Jarhah

Tanpa Nafkah Otomatis Cerai?

Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Ustadz, saudara perempuan saya sudah menikah namun ditinggal pergi suaminya merantau keluar Jawa. Hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa kabar berita dan nafkah yang diberikan. Apakah mereka sudah dihukumi cerai secara agama?Jazakumullah untuk nasihatnya.

Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

 

Jawab

Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Saudara seiman yang dirahmati Allah, saya bisa mengerti kegalauan Anda saat saudara perempuan Anda diperlakukan seperti itu. Bagaimanapun, kita tentu berharap yang terbaik bagi seluruh anggota keluarga, yaitu pernikahan yang bahagia. Dan jika hal sebaliknya yang terjadi, wajar jika kita menjadi sangat kecewa. Namun, ada beberapa hal yang harus kita fahami dahulu sebelum mengambil keputusan agar tidak salah melangkah.

Sebagai penjagaan keseimbangan dan penghindaran dari kezhaliman, sebuah pernikahan memiliki konsekuensi hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Dalam hal ini, kepemimpinan suami dan ketaatan istri adalah pondasi utamanya. Memimpin dan menafkahi menjadi kewajiban terbesar suami. Sementara melayani dan mentaati suami kewajiban terbesar bagi istri.

Namun, jika salah satu atau bahkan kedua pihak dari pasangan itu tidak menjalankan kewajibannya, pernikahan mereka tetap sah, karena pelanggaran tanggung jawab bukanlah penyebab perceraian. Sehingga, jika seorang suami tidak memberi nafkah, atau pergi tanpa memberi kabar, juga si istri tidak mau taat kepada suami, pernikahan mereka tidak otomatis berakhir.

Misalnya jika ada istri yang nusyuz atau durhaka kepada suaminya, Allah tidak menghukumi pernikahan mereka batal. Namun memberikan solusi untuk perbaikan keluarga dengan nasihat, boikot ranjang dan pemukulan. Jika kedurhakaan istri membatalkan pernikahan, tentu tidak perlu lagi solusi semacam ini. Demikian pula ketika suami melakukan nusyuz, yang menampakkan rasa  bosan kepada istri, malas untuk tinggal bersama, bahkan tidak menafkahinya. Dalam kasus ini, istri berhak mengajukan sulh (berdamai), dengan melepaskan sebagian haknya yang menjadi kewajiban suaminya, dalam rangka mempertahankan keluarga.

Selain itu, sebuah perceraian bersifat resmi. Yaitu harus ada pernyataan resmi dari pihak terkait tentangnya. Bisa dari pihak suami dengan menjatuhkan thalak, bisa si istri mengajukan khulu’, atau otomatis batal jika si suami murtad dari Islam.

Maka, mintalah saudara Anda untuk berfikir tentang manfaat dan madharat antara bertahan atau berpisah. Seberapa dia bisa bersabar dan menjaga keikhlasannya menjalani rumah tangga seperti itu. Kalau dia sudah tidak kuat lagi, antarkan dia ke lembaga terkait untuk mendaftarkan gugatan cerai. Namun jika dia masih berharap suaminya pulang dan bisa bersabar, doakan kekuatan baginya untuk menjalani pernikahannya yang berat ini.

Demikian, semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *