Kita Pasti Akan Mendatangi Neraka!

Suatu hari, ketika Abdullah bin Rawahah sakit, beliau meletakkan kepalanya dipangkuan sang isteri sambil menangis. Sang isteri turut menangis karenanya. Lalu beliau bertanya kepada isterinya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Isterinya menjawab, “Aku melihatmu menangis, maka aku ikut menangis!”. Abdullah berkata, “Sesungguhnya aku ingat firman Allah Ta’ala

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”, maka aku tidak tahu apakah aku bisa selamat dari neraka ataukah tidak?!”

Ayat yang beliau maksud adalah firman Allah,

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا(71)ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا(72)

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”, (QS. Maryam:71-72).

Ayat itu menegaskan, bahwa semua manusia akan mendatangi neraka. Ini telah menjadi ijma’ para ulama berdasarkan ayat di atas. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang maksud ‘mendatangi’ neraka.

 

Maksud ‘Mendatangi’ Neraka

Ibnu Abil Izz, penulis Syarah Thahawiyah menyebutkan, “Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud ‘wuruud’ (mendatangi) dalam firman Allah

 وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”, apa maksudnya? Pendapat yang paling kuat adalah, berjalan di atas shirath. Allah berfirman, ” Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.”  Di dalam Ash- Shahih di sebutkan bahwa Nabi saw bersabda,

“Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, neraka tidak akan menyentuh seorangpun yang berbai’at di bawah pohon (Bai’atur ridhwan).”

Lalu Hafshah bertanya, “Wahai rasulullah, bukankah Allah berfirman, “Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu?” Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mendengar firman Allah, “Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”, (QS Maryam: 72)

Nabi mengisyaratkan bahwa mendatangi neraka tidak identik dengan memasukinya. Dan bahwa diselamatkannya seseorang dari keburukan tidak selalu berarti orang tersebut telah ditimpa keburukan.”

Beliau juga mengatakan, “Begitu pula halnya dengan ‘mendatangi’ neraka, mereka melewati di atasnya, yakni di atas Shirath, kemudian Allah menyelamatkan mereka yang bertakwa, dan membiarkan orang-orang yang zhalim berada di dalamnya dalam keadaan berlutut.”

Diriwayatkan dalam hadits yang shahih dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:

يَرِدُ النَّاسُ على النَّارَ، ثُمَّ يَصْدُرُونَ عَنْهَا بِأَعْمَالِهِمْ، فَأَوَّلُهُمْ كَلَمْحِ الْبَصَرِ، ثمَّ كَمَرِّ الرِّيْحِ، ثمَّ كَحضْرِ الْفَرَسِ، ثمَّ كالرَّاكِبِ في رَحْلِهِ، ثمَّ كَشَّدِّ الرَّجُلِ، ثُمَّ كَمَشْيِهِ

“Manusia akan berjalan diatas neraka. Kemudian mereka akan melewatinya sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang paling pertama melewatinya dengan sangat cepat seperti kedipan mata, lalu ada yang seperti hembusan angin, ada yang seperti larinya seekor kuda, ada yang seperti orang naik kendaraan dalam perjalanannya, ada yang dengan berlari dan ada yang seperti berjalan”. (HR Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albany)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa maksud mendatangi neraka adalah melewati di atasnya, yakni di atas Shirath, karena Shirath terbentang di atas neraka.

 

Lewat Tanpa Terasa Panas

Ada pula yang berpendapat bahwa maksud mendatangi dalam ayat tersebut adalah memasukinya. Hanya saja orang mukmin tak merasakan panasnya api neraka. Sulaiman bin Murah menguatkan pendapat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya ke telinga dan berkata, “kedua telingaku tuli jika aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah tersisa orang baik maupun jahat melainkan akan memasuki neraka, lalu neraka dijadikan dingin dan keselamatan atas orang mukmin sebagaimana terjadi atas Ibrahim. Hingga api menjadi beku karena dinginnya. Kemudian Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim berada di dalamnya dalam keadaan berlutut.” (Ma’arijul Qabuul II/851)

Al-Hasan bin Arafah juga meriwayatkan dari Khalid bin Mi’dan, “Penduduk jannah setelah masuk jannah berkata, “Bukankah Rabb kita telah menjanjikan kepada kita bahwa kita akan mendatangi neraka?” Dikatakan, “Kalian telah mendatanginya dalam keadaan padam.”

Wallahu a’lam, kedua pendapat tersebut bisa jadi melegakan hati sebagian kita. Sebab ternyata orang mukmin ada yang tidak memasuki neraka, atau..kalaupun masuk neraka, mereka tak akan merasakan panasnya.

Tapi, jangan lantas merasa aman dan lupa diri. Sikap yang justru kita ambil adalah seagaimana sikap Abdullah bin Rawahah yang tetap takut, karena kita tidak tahu, apakah kita termasuk yang diselamatkan oleh Allah? Ataukah termasuk golongan yang dibiarkan (meskipun hanya beberapa lama) di dalam neraka dalam keadaan hina?

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam jannah, dan jauhkanlah kami dari neraka, amien.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Akidah

 

 

Neraka, Siksa Tiada Jeda

Ini adalah tentang kesudahan orang yang terpedaya oleh dunia, diperbudak oleh syahwatnya. Dunia menjadi obsesinya yang paling utama. Harta di tangannya seolah racun yang akan membinasakannya. Jika dia kaya, foya-foya dan mengumbar nafsunya, tak peduli pula dari mana ia mendapatkan hartanya. Jika dia miskin, tak ada yang diperbuat selain mengeluh dan mencela takdir, cita-citanya hanyalah bagaimana bisa kaya di dunia semata. Kalaupun dia cerdas otaknya, namun bodoh dalam urusan agamanya.

Tak ada Lagi Bahagia, yang Ada Hanya Derita

Dia merasa enjoy dengan dosa, tak terdetik di hatinya untuk berlaku taat kepada penciptanya. Berpaling dari kitab dan sunah Nabi-Nya. Begitulah keadaannya hingga ajal menjemputnya. Setlah itu, penderitaan dirasakannya dalam seluruh fase akhirat, hingga penderitaan yang paling sempurna, yakni neraka.

Habis sudah masa berleha-leha, tak ada lagi santai apalagi berfoya-foya. Yang tinggal adalah siksa tiada tara dan tanpa jeda. Mereka masuk ke neraka bukan menerjunkan diri atau dijatuhkan, akan tetapi dengan cara dilempar dan dalam keadaan dibelenggu,

Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka disana mengharapkan kebinasaan.” ( QS al-Furqaan 13 )

Sebagaimana mereka di dunia merasa bebas melampiaskan nafsu syahwatnya di dunia, maka mereka dilempar dalam keadaan terkekang oleh belenggu, tidak bisa berontak atau membebaskan dirinya. Karena belenggu tersebut sangat kuat dan panjang, sementara mereka tidak memiliki kekuatan. Tentang seberapa panjang belenggu yang membelit penghuni neraka, Allah mengisahkan,

“Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. Al-Haaqqah 32)

Dan tatkala mereka berbangga dan tidak takut bermaksiat kepada Allah, maka Allah mencampakkan mereka ke neraka dalam kondisi sangat ketakutan karena dilempar ke neraka yang menyala-nyala dan sangat dalam jurangnya. Karena saking takutnya, mereka berharap telah binasa sebelum menyentuh neraka.

 

Baca Juga: Pandai-pandailah Merasa Berdosa

 

Bagaimana tidak ketakutan, mereka dilemparkan bukan hanya dari ketinggian 10 atau 100 lantai gedung bertingkat. Jauhnya mulut jurang hingga dasarnya mencapai 70 tahun lamanya. Abu Hurairah رضي الله عنه meriwayatkan, bahwa suatu hari kami bersama Rasuulullah صلى الله عليه وسلم, lalu kami mendengar suara sesuatu yang menggelegar seperti benda jatuh. Rasuulullah صلى الله عليه وسلم lantas bertanya kepada kami, “Tahukah kalian, suara apa itu ?” Kami menjawab, “Yang tahu hanya Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda,

 

هَذَا حَجَرٌ رُمِيَ بِهِ فِي النَّارِ مُنْذُ سَبْعِينَ خَرِيفًا، فَهُوَ يَهْوِي فِي النَّارِ الْآنَ، حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا

“Itu adalah suara batu yang dilemparkan ke neraka sejak tujuh puluh musim (tahun) lalu dan sekarang baru mencapai dasarnya.” (HR Muslim)

Tak terbayang betapa takutnya seseorang yang dilempar ke jurang yang begitu dalam. Lebih takut lagi, dasar jurang tersebut bukanlah air, bukan pula batu, akan tetapi api yang menjilat-jilat dan panas luar biasa. Yang dari kejauhan telah terdengar menggelegak, siap melalap dengan kegeraman siapapun yang masuk ke dalamnya.

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara Neraka yang mengerikan, sedang Neraka itu menggelegak, hampir-hampir (Neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (Neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (Al Mulk: 7-8)

 

Dan sepanas apapun jenis api di dunia, itu hanya sepertujuhpuluh saja dari api neraka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam,

نَارُكُمْ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةً قَالَ فُضِّلَتْ عَلَيْهِنَّ بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهُنَّ مِثْلُ حَرِّهَا

“Api kalian (api dunia) hanyalah sepertujuhpuluh dari api Jahannam.” (HR Bukhari)

Siapakah yang mampu bertahan barang sedetik saja berhadapan dengan api neraka? Manusia yang terbuat dari tanah ini tidak akan mampu bertahan dengan api dunia, apalah lagi dengan api neraka. Di mana dalam surat Al-Muddatstsir ayat 27 dan 28 Allah berfirman, “wa maa adraaka maa saqar?” Tahukah kamu apa neraka Saqar itu? “laa tubqii wa laa tadzar!”, api neraka Saqar itu tidaklah meninggalkan dan tidaklah membiarkan! Yakni tak akan dibiarkan benda apa saja yang dilemparkan ke dalam api Saqar melainkan pastilah akan hancur!

Andai dilemparkan logam terkuat di dunia ke dalam Saqar! Kata setengah ahli, ialah logam tungsten yang biasa dipakai sebagai mata bor atau peluru pelubang baja, itupun akan hancur tak bersisa dimakan Saqar! Lemparkan batu terkuat di dunia ke dalam Saqar! Kata para ahli, ialah batu berlian, pastilah batu berlian itu akan lenyap tak berbekas dilalap api Saqar! Lantas bagaimana dengan kulit manusia?

 Siksa Tanpa Jeda

Ya kulit manusia akan hancur, tapi kehancurannya bukan akhir dari penderitaannya. Digantikan untuknya kulit yang baru agar dia merasakan pedihnya siksa berkali-kali. Allah Ta’ala berfirman,

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’ 56)

Maka, sejak pertama tubuh tercelup neraka, sirnalah ingatan mereka terhadap segala jenis kenikmatan yang pernah dirasakan di dunia, meskipun dia adalah orang yang paling banyak mengenyam kenikmatan di dunia.

“Kelak akan didatangkan  penduduk neraka yang paling bahagia sewaktu di dunia, lalu ia dicelupkan ke neraka sekali celupan lantas dikatakan kepadanya,” wahai anak Adam adakah engkau melihat kebaikan? apakah engkau pernah merasakan kenikmatan?” Ia menjawab,”Tidak, demi Allah wahai Rabbku.” (HR Tirmidzi)

Kalung permata yang melilit leher akan berganti dengan rantai belenggu yang panjangnya tujuh puluh hasta, lezatnya makanan berganti dengan kerasnya duri, ”Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS al-Ghâsyiyah 6-7)

Manisnya buah-buahan akan berganti dengan Zaqum yang mayangnya mengerikan seperti kepala setan, dan panasnya tak terperikan. Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّ قَطْرَةً مِنْ الزَّقُّومِ قُطِرَتْ فِي دَارِ الدُّنْيَا لَأَفْسَدَتْ عَلَى أَهْلِ الدُّنْيَا مَعَايِشَهُمْ فَكَيْفَ بِمَنْ يَكُونُ طَعَامَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

“Seandainya satu tetes zaqum ditetskan ke dunia, niscaya akan merusak kehidupan dunia, lalu bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shahih)

Minumanpun juga menjadi siksa, bukan sesuatu yang membuat segar di tenggorokan, tidak pula berkhasiat menghilangkan haus dan dahaga. Firman Allah,

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah (ghassâq)..” (QS an-Naba’ 24-25)

Adapun ‘ghassaq’ adalah campuran dari seluruh kotoran yang keluar dari tubuh penghuni neraka, sebagaimana yang disebutkan para mufassir.

 

Baca juga: Siksa yang tak Dikira

 

Jika makanan dan minuman menjadi siksa, lantas bagaimana dengan siksa yang lain?

Yang jelas, mereka tidaklah menganggur di neraka. Ada makhluk yang menyibukkan dan menambah penderitaan mereka. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Dari Abdullah bin Khaliq bin Jundub Al-Jabili dia berkata, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di Neraka ada enam ular bagaikan leher-leher onta yang menyengat seorang di antara penghuni Neraka tersebut maka ia rasakan panasnya selama tujuh puluh tahun. Dan di dalam Neraka ada kalajangking-kalajengking yang besarnya bagaikan keledai dan satu di antaranya kalajengking tersebut menyengat seorang penghuni Neraka maka ia rasakan pedihnya sengatan tersebut selama empat puluh tahun.”

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Akan keluar pada hari kiamat leher dari api Neraka yang memiliki dua mata melihat, dua mata mendengar, dan lisan berbicara, “saya diperintahkan untuk menyiksa tiga orang. (pertama) Orang yang sombong lagi keras kepala, (kedua) orang yang menyembah kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, dan (ketiga) orang-orang yang menggambar.”

Cukuplah menjadi gambaran kengeriannya, bahwa siksa paling ringan bagi penduduk neraka adalah, ketika diletakkan kerikil di telapak kakinya, otaknya mendidih karenanya. Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ

“Sesungguhnya siksa bagi penduduk neraka yang paling ringan di hari Kiamat adalah seseorang yang telapak kakinya diberi bara api, lalu otaknya mendidih karenanya.” (HR al-Bukhâri)

Itulah kesengsaraan yang tak diselingi kesenangan, siksa yang sama sekali tak mengenal jeda. Kita berlindung diri kepada Allah dari siksa neraka

 

Oleh: . Abu Umar Abdillah

Bersakit-sakit Dahulu diSiksa Kemudian

Selalu ada orang yang menjadi budak dari berbagai jenis kenikmatan, berlaku kufur terhadap Pemberi nikmat, lalu menggunakan nikmat untuk mendurhakai Sang Pemberi. Begitulah waktu abadi orang yang ingkar kepada Rabbnya. Dan karena ingkarnya, Allah pun telah menimpakan berbagai adzab di dunia kepada mereka, sebelum nantinya ada adzab yang lebih dahsyat di akhirat.

Yang Durhaka Kemudian Binasa

Seperti yang dialami kaum ‘Aad. Mereka adalah kaum yang dianugerahi oleh Allah berupa kekuatan jasad, umur yang panjang dan kekayaan yang melimpah. Akan tetapi nikmat yang semestinya dimanfaatkan untuk mengabdi kepada Allah, justru dipergunakan untuk memusuhi-Nya,

Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Rabb mereka, dan mendurhakai Rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua Penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).” (QS. Huud: 59)

Diutusnya Huud atas mereka tidak disambut, melainkan dengan permusuhan. Ibnu Katsier menyebutkan riwayat dari Ibnu Ishaq, bahwa tatkala mereka berlaku kufur, maka Allah menahan turunnya hujan selama tiga tahun atas mereka. Hingga pada saat mereka melihat awan hitam yang menggelayut di langit, mereka bergembira dan menyangka bahwa itu pertanda hujan akan segera turun. Mereka bersorak kegirangan, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. Akan tetapi, Allah berfirman,

(Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih. Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya.” (QS. al-Ahqaaf:  24-25)

Maka Allah tidak menyisakan mereka,

Adapun kaum ‘Aad Maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu Lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (QS. al-Haaqah 6-7)

Kisah yang serupa juga dialami oleh kaum Tsamud, kaum Luth, Fir’aun dan bala tentaranya, juga Qarun yang ditenggelamkan ke perut bumi beserta seluruh hartanya. Ini membuka mata manusia sepanjang masa, bahwa pada akhirnya nasib tragis di dunia akan menimpa orang yang ingkar dan durhaka kepada Penciptanya.

Janji Siksa di Neraka

Selain mereka, ada pula kaum atau personal yang telah dijanjikan siksa di neraka lantaran ingkar dan durhaka. Seperti al-‘Ash bin Wa’il. Ibnu Abbas bercerita, ”suatu kali ia mengambil tulang dari sebidang tanah, lalu dia tenteng dengan tangannya. Ia menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sembari berkata dengan sinis, “Apakah Allah akan menghidupkan orang ini setelah menjadi tulang belulang seperti ini?” Maka Nabi menjawab, “Ya, benar, Allah akan mematikan kamu, dan kelak Dia akan menghidupkan kamu lalu memasukkanmu ke dalam jahannam.” (HR al-Hakim)

Allah juga menjanjikan Abu Lahab dengan neraka lantaran kesombongan dan kekafirannya. Tatkala Nabi mengumpulkan orang-orang Quraisy untuk mendakwahi mereka, Abu Lahab memandang urusan itu terlalu sepele hingga para tokoh sekaliber dirinya diundang. Dengan sombongnya ia berkata, “tabban laka (yaa Muhammad), alihadza jama’tana?” Celakalah kamu wahai Muhammad, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami?” (HR Bukhari)

Sebagai balasan atas kecongkakan dan celaan Abu Jahal tersebut, turunlah firman Allah, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak”…dan seterusnya.

Ini sebagai balasan yang setimpal atas perbuatannya. Sebagaimana kaidah, “fakaifa tadiinu tudaanu”, Sebagaimana kamu berbuat, maka seperti itu pula kamu akan diperlakukan. Orang yang berlaku zhalim dan fajir akan merasakan pedihnya balasan siksa atas mereka.

Tersiksa Meski Bergelimang dengan Dunia

Yang seringkali luput dari pengetahuan dan penghayatan kaum muslimin adalah siksa dunia atas para pendurhaka. Hakikatnya, siksa yang menimpa orang yang fajir itu tak sebatas nasib tragis mereka di akhir hayat, atau sebatas siksa di akhirat saja. Jauh sebelum itu, tatkala mereka mengikuti selera nafsunya, ingkar dan membangkang kepada Penciptanya, sebenarnya siksa telah mereka rasakan pedihnya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata tatkala menafsirkan firman Allah,

Dan Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam ‘jahim.” (QS. al-Infithar: 14)

”Jangan Anda sangka bahwa bahwa balasan ini hanya berlaku untuk penderitaan (jahim) di akhirat saja, bahkan di tiga alam; di alam dunia, alam barzakh dan alam akhirat.”

Sekilas, mungkin tampak sulit dipahami, bagaimana mereka dikatakan sengsara dan menderita sementara kita menyaksikan sebagian mereka bergelimang dengan harta dan memperturutkan hawa nafsunya?

Namun, hakikatnya tidaklah sulit untuk dipahami, sebagaimana pula kita meyakini kebenaran firman Allah Ta’ala,

Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia,” (QS. at-Taubah: 99)

Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan, ”Siksa atas mereka itu adalah sesuatu yang bisa disaksikan. Siksa bagi para pemburu dunia, yang menggandrunginya dan lebih mengutamakan dunia dibanding akhirat adalah ambisi mereka untuk mendapatkan dunia, jerih payah mereka untuk mengumpulkannya, dan mereka didera oleh berbagai kesulitan untuk itu. Maka Anda tidak akan mendapatkan orang yang lebih lelah dari orang yang menjadikan dunia sebagai obsesi terbesarnya.”

Keadaan mereka seperti yang digambarkan sebagaian salaf, ”Barangsiapa yang menggandrungi dunia, maka tiga musibah akan menimpanya; kegelisahan yang sudah pasti, kelelahan tanpa henti dan penyesalan tak terperi.”

Gelisah untuk bersegara mendapatkan keinginannya dan gelisah karena sesuatu yang diinginkan menjadi milik orang lain. Tak ada orang yang lebih parah sifat dengkinya dari orang yang hanya mengutamakan dunia. Makin kuat ambisinya, makin kronis kedengkian yang menyengsarakan hatinya. Karena dia ingin memiliki segalanya, hal yang mustahil untuk diraihnya. Allah menjadikan bayang-bayang kefakiran selalu di pelupuk mata mereka, tidak pernah rasa puas menyapa mereka. Besarnya ambisi untuk memburu kenikmatan yang belum diraih melupakan mereka untuk menikmati hasil yang telah didapatnya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ

”Dan barangsiapa menjadikan dunia sebagai obsesinya, maka Allah akan menjadikan (bayang-bayang) kefakiran berada di pelupuk matanya.” (HR Tirmidzi)

Adapun siksa berupa kelelahan dan keletihan sudah pasti. Seluruh raga, hati dan pikiran akan terforsir hanya untuk memperebutkan kenikmatan dunia semata. Sesekali merancang intrik, membuat makar dan bersiasat untuk menjatuhkan dunia orang lain, atau merebutnya dari tangan mereka. Sesekali juga harus mengorbankan segalanya untuk sebuah kehormatan duniawi yang semu.

Bersusah dahulu di Dunia, Lalu Tersiksa di Neraka

Setelah bersusah payah dan lelah dalam memburu dunia, ada yang kemudian berhasil meraih impiannya, ada pula yang gagal mendapatkannya. Namun keduanya sama saja bagi orang yang durhaka, semua berpotensi derita bagi mereka. Ibnul Qayyim RHM berkata, ”Barangsiapa yang mencintai sesuatu selain Allah, maka ia akan merasakan pedihnya derita. Baik dia mendapatkan apa yang ia cintai ataupun tidak. Jika ia tidak bisa meraihnya, maka dia tersiksa lantaran tak bisa memilikinya, penderitaannnya sesuai dengan kadar ketergantungan hati terhadapnya. Dan jika apa yang dia inginkan tercapai, maka dia merasakan deritanya pada saat bersusah payah sebelum mendapatkannya, kekhawatiran setelah mendapatkannya, dan penyesalan setelah sesuatu itu hilang darinya.”

Ini seperti yang diungkapkan penyair Arab, ”Siapakah yang lebih tersiksa dari orang yang mencintai (dunia). Meski nafsu mendapatkan manisnya rasa, kau lihat dirinya selalu menyeka air mata. Karena takut akan berpisah darinya, atau karena rindu ingin segera bersua.”

Tidak disangkal, orang mukmin juga mengalami sebagian yang mereka rasakan, berupa keletihan dan kesusahan. Bedanya, setiap kelelahan yang menimpa seorang mukmin bersamaan dengan bergugurannya beban dosa di pundaknya, ia pun menjadi lega. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

”Tiada sesuatupun yang menimpa seorang muslim berupa kelelahan, rasa sakit, kegelisahan, kesedihan dan kesusahan, hingga duri yang mengenai dirinya, melainkan dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (HR Bukhari)

Berbeda dengan orang kafir yang tidak memiliki pengharapan kepada Allah, keletihannya adalah siksa, ’titik’. Kalaupun masih ada ’koma’, maka kalimat berikut berisi keletihan dan kepayahan yang lebih berat di neraka. Bersakit-sakit di dunia, disiksa kemudian di neraka. Nas’alullahal ’aafiyah. (Abu Umar Abdillah)

Neraka, Derita Tanpa Jeda

Maka, Kami memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala.Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan (berpaling) dari iman. (QS.al-Lail 14-16)

Suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengimami Shalat Maghrib dengan membaca Surat al-Lail. Tatkala bacaan sampai pada firman-Nya, “fa andzartukum naaran talazhzha..”,  beliau menangis hingga tak mampu melanjutkan bacaannya. Kemudian beliau mengulanginya dari awal, namun sampai pada ayat yang sama, beliau kembali menangis dan tak sanggup melanjutkannya. Hal itu terjadi dua atau tiga kali, lalu beliau membaca surat yang lain.

Kita memang tidak bisa mengukur persis, gejolak macam apa yang membuncah di dada beliau, hingga air mata tumpah tak terbendung. Tapi, begitulah karakter ulama, “innama yaksyallaha min ‘ibaadihil ‘ulama’, hanyasanya orang yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama’.

Mereka merasa menjadi obyek langsung dari Kalamullah. Lantas seperti apa perasaan seseorang yang merasa diingatkan langsung oleh Allah? Apalagi, tatkala peringatan itu berupa ancaman siksa neraka, yang tak ada lagi level penderitaan yang menandinginya.

Orang yang Paling Celaka

Neraka tidak dimasuki kecuali oleh orang yang paling celaka. ”La yashlaaha illal asyqa”, Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka. Tidak ada lagi orang yang lebih celaka darinya. Karena neraka disifati dengan segala kepungan penderitaan dan kesengsaraan, dan dinihilkan dari segala hiburan dan kesenangan.

Di dunia, kita memang sering menyaksikan dan mendengar kisah tentang penderitaan seseorang. Tentang orang yang miskin papa, beratnya penyakit yang menipa, atau dahsyatnya musibah yang menerpa. Tapi, itu semua sungguh tidak seberapa, ketika dibanding dengan neraka. Pasti ada jeda derita di dunia, pun banyak faktor yang bisa membuat beban menjadi ringan dirasa. Tidak sebagaimana derita di neraka, bersabar atau tidak bersabar sama saja bagi mereka.

Intensitas siksa yang tiada jeda dan tanpa koma, bahkan tak ada sedikit waktu meski hanya sekedar menurunnya kadar derajat siksa. Hingga para penghuninya berkata,

”Mohonkanlah pada Rabbmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari” (QS al-Mukmin: 49)

Menu Makanan di Neraka

Pada galibnya, makanan dan minuman itu identik dengan kenikmatan dan kelezatan. Tapi tidak demikian halnya dengan menu yang disediakan di neraka. Makanan menjadi siksa, minuman juga sebagai siksa, dan buah-buahan pun berupa siksa.

Ada makanan dhaari’, yang tidak menghilangkan rasa lapar, apalagi membuat perut menjadi kenyang. Rasapun bertentangan dengan selera lidah, bahkan untuk menelannya  harus dengan merobek tenggorokan, karena ia berupa duri,

“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS al-Ghasyiyah:6-7)

Disediakan pula menu buah untuk mereka. Namun bukan untuk menambah vitamin atau hidangan penutup yang menyempurnakan kenikmatan. Bentuknya menyeramkan, tumbuh dari tempat yang sangat mengerikan,

”Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zhalim.. Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar naar jahim. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. (QS. Ash-Shaffat 63-65)

Tentang rasa, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda memberikan perumpamaan yang menakutkan,

”Seandainya satu tetes dari zaqum diteteskan ke dunia, niscaya akan merusak kehidupan di dunia, lantas bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shahih)

Tidak disebutkannya akhir dari orang yang menyantapnya itu menunjukkan kedahsyatannya, hingga sulit digambarkan dengan kata-kata, atau dibayangkan dengan nalar manusia, semoga Allah menjauhkan kita dari neraka.

Jenis makanan lain yang disediakan bagi penghuni neraka adalah ghisliin,

“Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.”  (QS. al-Haaqah: 36)

Di antara ulama menafsirkan bahwa ghisliin adalah adonan dari seluruh kotoran yang keluar dari tubuh penghuni neraka, baik nanah, keringat, ludah, maupun kotoran dari depan maupun belakang, nas’alullahal ‘aafiyah.

Minuman yang Disediakan di Neraka

Jika makanan penghuni neraka begitu mengerikan, lantas bagaimana dengan minumannya? Sebagaimana halnya makanan, mereka juga diberi aneka jenis minuman. Tapi masing-masing minuman menjanjikan sisi penderitaan yang berbeda-beda, dengan tingkat derita yang paling ekstrim.

Ada minuman ’hamiim’, air yang mencapai tingkat panas yang paling puncak, hingga meluluhlantakkan segala isi perut yang meminumnya,

“dan diberi minuman dengan air yang mendidih (hamim) sehingga memotong-motong ususnya.” (QS. Muhammad: 15)

Jauh sekali dari kesegaran, tidak pula bermanfaat untuk mengusir haus dan dahaga, bahkan peminumnya menanggung derita tiada tara saking panasnya. Berbeda halnya dengan minuman ‘shadiid’, siksa yang dirasakan bukan semata karena panasnya, namun karena bau dan wujud yang sangat menjijikkan,

“Diminumnya air nanah (shadiid)  itu, dan hampir dia tidak bisa menelannya.” (QS. Ibrahim: 17)

Dan terakhir adalah minuman dari air ‘muhl’, cairan besi yang mendidih, sebagaimana firman Allah,

“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. 18:29)

Begitu komplit jenis penderitaan neraka yang tak diselingi sedikitpun oleh kenikmatan ataupun kesenangan. Itulah balasan bagi orang yang mendustakan kebenaran dan berpaling dari ketaatan. Semoga Allah menjauhkan kita dari neraka. Amin. (Abu Umar Abdillah)