Kultum Ramadhan: Semangat Hingga Tamat

Banyak orang lebih bersemangat di awal program kebaikan, tapi loyo di akhir kesempatan, para salaf yang shalih justru lebih semangat lagi di momen-momen akhir setiap peluang. Dalil-dalil syar’i menunjukkan bahwa penentu hasil itu ada di akhir. Umur manusia manusia misalanya,  yang paling menentukan adalah di akhir-akhir kehidupan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

ﺇﻧَّﻤَﺎ ﺍﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﺨَـﻮَﺍﺗِﻴْﻢُ

“Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya”. (HR Bukhari)

Bahkan jika di awal-awal seeorang melakukan kesalahan dan banyak keteledoran, niscaya dosanya diampuni  jika dia bertaubat dan berkesempatan meraih derajat tinggi jika optimal dengan kebaikan di akhir kesempatan. Karena itulah, orang yang wafat dalam keadaan baik, maka disebut dengan husnul khatimah, akhir atau penutupuan yang baik.

Sebaliknya, meskipun nyaris sepanjang umur manusia melakukan ketaatan danbanyak amal shalih, namun ketika di akhirnya ia murtad atau lebih dominan maksiat, maka ia berakhir dengan suul khatimah, akhir yang buruk dan terancam dengan neraka. Begitulah urgensi amal di penghujung kesempatan.

Baca Juga: Setan Dibelenggu Nafsu Menghasutmu

Jika malam dibagi menjadi tiga, maka sepertiga malam yang terakhir adalah waktu terbaik bermunajat dan shalat. Bahkan Nabi shallallahu alahi wasallam bersabda,

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan, “Riawayat ini dibawakan oleh Al Bukhari pada bab yang menerangkan mengenai keutamaan berdoa pada waktu tersebut hingga terbit fajar Shubuh dibanding waktu lainnya.”

Ibnu Baththal dalam Syarah Bukhari berkata, “Waktu tersebut adalah waktu yang mulia dan terdapat dorongan beramal di waktu tersebut. Allah Ta’ala mengkhususkan waktu itu dengan nuzul-Nya (turunnya Allah). Allah pun memberikan keistimewaan pada waktu tersebut dengan diijabahinya doa dan diberi setiap  yang diminta.”

Dalam menjalani amal yang berhubungan dengan Ramadhan juga begitu. Selama 29 atau 30 hari ramadhan, maka hari-hari terakhir sangat menentukan hasil dan penentu kesuksesan Ramadhan. Malam yang lebih baik dari seribu bulan yang disebut dengan lailatul qadar juga berada di sepertiga hari ramadhan yang terakhir.

Di penghujung Ramadhan seringkali berkecamuk perasaan; antara ingin segera beriedul fithri dan rasa ingin tetap bersama Ramadhan. Mungkin di antara hikmah bahwa ramadhan tak lama adalah agar jiwa senantiasa setia dan merindukan ia kembali tiba. Sungguh, hakikat cinta bukan semata perasaan bahagia ketika hendak bersua, tapi juga perasaan duka ketika hendak berpisah dengannya. Dan sejatinya cinta ialah yang tak ingin melewatkan sedetikpun waktu berlalu tanpa membersamai yang dicintai di hari-hari terakhirnya.

Sebagian salaf tampak bersedih ketika hari raya Iedul Fitri, lalu dikatakan kepadanya:Ini adalah hari kesenangan dan kegembiraan. Dia menjawab, “Kamu benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintah oleh Rabbku untuk beramal karenaNya, dan aku tidak tahu apakah Dia mengabulkan amalku atau tidak?

Baca Juga: Buta Hati Di Dunia, Buta Mata Di Akhirat

Karena itulah para salaf dahulu sangat serius memberikan perhatian di akhir ramadhan. Mereka masih tetap fokus hingga tamat. Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah sebagaimana uang disebutkan dalam Hilyatul Auliya berkata, “Berbuat baiklah di sisa-sisa Ramadhan niscaya diampuni (kesalahanmu) yang telah berlalu, maka manfaatkanlah hari-hari yangg tersisa, karena Anda tidak tahu kapan bisa meraih rahmat Allah untukmu.”

Mereka menganggap bahwa Ramadhan adalah perlombaan dalam ibadah dan kebaikan. Sedangkan peserta lomba tentu akan lebih power full dan mencurhakan segala kemampuannya ketika mendekati finishnya. Ibnul al-Jauzi berkata, “Sesungguhnya kuda pacu apabila mendekati batas finish ia akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk memenangkan perlombaan.Maka, jangan sampai kuda pacu menjadi lebih cerdas darimu.”

Maka selayaknya, semakin dekat dengan kesempatan terakhir, makin gigih dalam melakukan ketaatan. Seperti Qatadah, di luar bulan Ramadhan mengkhatamkan al-Qur`an tujuh hari sekali. Memasuki bulan Ramadhan mengkhatamkannya tiga hari sekali. Bahkan, di sepuluh terakhir, ia mampu mengkhatamkan al-Qur`an satu kali setiap malam.

Teladan terbaik adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang makin gigih di kesempatn-kesempatan terakhir.

 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Amalan paling istimewa dan waktu yang paling agung keutamannya adalah lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan umatnya untuk berjaga-jaga akan datangnya malam lailatul qadar,

 

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas disebutkan, “Menghidupkan lailatul qadar bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjama’ah.”

Begitupun menghidupkan malam dengan shalat sunnah, membaca al-Qir’an, istighfar dzikir dan semisalnya termasuk dikatakan berjaga-jaga akan hadirnya malam lailatul qadar.

Intinya, tetap fokus dengan amal taat hingga tamat. Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kultum Ramadhan 

Kultum Ramadhan: Kenyang di Dunia, Lapar di Akhirat

Berlebihan saat makan bukanlah sifat orang-orang yang berjalan menuju Allah. Demikian pula orang yang senantiasa memperturutkan nafsu perutnya tanpa menimbang statusnya. Allah berfirman;

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. Abasa: 24)

Perintah untuk memperhatikan makanan tentunya mencakup proses dan setatus kehalalannya. Makanan yang halal dan baik akan bermanfaat dan memberikan energi pada tubuh sehingga ia bisa melaksanakan kewajiban untuk beribadah kepada Allah.

Sebaliknya, makanan yang rendah kualitasnya dan haram cara mendapatkan maupun bendanya tentu akan mendatangkan penyakit, melemahkan badan, dan tentunya menyebabkan dosa. Tidak diterima amal ibadahnya dan tidak ijabah doanya. Rasulullah telah pula mengingatkan umatnya untuk tidak memenuhi nafsu perutnya. Beliau bersabda sebagaimana disampaikan oleh Miqdam bin Ma’dikarib,

 

عَنْ مِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Dari Miqdam bin Ma’dikarib berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Manusia tidak memenuhi wadah yang buruk melebihi perutnya, cukup bagi manusia beberapa suapan yang menegakkan tulang punggungnya. Bila tidak bisa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi)

Banyaknya makan bukanlah sifat terpuji bagi seorang muslim. Orang yang banyak makannya, akan banyak minumnya. Orang yang banyak minumnya, ia akan banyak tidurnya, maka akan banyak dagingnya. Orang yang banyak dagingnya, maka akan keras hatinya, maka akan tenggelam dalam lumpur dosa.

 

Kenyang di Dunia

Rasulullah dan para shahabat lebih memilih lapar tenimbang hidup berlimpah makanan. Bukan karena tak memiliki makanan, namun mereka memilih keadaan yang lebih baik dan lebih sempurna daripada sebaliknya. Mereka makan dan minum sekadar untuk dapat melaksanakan ibadah, karena hanya untuk itu jin dan manusia diciptakan. Ibunda Aisyah menceritakan bagaimana kehidupan beliau bersama Rasulullah,

“Keluarga Muhammad tidak pernah kenyang walaupun dengan roti gandum dua hari berturut-turut sampai Beliau wafat.” (Muttafaqun alaihi).

Sebaliknya, terlalu banyak makan mengundang berbagai permasalahan. Amir bin Qois berkata, “Jauhilah oleh kalian kenyang, karena kenyang itu mengeraskan hati.” Malik bin Dinar menasihatkan bahwa tidak semestinya seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai cita-citanya yang paling besar dan menjadikan syahwatnya menguasai dirinya. Abu Imran Al-Juwaini menuturkan,

“Sesungguhnya nafsu, jika lapar dan haus maka bersih hati dan lembut dan jika perut kenyang dan lega maka hatinya buta.” Beliau juga mengatakan, “Kunci dunia adalah kenyang dan kunci akhirat adalah lapar, dan pangkal segala kebaikan dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah.

Baca Juga: Setan Dibelenggu, Nafsu Menghasutmu

Sesungguhnya Allah memberikan dunia ini kepada orang yang dicintai dan yang tidak, dan sesungguhnya lapar itu di sisi Allah ada
simpanan yang ditunda dan tidak diberikan kecuali kepada orang yang dicintai-Nya.” kenyang dengan yang haram berakibat fatal
Bila kenyang dengan yang halal saja banyak dihindari oleh para salaf karena dampak buruk yang mereka rasakan, apalagi dengan makan
haram. Islam sangat melarang pemeluknya memakan makanan haram. Sebab, karena makanan, doa kita bisa tidak dikabulkan.

Ibnu Abbas berkata bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah.” Apa jawaban Rasulullah, “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal)
niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada
seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. At-Thabrani)

Dalam Al-Quran disebutkan, “Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu
jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. “Katakanlah, “Adakah Allah telah memberikan izin kepadamu (dalam persoalan
mengharamkan dan menghalalkan) atau kamu hanya mengada-adakan sesuatu terhadap Allah?” (QS. Yunus: 59).

Kenyang dengan makanan haram bisa berakibat fatal. Rasulullah bersabda,

“Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari.” (HR At-Thabrani).

Rasulullah juga bersabda,

“Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.” (HR At Tirmidzi).

Begitu bahayanya mengonsumsi makanan haram, sampai Rasulullah mengajarkan sebuah doa:

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ
وأغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ 

“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki- Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR. Tirmidzi)

Lapar Di Akhirat

Dunia laksana penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir. Bila telah kenyang di dunia yang hanya sebentar, maka balasannya
adalah lapar dan dahaga di akhirat. Rasulullah pernah bersabda:

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَجَشَّأَ رَجُلٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُفَّ عَنَّا جُشَاءَكَ فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِي الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Ibnu Umar berkata, ada seorang lelaki bersendawa di sisi Nabi n, kemudian Nabi bersabda, “Hentikan sendawamu dari kami karena sesungguhnya kebanyakan orang yang kekenyangan di dunia kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling lama merasakan laparan.” (Abu Isa berkata: Hadits ini hasan gharib dari jalur sanad ini, dan dalam bab ini ada hadits dari Abu Juhaifah. Dihasankan al-Albani dalam Jaami’ ash-Shaghir).

Penghuni neraka akan merasakan kelaparan yang amat sangat. Mereka akan meminta kepada para penghuni surga untuk memberikan kepada mereka sedikit makanan yang mereka miliki. Allah berfirman mengabarkan hal tersebut dalam firman-Nya, “Mereka tidak memiliki makanan dan minuman, sehingga kelaparan dan memintanya kepada penduduk surga, sedikit saja dari air dan makanan, “Dan
penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada Kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu.” Mereka (penghuni surga) menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orangorang
kafir.” (QS.Al A’raf: 50).

Baca Juga: Yang Mengerikan di Bulan Ramadhan

Kalaupun ada itu adalah, “.. dhari’, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6-7), dan “pohon zaqqum, makanan bagi orang yang banyak berdosa (orang kafir). Makanan ini seperti kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas. (QS. Ad-Dukhan: 43-46).

Setelah menelan zaqqum, penduduk neraka sangat kehausan, dan yang ada hanya hamim dan ghassaq (nanah), “Mereka tidak
merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan ghassaq (nanah). Sebagai
pambalasan yang setimpal.” (QS. An-Naba: 24 – 26). “Mereka diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
ususnya.” (QS. Muhammad: 15)

Ramadhan  hadir sebagai lahan pelatihan. Selama satu bulan kita dilatih mengendalikan nafsu untuk bisa masuk jannah melalui pintu ar-Rayan. Bagaimana bisa ‘mengetuk’ pintu ar Rayyan bila puasanya tidak benar. Apalagi memperturutkan syahwat perut dengan tidak berpuasa di bulan yang diwajibkan. Sementara, yang berpuasa saja ada yang dinilai Allah hanya mendapatkan lapar dan dahaga di dunia.

Apakah setelah di dunia hanya dihitung mendapat lapar dan dahaga kita juga mau kelaparan dan dahaga di akhirat seperti orang munafik dan orang kafir. Semoga Allah menjauhkan kita dari syahwat perut dan panasnya neraka. Allahumma amin.

 

Oleh: Redaksi/Kultum Ramadhan

Kultum Ramadhan: Kisah Para Pendamba Pintu Ar-Rayyan

Kebiasaan shaum telah mengantarkan orang-orang pilihan ke derajat yang tinggi. Shaum telah membuat kecenderungan mereka adalah memperbanyak amal shalih. Mereka rajin melakukan ketaatan, tak ada gairah untuk melakukan dosa, mereka jauh dari maksiat, sebagaimana hal itu menjadi inti tujuan shaum, yakni takwa.

Seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau melakukan beragam ketaatan di saat menjalankan shaum. Bukan saja ketika di bulan Ramadhan, tapi di bulan-bulan selainnya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

“Suatu ketika Nabi Muhammad bermajelis bersama para sahabat, lalu beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini melakukan shaum?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Nabi n bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini telah mengantar jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Nabi n bertanya lagi, Siapakah di antara kalian yang hari ini telah menengok orang sakit?” Lagi-lagi Abu Bakar menjawab, “Saya.” Kemudian Nabi n bersabda, “Tiadalah semua itu ada pada diri seseorang melainkan dia pasti masuk jannah.” (HR Muslim)

Begitulah, shaum telah membawa suasana yang ringan untuk melakukan banyak kebaikan. Lihatlah, sepagi itu, ash-Shiddiq telah melakukan amal sebanyak itu.

Mereka yang Terbiasa Menjalani Shaum

Adalah Utsman bin Affan, beliau orang yang sangat rajin menjalankan shaum. Seperti yang diungkapkan oleh Abu Nuaim, “Waktu siangnya adalah kemurahan berderma dan untuk shaum, sedang malamnya untuk sujud dan qiyam (shalat).” Ini menjadi kebiasaan beliau setiap harinya. Adapun di bulan Ramadhan, lebih menakjubkan. Beliau mengkhatamkan al-Quran dalam sehari dalam shalatnya. Perutnya kosong karena Allah, sementara lisannya senantiasa sibuk dengan dzikir dan bacaan al-Quran.

Beliau sangat rajin shaum di hari biasa, hingga di hari terbunuhnya, beliau dalam keadaan shaum sementara mushhaf al-Quran berada dalam dekapannya.

Baca Juga: Ia Ingin Memiliki Nyawa Sebanyak Jumlah Rambutnya

Memang ada hari-hari dimana sebagian sahabat tidak menjalankan shaum, seperti Abu Thalhah. Bukan karena malas, tapi karena tenaganya sangat dibutuhkan di saat perang, untuk menyerang dan menangkis serangan maupun berteriak untuk memberi motivasi kepada para mujahidin, hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh, suara Abu Thalhah di tengah-tengah pasukan lebih hebat dari seribu orang tentara.”

Tentang Abu Thalhah, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Abu Thalhah tidak melakukan shaum (sunnah) di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena selalu terjun dalam kancah perang. Akan tetapi, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, aku tidak melihat dia meninggalkan shaum, kecuali di hari-hari Iedul Adha dan tasyriqnya, maupun di hari Iedul Fithri.”

Adapun Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu yang dikenal sebagai sahabat yang paling antusias dalam berittiba’ kepada Nabi , selalu menjalankan shaum, kecuali di saat safar. Putera beliau, Nafi’ bin Abdullah bin Umar berkata, “Ibnu Umar tidak melakukan shaum sunnah dalam keadaan safar, akan tetapi ketika tidak dalam keadaan safar, beliau hampir tidak pernah meninggalkan shaum. Inilah kebiasaan sahabat yang dipuji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ni’mal ‘abdu Abdullah,” sebaik-baik hamba adalah Abdullah.

 

Hafshah ash-Shawwaamah dan Rahmah al-Abidah

Di kalangan wanita sahabiyat, tercatat seseorang yang digelari shawwamah, ahli shaum. Bukan gelaran yang disematkan oleh teman-temannya, atau generasi setelahnya, tetapi malaikat Jibril yang mengesahkannya. Dialah Hafshah, ummul mukminin, istri dari Rasulullah, sekaligus puteri dari Umar bin Khathab.

Seperti yang diceritakan oleh Qais bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mentalak Hafshah, lalu dua orang paman beliau dari pihak ibu, yakni Qudamah dan Utsman bin Mazh’un menemui beliau. Hafshah menangis sambil berkata, “Demi Allah Nabi mentalakku bukan karena saya senang makan kenyang…demi Allah Nabi mentalakku bukan karena saya senang makan kenyang…”

Tak lama kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan bersabda, “Jibril berkata kepadaku, “Ruju’lah Hafshah, karena ia itu shawwaamah (rajin shaum), qawwaamah (rajin shalat), dan ia nanti menjadi istrimu di jannah.” 

Subhanallah, pengesahan makhluk manakah yang lebih meyakinkan dan lebih berharga dari pengesahan Jibril? Semoga Allah meridhai Hafshah, beliau wafat di saat menjalani shaum, sebagaimana disebutkan oleh Nafi’, keponakannya.

Baca Juga: Shafiyah bintu Huyay, Putri Tercantik Khaibar

Satu lagi teladan menakjubkan dari kaum salaf. Seorang wanita yang dikenal dengan sebutan Rahmah al-Abidah, pelayan Muawiyah. Begitu rajinnya ia dalam melakukan shalat dan shaum, sampai-sampai beberapa orang mendatanginya untuk membujuk, supaya ia mengasihi dirinya. Maka beliau berkata, “Apa yang perlu dikasihani dari saya. Saya hanyalah bilangan hari yang bergulir dengan cepat, ketika satu hari berlalu maka tak mungkin lagi didapatkan di hari esok. Sungguh, saya akan bersungguh-sungguh shalat selagi jasadku terkandung nyawa, aku akan senantiasa shaum selagi masih hidup. Siapakah di antara kalian yang ingin hamba sahayanya berleha-leha tak bekerja keras?” Yakni, Allah yang menjadi majikannya yang sesungguhnya tentu menyukai jika ia bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada-Nya. Semoga Allah meridhai Rahmah al-Abidah.

Kiranya, beberapa penggal kisah di atas mampu mengatrol semangat kita untuk menjalankan shaum yang wajib maupun yang sunnah, serta mengisi saat-saat shaum dengan amal kebaikan. Agar kita termasuk kaum yang diijinkan masuk jannah melalui pintu yang istimewa, pintunya orang yang rajin menjalankan shaum, yakni ar-Rayyan.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kultum Ramadhan

Kultum Ramadhan: Mereguk Lezatnya Shaum Ramadhan

Shaum memang mengharuskan seseorang menahan diri darl berbagai keinginan. Shaum membuat pelakunya lapar dan haus seharian. Namun dibalik itu, Allah sediakan kompensasi yang membuat hati orang mukmin bergembira menjalani Ramadhan. Kegembiraan yang mampu mengalahkan segala bentuk kelelahan dan kesusahan saat menjalani shaum.

Karena itulah, para salafush shalih dahulu betul-betul merasakan lezatnya shaum melebihi kelezatan yang dirasakan oleh orang-orang yang mengenyam kelezatan makanan yang disukainya. Seperti Amir bin Abd al-Qais yang menangis saat menghadapl dekatnya kematian lalu ditanya, “Apakah Anda takut menghadapi kematian sehingga Anda menangis?” Beliau menjawab, “Kenapa aku tldak boleh menangis, dan siapa pula yang leblh berhak menangis daripada saya, hanya saja demi Allah saya menangis bukan karena takut mati atau ingin tinggal berlama-lama tinggal di dunia. Akan tetapi aku menangis karena harus berpisah dengan shaum di hari yang panas dan shalat malam di musim dingin.” Hal serupa dikatakan oleh Abdurrahman bin al-Aswad an-Nakha’i yang menjelang wafatnya berkata, “Alangkah sedlhnya berpisah dengan shalat dan shaum.”

Baca Juga: Gagal Paham Ramadhan, Pahalapun Melayang

Begitulah jiwa yang mengetahuil dan meyakini istimewanya ibadah shaum. Bagaimana tidak, Allah memuji orang yang shaum dan akan membalas sendiri atas jerih payah orang yang meninggalkan keinginan nafsunya demi mengutamakan pengabdiannya kepada Allah. Rasulullah bersabda,

 كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ 

“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan dilipatkan sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat,  Allah berfirman, “Kecuali shaum, karena shaum itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. la telah meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim)

Bagaimana seseorang tidak tersanjung dengan pujian Allah ini. Di balik bau mulut yang tidak enak sebagai efek shaum Ramadhan, ternyata di sisi Allah lebih wangi baunya daripada minyak misk. Rasulullah bersabda,

“Bau mulut orang yang shaum lebih harum di sisi Allah daripada minyak misk. Malaikat memintakan ampun bagi mereka hingga berbuka. Allah menghlasi jannah-Nya setiap hari kemudian berfirman, ‘Sebentar lagi  hamba-hamba-Ku yang shalih akan lepas dari beban dan gangguan, dan akan mendatangimu.” (HR. Ahmad)

Yaknl bau mulut orang shaum lebih harum di sisi Allah daripada bau misk, karena sesuatu yang muncul sebagai efek dari ibadah kapada Allah dan ketaatan kepada-Nya itu dicintai di sisi Allah. Dengannya Dia akanmenggantikan sesuatu yang lebih baik, lebih utama dan lebih istlmewa. Seperti juga orang yang syahid terbunuh di jalan Allah karena ingin menjadlkan kalimt Allah menjadl tinggi, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sedang darahnya masih mengalir, warnanya merah darah namun baunya adalah misk. Allah juga membanggakan orang-orang yang berhaji kelika wukuf dengan firman-Nya, “Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka mendatangiku meski harus kusut dan berdebu.” (HR Ahmad dan lbnu Hibban).

Bagaimana kita tidak senang menjalankan shaum. sedangkan malaikat akan memintakan ampun bagi bagi orang yang shaum hingga datangnya waktu berbuka. Padahal malaikat adalah hamba yang dimullakan di sisi Allah, doa-doanya pastilah dikabulkan oleh Allah.

Rasa lapar hanya sebentar, haus hanya sementara dan keletihan segera sirna. Bersamaan dengan itu, Allah menghias jannah untuk menggantikan kesusahan orang yang shaum dengan kenikmatan. Hingga Dia berfirman, “Sebentar lagi hamba-hamba-Ku yang shalih akan lepas dari beban dan gangguan…” Dan masih banyak lagi fadhilah dari shiyam Ramadhan.

Hanya saja, shaum memillki adab yang wajiib dijaga sehingga seseorang memperoleh faedah yang optimal dengan shaumnya. Orang yang shaum adalah orang yang menjaga anggota badannya dari dosa, menjaga lisannya dari kata-kata keji dan dusta, menjaga perutnya dari makanan dan m-numan yang haram, dan menjaga kemaluannya dari tindakan keji. Jika dia berbicara, maka ia berbicara tentang apa yang tidak merusak shaumnya. Jika dia berbuat, maka perbuatan tersebut adalah sesuatu yang tidak menggerogoti pahala shaumnya. Sehingga apa yang diucapkannya senantiasa bermanfaat dan baik. Begitupula dengan amal perbuatannya. lniIah shaum yang disyariatkan, bukan hanya sekadar menahan Iapar dan haus saja.

Baca Juga: Tantangan Ramadhan

Selayaknya orang yang shaum tidak terlalu banyak makan di waktu malam. Jika seseorang kenyang di awal malam, maka dia tidak lagi dapat memanfaatkan sisa malamnya. Begitupula jika perut seseorang terlalu penuh ketika sahurnya, maka dia tidak lagi dapat memanfaatkan sebagian besar waktu siangnya. Karena terlaiu kenyang menyebabkan malas. Di samping itu, menjadi hilanglah maksud dari shaum jika temyata berlebihan ketika makan. Sedangkan maksud diperintahkannya shaum adalah agar seseorang merasakan Iapar dan meninggalkan apa yang disukainya.

Mengakhirkan makan sahur lebih diutamakan daripada mengawalkannya, yakni memulai shaum tatkala terbit fajar. Allah benfirman,

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Sebagian orang menyelisihi hal itu. Mereka begadang di malam hari kemudian makan sahur Ialu tidur satu atau dua jam sebelum terbitnya fajar. Mereka menghimpun beberapa kesalahan. Mereka telah shaum sebelum waktu shaum, bisa jadi mereka meninggalkan shalat jama’ah subuh, atau bahkan mereka shalat setelah habis waktunya, mereka tidak shalat melainkan setelah terbit matahari, sungguh ini musibah besar. Wal’ iyadzu billah.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kultum Ramadhan/Materi Kultum