah sabar, jika mendapatkan nikmat, kendaraanku adalah syukur, dan jika takdir turun, kendaraanku adalah ridha”

Beliau tidak bermaksud mengesampingkan kendaraan pengangkut fisik maupun perbekalan materi. Namun dengan kesiapan hati dan kekuatan mentalnya, seseorang akan mampu mencapai Tanah Suci atau setidaknya memperoleh pahala haji.

Jamaah Jumat Rahmakumullah

Yang mesti dilakukan oleh setiap orang yang merindukan haji adalah mengawalinya dengan niat. Dengan niat yang tulus dan ikhlas, ia tak akan luput dari pahala haji. Bisa jadi dengan niat dan tekadnya yang tulus Allah berkenan memberi kemudahan jalan yang tak disangka-sangka. Dan kisah tentang ini bertebaran dari zaman ke zaman.

Atau jika ternyata Allah tidak mentakdirkan ia sampai ke Baitullah, ia tetap mendapatkan pahala haji karena niatnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

“Perumpamaan umat ini seperti perumpamaan empat golongan; ada orang yang dikaruniai Allah keluasan harta dan ilmu, maka dia mengelola hartanya dengan ilmunya dan ia tunaikan sesuai haknya. Ada orang (kedua) yang tidak dikaruniai kecukupan harta, lalu dia berkata, “Seandainya saya memiliki harta seperti dia, niscaya aku akan berbuat seperti yang ia perbuat.’ Lalu Rasululah bersabda, “Maka keduanya mendapatkan pahala yang sama….” (HR Ibnu Majah)

Maka tatkala seseorang belum diberi karunia harta, lalu ia melihat ada orang kaya yang menggunakan hartanya untuk berhaji dan ia bercita-cita seperti itu, niscaya ia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang berhaji.

Tersebut dalam hadits Bukhari, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً

“Maka barangsiapa yang bertekad melakukan suatu kebaikan dan dia belum mengerjakannya, maka Allah mencatat baginya satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya.” (HR. Bukhari)

Sebagai bukti akan tekad dan niatnya, ia tidak akan tinggal diam. Ia akan berusaha semampunya untuk bisa menjalankannya. Jika seseorang terhalang haji karena kuota yang terbatas, atau antrian terlalu panjang, atau sebab lain sementara dia mampu menempuh perjalanan umroh di bulan lain, hendaknya ia melakukannya.

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, Rasulullah bersabda kepada seorang wanita Anshar, “Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab, “Kami tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor onta yang dipakai untuk mengairi tanaman. Bapak dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta dan meninggalkan satu ekor lagi untuk kami yang digunakan untuk mengairi tanaman.” Nabi bersabda,

فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجّ

Maka apabila datang Ramadhan, berumrahlah. Karena sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji.” Dalam riwayat lain, “Seperti haji bersamaku.

Ibnu Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif berkata, “Dan ketahuilah, orang yang tak mampu dari satu amal kebaikan dan bersedih serta berangan-angan bisa mengerjakannya maka ia mendapat pahala bersama dengan orang yang mengerjakannya…” Lalu beliau menyebutkan riwayat tersebut sebagai satu contohnya.

Semoga Allah memudahkan kita untuk ziarah ke Baitullah yang mulia, aamiin.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ  إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

 

الْحَمْدُ للهِ وَلِيِّ الإِحْسَانِ، لا يَحُدُّهُ الزَّمَانُ وَالمَكَانُ، وَنَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ الوَلِيُّ الحَمِيدُ، وَأشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّـنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَاحِبُ الخُلُقِ العَظِيمِ، أَدَّبَهُ رَبُّهُ فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهُ، وَأَكْرَمَهُ فَجَعَلَهُ خَلِيلَهُ وَحَبِيبَهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الأَبْرَارِ، وَعَلَى تَابِعِيهِمْ مِنْ عِبَادِ اللهِ الأَخْيَارِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

 : فَيَا عِبَادَ اللهِ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

: عِبَادَ اللهِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

وَ أَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ لَذِكْرَ اللهِ أَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

 

Dapatkan versi PDF di Sini: Khutbah Jumat PDF (Bisa langsung diprint)

 

 

Khutbah Jumat: Tak Ada Rehat Kecuali di Jannah Kelak

KHUTBAH JUMAT

Tak Ada Rehat Kecuali di Jannah Kelak

Oleh: Majalah ar-risalah

Versi PDF: Di Sini

الْحَمْدُ للهِ الكَرِيمِ المَنَّانِ، صَاحِبِ الفَضلِ وَالجُودِ وَالإِحْسَانِ، يَمُنُّ وَلا يُمَنُّ عَلَيْهِ، سُبْحَانَهُ لا مَلْجَأَ مِنْهُ إِلاَّ إِلَيْهِ، أَحْمَدُهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهلٌ مِنَ الْحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، حَثَّ عِبَادَهُ عَلَى الإِخْلاصِ فِي العَطَاءِ، وَنَهَاهُمْ عَنِ المَنِّ وَالرِّيَاءِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، قَدَّرَ نِعَمَ اللهِ حَقَّ قَدْرِهَا، وَأَجْهَدَ نَفْسَهُ بِالقِيَامِ بِشُكْرِهَا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَرَضِيَ اللهُ عَنِ التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ

أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ تَعاَلَى ، وَصِيَّةُ اللهِ لَكُمْ وَلِلأَوَّلِيْنَ. قَالَ تَعَالَى: ( وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُواْ اللَّهَ وَإِن تَكْفُرُواْ فَإِنَّ للَّهِ مَا فِى السَّمَاواتِ وَمَا فِى الأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيّاً حَمِيداً) (النساء:131)

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah l atas karunia dan nikmat-nikmatnya. Segala karunia tersebut pada hakikatnya merupakan ujian keimanan. Hamba yang bersyukur akan menggunakan nikmat tersebut untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Semoga kita termasuk golongan hamba tersebut dan bukan termasuk golongan manusia yang kufur nikmat.

Shalawat dan salam semoga selalu terhaturkan kepada rasul kita Muhammad ﷺ, kepada keluarga, para shabat dan segenap pengikutnya yang komitmen dengan sunnahnya hingga akhir masa. Aamiin ya rabbal alamin.

Selaku khatib, perkenankan saya menyampaikan pesan takwa kepada diri saya pribadi, dan kepada jamaah pada umumnya. Marilah kita bertakwa kepada Allah, dengan takwa yang sebenar-benarnya; yaitu dengan menjauhi setiap larangan Allah, dan mengamalkan segala perintah Allah, baik berupa ibadah fardhu maupun sunnah.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Dikisahkan seorang kakek senja usia pulang dari masjid kampungnya. Lalu ia segera mengetuk pintu rumahnya, namun sang istri tak membukakan pintu dengan segera. Hingga ia lelah dan pingsan di depan pintu rumahnya. Beberapa saat kemudian, sang istri yang tak mendengar ketukan pintu menyadari keterlambatan suaminya. Bergegas ia melihat keluar dan ternyata suaminya tergeletak pingsan di depan pintu karena menunggu lama. Ia pun panik, bersusah payah membawanya masuk ke dalam rumahnya.

Lalu menyeka wajahnya dengan air hingga suami siuman dari pingsannya. Sang istri meminta maaf atas keterlambatan ia membukakan pintu untuk suaminya. Akan tetapi sang suami tak memarahinya. Dia hanya berkata, “Saya pingsan bukan karena lamanya menunggu pintu dibuka, tapi karena saya ingat akan suatu hari,  ketika di hadapan Allah saya berdiri lama sementara pintu jannah tertutup di depan mata saya.”

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Begitulah hati yang peka, senantiasa terkait dengan Allah dan Hari Akhir. Dia membayangkan bagaimana kelak jika dia bersusah payah mendatangi jannah, namun pintu tak terbuka untuknya. Pelajaran ini membawa dirinya untuk senantiasa mengusahakan sebab dibukanya pintu jannah untuknya. Karana mudah atau susahnya ia memasuki jannah tergantung upayanya di dunia untuk mendatangi amal-amal yang memudahkan baginya untuk masuk jannah. Tak apalah kita berlelah-lelah di dunia, selagi kita dipermudah untuk memasuki jannah-Nya. Karena itulah, ketika Imam Ahmad bn Hambal ditanya, “mata ar-raahah?” Kapankah datangnya waktu rehat? Maka beliau menjawab, “Yakni saat engkau menginjakkan kakimu di jannah, saat itulah kamu bisa rehat.”

Itulah saat di mana seorang hamba berhasil mencapai sukses tertinggi, keberhasilan yang sebenar-benarnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ

“Maka barangsiapa dijauhkan dari neraka  dan dimasukkan ke dalam jannah maka sungguh ia telah beruntung. (QS. ali Imran: 185)

Maka kalimat al-fauzul ‘azhiem yang bermakna keburuntungan atau sukses besar banyak disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an setelah penyebutan tentang orang-orang yang masuk jannah dan terhindar dari neraka.

Inilah kesuksesan sesungguhnya. Karena kenikmatan jannah bersifat sempurna tanpa terselip kesedihan sedikitpun. Hanya ada kelezatan tanpa kepahitan, rasa aman tanpa ketakutan, semua keinginan tercapai tanpa sedikitpun penghalang, dan akan kekal selamanya tanpa akhiran.

Berbeda dengan apa yang diklaim sebagai kesuksesan di dunia ini. Yang sekarang sudah menduduki jabatan tinggi itu belum sukses yang sebenarnya. Mereka masih menghadapi keruwetan masalah yang di hadapinya, masih menanggung celaan dari orang yang tidak ridha dengan posisinya dan masih takut jika harus lengser dari jabatannya.

Begitupun yang sekarang sudah kaya raya, pun belum bisa dikatakan jaya dengan sebenarnya. Masih ada ambisi dan kehausan akan apa yang belum bisa dicapainya. Ada keresahan hati jika hartanya berpindah atau hilang, dna masih harus menghadapi kedengkian orang lain terhadapnya. Hal yang sama dialami oleh orang-orang tenar dan terkenal.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Memang begitulah isi dunia, semua manusia tanpa beda akan merasakan kesusahan dan kelelahan; mukmin maupun kafir.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. al-Balad: 4)

Sa’id bin Jubeir menafsirkan makna ‘fi kabad’, yakni manusia mengalami kesusahan dan kesulitan dalam mencari mata pencaharian.” Sedangkan Hasan al-Bashri menyebutkan, “Yakni harus menghadapi kesulitan hidup di dunia dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kesusahan di akhirat.”

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Tak ada manusia yang terbebas total dari musibah, kesulitan hidup, kegelisahan, kesedihan maupun rasa sakit. Jangan disangka orang-orang kafir hanya merasakan kesenangan tanpa duka lara. Dari sisi bahaya dan musibah yang dihadapi, nyaris tak ada beda antara keduanya, meski berbeda corak dan variasi. Tak hanya itu, menjadi pejuang kebathilan juga mengharuskan mereka untuk bersusah payah dalam berusaha. Bedanya, ada pengharapan baik bagi orang mukmin sehingga bisa menjadi pelipur lara baginya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ ۖ إِن تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ ۖ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّـهِ مَا لَا يَرْجُونَ ۗ وَكَانَ اللَّـهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan janganlah kalian berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan. Sedang kamu masih dapat mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan.” (QS. an-Nisa’: 104)

Bedanya lagi, sekecil apapun penderitaan yang dialami seorang mukmin bisa menjadi penggugur dosa. Sedangkan musibah yang dialami orang kafir adalah sebagai bonus siksa yang disegerakan di dunia. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى، إِلاَّ حَاتَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطَايَاهُ، كَمَا تَحَاتُّ وَرَقُ الشَّجَرِ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Jamaah Jumat rahimakumullah

Seorang mukmin takkan merasa bosan dan putus asa dalam berikhtiar dan berusaha, hingga tercapai kesuksesan jannah yang didambakannya. Jikalau ada keinginan duniawi yang belum bisa dicapainya, toh akan digantikan dengan yang lebih baik dan lebih kekal di akhirat.

Andaikan yang terjadi di dunia ini selalu sesuai dengan apa yang kita ingini, tentulah jannah tak dirindukan lagi. Dan andai tidak ada duka lara di dunia ini, niscaya tak ada istimewanya rehat di akhirat nanti. Karenanya, ucapan penghuni jannah saat memasuki jannah adalah,

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.” (QS. Fathir: 34)

Semoga Allah memasukkan kita ke dalam jannah, aamiin.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

 

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، تَفَضَّلَ وَأَكْرَمَ، وَأَعْطَى وَأَنْعَمَ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، عَطَاؤُهُ مَمْدُودٌ، وَنِعَمُهُ عَلَى عِبَادِهِ بِلا حُدُودٍ، وَكُلُّ شَيْءٍ مِنْهُ وَإِلَيْهِ، لا مِنَّةَ لأَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ البَشِيرُ النَّذِيرُ، أَعْطَاهُ رَبُّهُ مِنَ الخَيْرِ الكَثِيرَ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأصَحْابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى إِمَامِ الْمُرْسَلِيْن، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ تَعَالَى بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ حَيْثُ قَالَ عَزَّ قَائِلاً عَلِيْمًا
(( إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))

اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ :(( إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ )).وَ أَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ لَذِكْرَ اللهِ أَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

 

Download versi PDF nya: Di Sini

 

 

 

Khutbah Jumat: Bekal Hidup Setelah Mati

الحمد لله الذي أصلحَ الضمائرَ، ونقّى السرائرَ، فهدى القلبَ الحائرَ إلى طريقِ أولي البصائرِ، وأشهدُ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن سيِّدَنا ونبينا محمداً عبدُ اللهِ ورسولُه، أنقى العالمينَ سريرةً وأزكاهم سيرةً، (وعلى آله وصحبِه ومَنْ سارَ على هديهِ إلى يومِ الدينِ.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Marilah senantiasa kita panjatkan syukur kepada Allah atas setiap nikmat yang dikaruniakan kepada kita. Syukur secara lisan dengan mengucapkan Alhamdulillah dan menyebut-nyebut bahwa nikmat tersebut dari Allah, maupun secara amal. Dengan cara menggunakan seluruh karunia Allah untuk kebaikan dan menjalankan syariatnya sebaik-baiknya. Bukan untuk melanggar larangan-Nya. Itulah hakikat syukur yang sempurna.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, juga kepada keluarga, para shahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunah beliau.

Selanjutnya marilah kita tingkatkan ketakwaan dan ketaatan kita kepada Allah. Karena takwalah yang menentukan mulianya seseorang dihadapan Allah. Adapun kedudukan, jabatan, kesuksesan, keturunan dan kecerdasan tidak akan bernilai jika tidak diiringi dengan ketakwaan. Takwa adalah berhati-hati dalam menjalankan kehidupan agar jangan sampai menginjak ranjau setan. Bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban dan meningkatkan kewaspadaan pada hal-hal yang diharamkan.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٨

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr: 18)

Ayat ini mengajak kita untuk senantiasa mengingat dan meneliti kembali bekal yang kita persiapkan untuk kehidupan setelah kematian. Manfaat besar akan kita dapatkan jika kita melihat sisi kurang perbekalan yang mesti kita siapkan. Karena ini akan memacu kita untuk menutup kekurangan dan memperbanyak amal ketaatan. Tapi jika kita ujub, merasa telah mencapai derajat tertentu dalam keimanan, merasa telah memiliki banyak tabungan kebaikan, hal ini akan membuat kita terpedaya.

 

Jamaah shalat jumat Rahimakumullah,

Imam Syafi’i memberikan tips supaya kita tidak cepat berbangga dengan amal yang telah kita tunaikan atau dosa yang mampu kita tinggalkan. Beliau berkata, “Jika kamu khawatir terjangkiti ujub, maka ingatlah tiga hal; ridha siapa yang kamu cari, kenikmatan manakah yang kamu cari, dan dari bahaya manakah kamu hendak lari. Maka barang siapa merenungkan tiga hal tersebut, niscaya dia akan memandang remeh apa yang telah dicapainya.”

 

Jamaah shalat jumat Rahimakumullah,

Mari kita jawab tiga pertanyaan tersebut, lalu kita selami kedalaman makna dari nasihat tersebut.

Pertama, ridha siapa yang kamu cari? Tentu jawaban idealnya adalah ridha Allah, tapi  bagaimana penerapannya? Kita lihat apa yang kita lakukan setiap hari. Adakah setiap langkah, gerak-gerik, diam dan bicara, terpejam dan terjaganya mata kita selalu demi meraih ridha-Nya? Bahkan kegigihan dan pengorbanan manusia untuk mendapatkan ridha atasan, kekasih, atau untuk mendapat kewibawaan di kalangan masyarakat seringkali lebih hebat dari usahanya untuk menggapai ridha Allah.

Kedua, Kenikmatan manakah yang kamu cari? Tentu kita akan menjawab, “kenikmatan jannah.” Sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّة

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu jannah.” (HR. Abu Dawud)

Tapi, sudahkah layak usaha yang kita lakukan sehari-hari itu diganjar dengan pahala jannah yang penuh dengan kenikmatan? Berapa waktu yang kita pergunakan untuk beribadah kepada Allah bandingkan dengan keinginan kita untuk mendapatkan kenikmatan jannah.

Banyak orang rela bekerja 8 jam sehari untuk mendapatkan rumah mewah sepuluh atau belasan tahun kemudian. Tapi, adakah rumah itu lebih mewah dari rumah dijannah yang digambarkan oleh Nabi, “Batu-batanya dari emas dan batu-bata dari perak?” Manakah yang lebih luas, rumah dambaannya, ataukah rumah di jannah yang disebutkan oleh Rasulullah,

طُولُهَا سِتُّونَ مِيلاً

“Panjangnya sejauh 60 mil.” (HR. Muslim)

Kita bisa bayangkan berapa waktu yang mesti kita pergunakan setiap harinya agar kita mendapatkan rumah sebesar dan seindah itu? Barangsiapa merenungkan hal ini, niscaya akan menganggap bahwa amalnya belum seberapa. Belum sepadan antara usaha yang dilakukan dengan balasan yang dijanjikan oleh Allah bagi orang mukmin di jannah.

Ketiga, dari bahaya manakah kita hendak lari? Tentu kita akan menjawab, “Dari siksa api neraka”, sebagaimana hal ini juga menjadi permohonan yang senantiasa kita panjatkan kepada Allah,

وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّار

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari neraka.” (HR. Abu Dawud)

Masalahnya, adakah perbuatan yang kita lakukan setiap harinya sudah mencerminkan kondisi orang yang menghindar dari bahaya neraka yang amat dahsyat? Ataukah keadaan kita seperti yang digambarkan oleh seorang ulama salaf ketika memperhatikan banyak orang terlelap di waktu malam tanpa shalat, “Aku heran dengan jannah, bagaimana manusia bisa tidur lelap sedangkan katanya ia sedang memburunya. Dan aku heran terhadap neraka, bagaimana bisa manusia tidur nyenyak, sementara ia mengaku tengah lari dari bahayanya?”

Mungkin kita pernah melihat orang yang takut ditimpa suatu penyakit, takut ditangkap aparat, takut di PHK dari suatu perusahaan, takut dirampok dan lain-lain. Merekapun bertindak ekstra hati-hati dan waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Padahal itu semua tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ancaman neraka.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Tidak diragukan lagi, jika kita memikirkan ketiga perkara di atas, kita akan merasa, betapa amal kita masih jauh dari sempurna, masih jauh dari yang semestinya. Sehingga kita tak layak untuk ujub dan berbangga. Selayaknya kita menghitung kembali perbekalan kita, meneliti agar tak satupun tercecer, dan kita memilah dan memilih, mana yang harus dibawa, dan mana pula yang harus ditinggal.

 

Jamaah shalat jumat Rahimakumullah,

Semangat untuk beramal adalah baik. Namun, setiap amal harus didahului dengan ilmu yang benar. Jika tidak, bisa jadi bekal yang dibawa keliru. Perumpamaan orang yang beramal tanpa didasari ilmu, ibarat seorang musafir yang membawa onggokan kerikil dalam perjalanan. Ia menyangkan beban berat yang ia bawa akan membantunya dalam perjalanannya, ternyata hanya menjadi beban yang memberatkan. Sebagaimana seseorang yang  melakukan banyak amal yang tidak dicontohkan oleh Nabi maupun diajarkan oleh syariat sementara ia mengira amal tersebut akan menambah pahala baginya. Allah mengabarkan nasib orang yang keliru membawa bekal di akhirat kelak,

“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya’.” (QS. Al Kahfi :104)

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan ayat ini, “Ini adalah kondisi orang memiliki banyak amal, akan tetapi dia lakukan bukan untuk Allah atau tidak mengikuti sunnah Rasulullah.”

Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan tujuan dan tindakan. Semoga Allah senantiasa menunjukkan kebaikan kepada kita dan menganugerahkan kekuatan untuk melaksanakannya. Dan Allah tunjukkan keburukan kepada kita serta kekuatan untuk menghindarinya.

 

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

 

Khutbah Kedua

 

   الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الأَنبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

  هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى إِمَامِ الْمُرْسَلِيْنَ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ تَعَالَى بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَيْهِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ حَيْثُ قَالَ عَزَّ قَائِلاً عَلِيْماً: (( إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا )

   اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنا إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.

رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.

رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ :(( إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ )).وَ أَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ لَذِكْرَ اللهِ أَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Oleh: Majalah ar-risalah

Khutbah Jumat: Makna Hakiki dari Cinta pada Bangsa dan Tanah Air

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِوَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ 

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا ,يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوامِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوالَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

أَمَّا بَعْدُ؛

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat dapat membaca firman-firman-Nya yang terangkum dalam al-Quranul Karim. Itulah nikmat terbesar dalam hidup ini. Nikmat paling istimewa karena tanpanya, nikmat yang lain tidak akan berguna.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Juga kepada para shahabat, tabi’in dan orang-orang yang teguh mengikuti sunah Rasulullah sampai hari Kiamat.

Rasulullah senantiasa menasihatkan taqwa dalam setiap khutbahnya. Maka, khatib pun akan mengikuti sunah Beliau dengan menasehatkan wasiat serupa. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dengan penuh cinta dan tidak  asal gugur kewajiban semata. Berusaha meninggalkan larangan-Nya, juga dengan penuh cinta meski sebenarnya nafsu sangat menginginkannya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Akhir-akhir ini, kita sering mendengar diskusi dan isu-isu seputar semangat kebangsaan dan nasionalisme. Dan Islam, seringkali disindir atau bahkan dituduh menjadi ideologi yang anti terhadap kebangsaan dan mengharamkan cinta tanah air dan bangsa. Sebenarnya bagaimana sikap seorang muslim terhadap hal ini?

Islam tidak mengharamkan umatnya untuk mencintai bangsanya, sukunya, juga tanah air atau negeri di mana dia tinggal. Cinta kepada hal-hal tersebut akan muncul secara alami karena kesamaan bahasa, tradisi, selera dan tempat tinggal. Cinta pada semacam ini bersifat thabi’i alias natural. Contoh kongkritnya, kebanyakan orang akan lebih memilih istri dari bangsa yang sama. Alasannya? Kesamaan bahasa. Kebanykan orang juga lebih memilih tinggal bersama orang-orang yang sebahasa dan sekultur karena hal itu akan memudahkan dalam banyak hal. Hal ini wajar dan dibolehkan.

Namun, kecintaan kita terhadap semua hal itu haruslah proporsional dan tidak boleh melebihi atau merusak kecintaan atas dasar iman dan Islam. Cinta pada saudara seiman dan seislam harus menjadi prioritas karena persaudaran inilah yang diakui oleh Allah. Semua dalil mengenai ukhuwah Islamiyah dalam al-Quran maupun hadits mengarah pada ikatan persaudaraan karena iman dan Islam, bukan yang lain. Jika kecintaan kepada bangsa, suku, dan tanah air melebihi kecintaan kita terhadap saudara seiman, berarti kita telah terjebak sikap ashobiyah jahiliyah atau fanatisme jahiliyah yang dicela dalam Islam.

Contoh kecintaan kepada bangsa dan tanah air yang melebihi cinta kepada saudara seiman adalah sikap abai dan tidak peduli pada penderitaan saudara seiman sebangsa apalagi lain bangsa dan negara. Saat saudara seiman dari bangsa lain menderita karena penindasan, pengusiran dan berbagai konflik, kita bersikap tidak peduli dan enggan membantu karena merasa mereka bukanlah saudara sebangsa dan setanah air. Padahal Iman dan Islam tidaklah dibatasi suku, warna kulit dan negara. Cinta dan persaudaraan Iman adalah persaudaraan manusia sedunia dan bahkan akhirat. Jika cinta kepada bangsa mengakibatkan fanatisme seperti ini, maka cinta semacam itu adalah tercela.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

 Dakwah Rasulullah di awal berdirinya kedaulatan Islam di Madinah adalah menghapuskan fanatisme kesukuan antara Aus dan Khazraj dan menyatukan mereka dalam persaudaraan Islam. Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ أَنْتُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ لَيَدَعَنَّ رِجَالٌ فَخْرَهُمْ بِأَقْوَامٍ إِنَّمَا هُمْ فَحْمٌ مِنْ فَحْمِ جَهَنَّمَ أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنْ الْجِعْلَانِ الَّتِي تَدْفَعُ بِأَنْفِهَا النَّتِنَ

“Sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan (fanatisme) ala Jahilliyah dan kebanggaan kalian dengan nenek moyang. (Yang ada adalah) orang beriman yang bertakwa dan orang yang jahat yang celaka. Kalian adalah anak cucu Adam, dan Adam tercipta dari tanah. Maka, hendaklah orang-orang meninggalkan kebanggaan mereka terhadap bangsanya; sebab mereka hanya (akan) menjadi arang jahannam, atau di sisi Allah mereka akan menjadi lebih hina dari serangga yang mendorong kotoran dengan hidungnya.” (HR Abu Daud).

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Selain tidak boleh melebihi dan menghalangi kecintaan pada saudara seiman, cinta pada saudara sebangsa dan setanah air juga tidak boleh membuat kita membiarkan mereka melakukan kezhaliman. Bukan disebut cinta namanya membiarkan saudaranya melakukan kezhaliman. Oleh karenanya, kepada saudara sesuku dan sebangsa pun kita harus tetap mengajak kepada hidayah Allah dan mencegah kemungkaran yang dilakukan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah (fanastisme), bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah.”[HR. Abu Dawud No.4456].

 
عَنْ بِنْتِ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ أَنَّهَا سَمِعَتْ أَبَاهَا يَقُولُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْعَصَبِيَّةُ قَالَ أَنْ تُعِينَ قَوْمَكَ عَلَى الظُّلْمِ

Dari Putri Watsilah bin Al-Asqa’, ia mendengar Ayahnya berkata: Aku berkata, “Yaa Rasulullah, apa itu ashabiyah?”. Rasul menjawab: “Engkau menolong kaummu dalam kezaliman.”[HR. Abu Dawud No.4454].

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dengan batasan ini kecintaan kita kepada saudara sebangsa dan setanah air justru akan lebih adil dan proprosional. Bukan cinta membabi buta yang membuat kita mengabaikan saudara seiman atau cinta yang mencelakakan karena membiarkan saudara sebangsa melakukan kezhaliman.

Tidak sedikit yang berkoar-koar cinta kepada bangsa dan tanah air, tapi diam saat saudara sebangsa terkena musibah. Diam saat saudara sebangsanya yang juga saudara seiman membutuhkan bantuan karena musibah atau dizhalimi oknum-oknum tak bertanggungjawab. Diam saat penjajah-penjajah modern dari kalangan kapitalis menginjak kedaulatan dan merebut sumber-sumber daya alam di tanah air sendiri.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Banyak yang menuduh bahwa ukhuwah Islamiyah adalah fanatisme ekslusif yang mengabaikan orang diluar lingkupnya. Padahal jika kita melihat bagaimana cinta dan persaudaraan Rasulullah dan para shahabat, juga umat-umat Islam terdahulu, kita akan dapati bahwa kecintaan mereka pada Islam, eratnya persaudaraan mereka, akan menyebarkan cinta yang lebih luas kepada sekitarnya, kepada bangsanya dan kepada negeri di mana dia tinggal. Memang demikianlah. Kita baru bisa merasakan kesaktian islam sebagai rahmatan lil alamain, bukan ketika kendur dalam berislam tapi justru sebaliknya; saat kita kuat dalam berpegang teguh dengannya.

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

Khutbah Kedua

الْحَمْدَ لله الَّذِي أَنَارَ قُلُوْبَ عِبَادِهِ الْمُتَّقِيْنَ بِنُوْرِ كِتَابِهِ الْمُبِيْنِ وَجَعَلَ الْقُرْآنَ شِفَاءً لِمَا فِي الصُّدُوْرِ وَهُدَى وَرَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي خَاتِمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ النَّبيِّ الْعَرَبِيِّ اْلأُمِّيِّنَ اَلَّذِي فَتَحَ اللهُبِهِ أَعْيُناً عُمْياً وَأَذَاناً صُمًّا وَقُلُوْبَاً غَلْفاً وَأَخْرَجَبِهِ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَي النُّوْرِ. صَلاَةً وَسَلاَماً دَائِمَيْنِ عَلَيْهِإِليَ يَوْمِ الْبَعْثِ وَ النُّشُوْرِ وَعَلَىآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ اْلأَطْهَرِ وَأَصْحَابِهِ اْلأَبْرَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إِلَي يَوْمِ الدِّيْنَ

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواصَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمً

اَللَّهُمَّ صَلِّ  وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصْحَابِهِوَمَنْ تَبِعَهُ بِإحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اَللَّهُمَّاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.اَللَّهُمَّ لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.اَللَّهُمَّاغْفِر لَناَ وَلِوَالِديْناَ وَلِلمُؤمِنِينَ يَومَ يَقُومُ الحِسَابُ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ. رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ

عِبَادَ الله،إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

Baca Juga Khutbah Lainnya:
Solusi Andalan Saat Sulit dan Terjepit, Hati Gersang Karena Iman Telah Usang, Keluarga, Fondasi Utama Kekuatan Umat

Khutbah Jumat: Umat yang Tersayat

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ

اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ

ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ

وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasulnya dengan hidayah dan agama yang lurus dan benar. Agama yang mampu mempersatukan suku-suku Arab bahkan menyatukan bangsa-bangsa di bawah satu panji, panji Islam.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallau ‘alaihi wasallam, Rasul teladan yang kesabarannya bagaikan samudera. Kebijaksanaannya seperti neraca yang tak pernah salah dalam menimbang. Dengan kesabaran dan kebijaksanaan ini beliau bina persatuan umat manusia. Sekali lagi, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Beliau, juga kepada para shahabat, tabi’in dan orang-orang yang teguh mengikuti sunah Rasulullah sampai hari Kiamat.

Rasulullah senantiasa menasihatkan takwa dalam setiap khutbahnya. Maka, khatib pun akan mengikuti sunah Beliau dengan menasehatkan wasiat serupa. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Takwa adalah inti diri kita, nilai diri kita di hadapan Allah. Apapun kini status kita, seberapa pun kekayaan kita, seperti apapun rupa kita, apapun organisasi keislaman yang kita ikuti, di mata Allah tetaplah takwa ukurannya. Seperti apapun kita membanggakan betapa tingginya status kita, betapa banyaknya harta kita, betapa eloknya rupa kita, betapa majunya organisasi keislaman kita, jika takwa dalam hati tak seberapa, maka di mata Allah seperti itulah nilai kita.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

jika perpecahan umat kita ibaratkan luka, sementara usaha pemersatuan adalah penyembuhannya, maka tubuh Umat Islam memang telah tergores di sana-sini. Sampai saat ini, tubuh umat islam serasa hampir penuh dengan luka akibat pertikaian antar sesama muslim.

Perseteruan antara Ibunda Aisyah dengan Khalifah Ali menjadi luka besar pertama yang telah mengering diterpa angin zaman. Terasa perih, tapi semua berusaha melupakan rasa yang ada. Pada akhirnya semua sadar bahwa manusia, setinggi apapun derajat imannya, tetaplah berada di atas kodrat yang telah digariskan Sang Pencipta, dia bisa salah dan lupa.

Luka kedua yang mengucurkan darah dengan deras adalah luka akibat pertikaian antar pengikut mazhab Syafi’i dan Hanbali. Terjadi antara tahun 467 hingga 490 an Hijriyah. Kedua pengikut mazhab saling gontok, saling provokasi sampai terjadi tawuran yang yang berakibat terbunuhnya 20 orang muslim di tangan saudaranya sendiri. Fanatisme mazhab yang begitu kental dan kuat membutakan mata dan hati hingga tega melukai saudara sendiri. Padahal pendiri mazhab yang mereka ikuti adalah guru dan murid yang saling belajar satu kepada yang lain.

Syaikh Muhammad Suud, salah seorang pakar mazhab asy Syafi’i menuturkan, pada masa fanatisme mazhab tengah berkecamuk, para orangtua bahkan melarang anaknya menikahi atau dinikahi oleh muslim yang beda mazhab. Wallahul musta’an.

Lantas muncullah al-Imam al-Ghazali yang berusaha mengembalikan hati kaum mukminin agar pulang menuju rumah takwa dan persatuan yang damai. Dalam majelisnya, Imam al-Ghazali mengijinkan siapapun untuk belajar dari Beliau tanpa harus terikat dengan mazhab tertentu. Jika apa yang dilakukan Imam al-Ghazali adalah obat, mungkin memang tidak bisa menyembuhkan secara langsung dan total, namun lambat laun, obat ini meredakan panasnya fanatisme yang ada.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Dua luka itu hanya secuil sejarah yang tercatat dalam buku tarikh mengenai luka di tubuh Islam akibat pertikaian dengan saudara sendiri. Bukan bermaksud mengungkit-ungkit luka lama, namun pada kenyataannya pola sejarah memang sering berulang. Hingga kini, luka-luka baru dari sebab yang serupa masih sering menggores.

Jika dahulu orang fanatik terhadap mazhab, kini orang seperti tak peduli dengan mazhab. Mereka memilih pendapat mazhab seperti memilih snack di toko roti. Pendapat yang dirasa enak diambil, yang sulit ditinggal. Meski masih ada klaim mengikuti mazhab tertentu, pada kenyataanya, tidak ada yang mampu mengikuti semua ketetapan dan pendapat satu mazhab.

Fanatisme itu kini beralih ke organisasi keislaman atau jamaah yang dianut. Kentalnya sama, kuatnya pun seperti dahulu kala. Kita bisa lihat sekarang, Hanya karena beda jamaah dan organisasi, sesama muslim bertikai. Majeis taklim yang semestinya berisi ilmu dan pencerahan berubah menjadi majelis hujatan yang secara spesifik ditujukan kepada personal. Sesama muslim saling membubarkan pengajian. Sesama muslim rebutan masjid, semata agar bisa memastikan bahwa pengisi ceramahnya adalah ustadz dari organisasinya. 

Wallahul musta’an, semua ini adalah sayatan-sayatan pedih yang menimpa tubuh umat Islam. Islam pun lemah karena tubuhnya sendiri tercabik-cabik. Jangankan bangkit melawan musuh-musuhnya, berdiri tegak saja tak mampu. Energi, pikiran dan daya kekuatannya terkuras untuk mengurus luka-luka ini.

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Meskipun perbedaan pendapat akan selalu ada, usaha pemersatuan pun harus tetap diserukan. Wihdatul ummah, perasatuan umat adalah hal paling penting dalam usaha penegakan dien ini.

Mempersatukan umat adalah mengembalikan mereka pada pokok-pokok dien (ushuluddien) dan prinsip-prinsip utama dalam Islam (al- mabadi’ al-asasiyah). Membangun toleransi dalam masalah iktilaf serta menjalin silaturahmi yang baik. Terus memperdalam ilmu agar tidak gegabah dalam menyimpulkan segala hal. Mendalami ragam pendapat para ulama agar paham bahwa perbedaan pendapat dalam memahami ayat dan hadits adalah keniscayaan yang sulit dihindari.

Dan pada akhirnya, usaha ini tidak akan berhasil jika tidak dikembalikan ke pribadi umat masing-masing. Kesadaran yang harus dibangun adalah, pertama, kembali pada dien dan ketakwaan. Sekuat dan sebangga apapun kita mengklaim diri sebagai anggota sebuah jamaah atau organisasi keislaman, jika tiang-tiang agama kita lemah, jamaah yang kita ikuti tidak akan bisa membela kita di hadapan Allah. Shalat terlambat bahkan bolong, puasa dipenuhi hal sia-sia, tidak pernah zakat, dosa-dosa besar terus saja dikerjakan; berzina, memakan riba dan menzhalimi orang. Apakah kita berpikir, dosa-dosa ini akan diampuni begitu saja hanya gara-gara kita adalah member sebuah organisasi yang telah banyak memberikan kontribusi untuk Islam?

Kedua, hendaknya setiap pribadi meluaskan dada dan melebarkan toleransi pada masalah khilafiyah, pada  masalah yang memang menjadi keragaman yang diijinkan dalam Islam. Memahami bahwa khilafiyah dalam mazhab adalah kekayaan berpikir yang perlu dihormati.

Ketiga, berusaha fokus untuk memberikan kontribusi nyata pada Islam, bukan sekadar berbangga pada jamaah dan organisasi. Memberi apa yang dimampui dan berusaha menjadi pribadi muslim yang baik. Jika islam adalah bangunan, pastikan kita adalah batu-bata yang baik yang turut membantu menyusun dan menguatkan. Wallahua’lamu bishawab.

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا

عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِمَامُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَأَفْضَلُ خَلْقِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى

إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Oleh: Ust. Taufik Anwar/Khutbah Jumat

 

Baca Khutbah Jumat Lainnya: Minder Taat Akhirnya MaksiatKandas Karena Malas,Pejabat; Orang yang Paling Butuh Nasihat

 


Belum Baca Majalah Ar-risalah Edisi Terbaru? Dapatkan Di Sini

Majalah hati, majalah islam online yang menyajikan khutbah jumat, artikel islam keluarga dan artikel islam lainnya