Kita Pasti Akan Mendatangi Neraka!

Suatu hari, ketika Abdullah bin Rawahah sakit, beliau meletakkan kepalanya dipangkuan sang isteri sambil menangis. Sang isteri turut menangis karenanya. Lalu beliau bertanya kepada isterinya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Isterinya menjawab, “Aku melihatmu menangis, maka aku ikut menangis!”. Abdullah berkata, “Sesungguhnya aku ingat firman Allah Ta’ala

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”, maka aku tidak tahu apakah aku bisa selamat dari neraka ataukah tidak?!”

Ayat yang beliau maksud adalah firman Allah,

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا(71)ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا(72)

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”, (QS. Maryam:71-72).

Ayat itu menegaskan, bahwa semua manusia akan mendatangi neraka. Ini telah menjadi ijma’ para ulama berdasarkan ayat di atas. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang maksud ‘mendatangi’ neraka.

 

Maksud ‘Mendatangi’ Neraka

Ibnu Abil Izz, penulis Syarah Thahawiyah menyebutkan, “Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud ‘wuruud’ (mendatangi) dalam firman Allah

 وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا

“Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu”, apa maksudnya? Pendapat yang paling kuat adalah, berjalan di atas shirath. Allah berfirman, ” Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.”  Di dalam Ash- Shahih di sebutkan bahwa Nabi saw bersabda,

“Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, neraka tidak akan menyentuh seorangpun yang berbai’at di bawah pohon (Bai’atur ridhwan).”

Lalu Hafshah bertanya, “Wahai rasulullah, bukankah Allah berfirman, “Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu?” Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mendengar firman Allah, “Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”, (QS Maryam: 72)

Nabi mengisyaratkan bahwa mendatangi neraka tidak identik dengan memasukinya. Dan bahwa diselamatkannya seseorang dari keburukan tidak selalu berarti orang tersebut telah ditimpa keburukan.”

Beliau juga mengatakan, “Begitu pula halnya dengan ‘mendatangi’ neraka, mereka melewati di atasnya, yakni di atas Shirath, kemudian Allah menyelamatkan mereka yang bertakwa, dan membiarkan orang-orang yang zhalim berada di dalamnya dalam keadaan berlutut.”

Diriwayatkan dalam hadits yang shahih dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:

يَرِدُ النَّاسُ على النَّارَ، ثُمَّ يَصْدُرُونَ عَنْهَا بِأَعْمَالِهِمْ، فَأَوَّلُهُمْ كَلَمْحِ الْبَصَرِ، ثمَّ كَمَرِّ الرِّيْحِ، ثمَّ كَحضْرِ الْفَرَسِ، ثمَّ كالرَّاكِبِ في رَحْلِهِ، ثمَّ كَشَّدِّ الرَّجُلِ، ثُمَّ كَمَشْيِهِ

“Manusia akan berjalan diatas neraka. Kemudian mereka akan melewatinya sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang paling pertama melewatinya dengan sangat cepat seperti kedipan mata, lalu ada yang seperti hembusan angin, ada yang seperti larinya seekor kuda, ada yang seperti orang naik kendaraan dalam perjalanannya, ada yang dengan berlari dan ada yang seperti berjalan”. (HR Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albany)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa maksud mendatangi neraka adalah melewati di atasnya, yakni di atas Shirath, karena Shirath terbentang di atas neraka.

 

Lewat Tanpa Terasa Panas

Ada pula yang berpendapat bahwa maksud mendatangi dalam ayat tersebut adalah memasukinya. Hanya saja orang mukmin tak merasakan panasnya api neraka. Sulaiman bin Murah menguatkan pendapat tersebut seraya meletakkan kedua jarinya ke telinga dan berkata, “kedua telingaku tuli jika aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah tersisa orang baik maupun jahat melainkan akan memasuki neraka, lalu neraka dijadikan dingin dan keselamatan atas orang mukmin sebagaimana terjadi atas Ibrahim. Hingga api menjadi beku karena dinginnya. Kemudian Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim berada di dalamnya dalam keadaan berlutut.” (Ma’arijul Qabuul II/851)

Al-Hasan bin Arafah juga meriwayatkan dari Khalid bin Mi’dan, “Penduduk jannah setelah masuk jannah berkata, “Bukankah Rabb kita telah menjanjikan kepada kita bahwa kita akan mendatangi neraka?” Dikatakan, “Kalian telah mendatanginya dalam keadaan padam.”

Wallahu a’lam, kedua pendapat tersebut bisa jadi melegakan hati sebagian kita. Sebab ternyata orang mukmin ada yang tidak memasuki neraka, atau..kalaupun masuk neraka, mereka tak akan merasakan panasnya.

Tapi, jangan lantas merasa aman dan lupa diri. Sikap yang justru kita ambil adalah seagaimana sikap Abdullah bin Rawahah yang tetap takut, karena kita tidak tahu, apakah kita termasuk yang diselamatkan oleh Allah? Ataukah termasuk golongan yang dibiarkan (meskipun hanya beberapa lama) di dalam neraka dalam keadaan hina?

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam jannah, dan jauhkanlah kami dari neraka, amien.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Akidah

 

 

Kultum Ramadhan: Buta Hati di Dunia, Buta Mata di Akhirat

Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan dari Ibnu Abbas dan Muqatil yang meriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum berkata, “Wahai Rasulullah, di dunia ini saya adalah orang yang buta, apakah di akhirat saya juga akan buta? Lalu turunlah ayat,

 

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَـٰكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada..” (Al-Hajj: 46).

Yakni barangsiapa di dunia hatinya buta terhadap Islam, maka di akhirat dia akan masuk neraka. Demikian dijelaskan oleh al-Qurthubi.
Tak semua orang yang memiliki kelengkapan indera mampu menangkap kebenaran. Bukan karena lemahnya indera, namun karena cacatnya iradah (kemauan) untuk mencari kebenaran, atau lebih suka menggunakan inderanya sesuai keinginan nafsunya, bukan sesuai kehendak Penciptanya.

Semestinya dengan indera mata, mereka bisa membaca ayat-ayat Qur’aniyah yang menunjukkan kebenaran secara terang benderang. Mereka juga bisa melihat ayat-ayat Kauniyah, sehingga bisa memahami dahsyatnya penciptaan yang otomatis menunjukkan keagungan Penciptanya.

Mereka tidak menggunakan matanya untuk melihat, telinganya untuk mendengar dan akalnya untuk memahami kebenaran, hingga mereka tidak mengenalnya dan tidak pula berpihak kepada kebenaran. Bukan inderanya yang lemah, tapi yang buta dan tuli adalah hatinya.

Baca Juga: Qalbun Salim, Hati yang Selamat dari Syubhat dan Syahwat

Mereka adalah orang yang tak mau tahu petunjuk Allah yang seharusnya menjadi panduan hidup manusia. Tidak mau membaca al-Qur’an, tidak pula sudi mendatangi majelis ilmu sehingga mendengarkan petunjuk yang terkandung dalam al-Qur’an. Mereka lebih suka
menggunakan mata, telinga dan pikirannya untuk yang lain sembari berpaling dari al- Qur’an.

Buta hati adalah sebenar-benar bencana, karena dengannya seseorang tidak bisa mengenali nikmat Allah atas dirinya. Dia tidak juga membedakan mana jalan menuju keselamatan dan mana jalan yang menjerumuskan kepada kesengsaraan. Yang baik dikatakan buruk dan sebaliknya, yang semestinya musuh malah dijadikan teman, dan begitulah semua barometer bisa terbolak-balik.

Meski di dunia mereka melek matanya, namun kelak di akhirat, Allah akan bangkitkan mereka dalam keadaan buta lantaran hatinya buta saat di dunia. Allah Ta’ala berfirman,

 

وَمَن كَانَ فِي هَـٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا

“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS al-Isra’ 72)

Qatadah menjelaskan ayat tersebut, “Barangsiapa yang di dunia ini buta terhadap nikmat-nikmat Allah, juga terhadap bukti penciptaan dan keagungan- Nya, maka di akhirat dia akan lebih buta dan lebih tersesat jalannya.”

Baca Juga: Dari Mata Turun ke Hati, Jaga Mata Bersihkan Diri

Sedangkan Ibnu Katsier menjelaskan dari sudut panang yang lain, “Yakni barangsiapa yang di dunia ini buta terhadap bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Allah adalah Esa dalam mencipta dan mengurus makhluknya, maka dalam hal akhirat yang tak kasat mata tentu dai lebih buta dan ebih sesat.”

Gejala buta hati di dunia bisa dilihat dari fokus perhatian dan usahanya. Yang mereka lihat, dengar dan pikirkan hanya dunia semata. Mereka tidak pedulikan urusan akhirat, seperti yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum:7)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as- Sa’di berkata, “Pikiran mereka hanya fokus dengan urusan dunia sehingga lalai terhadap urusan akhiratnya. Mereka tidak berharap masuk surga dan tidak pula takut akan neraka. Inilah tanda kebinasaan mereka, bahkan dengan akalnya mereka tidak bisa meraba. Usaha mereka memang menakjubkan seperti kemampuan menemukan atom, listrik, angkutan darat, laut dan udara. Sungguh menakjubkan pikiran mereka, seolah-olah tidak ada kaum lain yang mampu menandinginya, sehingga orang lain begitu remeh dalam pandangan mereka. Akan tetapi sayang, mereka jahil dalam urusan akhirat dan tidak tahu bahwa kepandaiannya justru akan membinasakan dirinya.”

Maka Allah membenci orang yang hanya pandai dalam hal dunia, atau bahkan menjadi seorang pakar, namun dia jahil dalam urusan
agamanya. Amat disayangkan jika seseorang mampu menempuh jenjang strata-3 dalam hal ilmu dunia, namun pengetahuan agamanya
tidak beranjak dari level TK. Rasulullah bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akherat”.
(HR. Al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albani)

Ini tidak menunjukkan bahwa ilmu dunia itu cela, akan tetapi sisi celanya adalah ketika seseorang tidak mau belajar tentang ilmu akhirat. Tapi, ilmu akhiratlah yang bisa menunjukkan agar ilmu dunianya bisa berfaidah untuk dirinya dan orang lain, baik di dunia maupun di akhirat.

Tanpanya, kepandaiannya bisa jadi akan menjadi bumerang bagi dia. Mungkin akan menyalahgunakan ilmu, atau setidaknya dia tidak mendapat pahala apa-apa dengan jerih payah dan usahanya, karena tidak ada panduan bagaimana keahlianya bisa bernilai di sisi Allah Ta’ala.

Semoga Allah anugerahkan kita kebaikan di dunia dan akhirat.

 

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Kultum Ramadhan

Buat Para Wanita; Awas Bidadari Marah Padamu

Menyakiti suami dan berperilaku buruk kepadanya merupakan dosa yang harus dijauhi oleh para istri. Karena, hal itu bisa menimbulkan dampak negatif yang sangat merusak, baik berkaitan dengan masa depan kehidupan rumah tangga, maupun masa depan ‘kepribadian’ kedua pasangan. Berapa banyak kemaksiatan dan kasus-kasus perselingkuhan yang membelit kehidupan suami-istri, karena salah satu pihak atau keduanya merasa pasangannya tak lagi mampu memberikan ‘keteduhan’?

 

Protes Sang Bidadari

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasul SAW bersabda, “Aku telah melihat neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.” Seorang perempuan bertanya, “Wahai Rasul, ada apa gerangan dengan kaum wanita?” Beliau bersabda, “Mereka mengkufuri.” Dikatakan, “Apakah mengkufuri Allah?” Beliau bersabda, “Mengkufuri suami dan banyak melaknat. Apabila kalian (para suami) berbuat baik kepada salah seorang dari mereka seumur hidup, lalu ia melihatmu berbuat satu kesalahan, maka ia akan berkata, ‘Aku tak pernah melihat kebaikan pada dirimu sama sekali’.”

 

Baca Juga: Kabar Gembira Untuk Para wanita

 

Mengkufuri suami dan tidak berterima kasih kepada kebaikannya merupakan salah satu tindakan ‘menyakiti suami’. Dan, hal itu termasuk salah satu faktor yang dapat menjerumuskan para istri ke dalam kobaran api neraka. Wal ‘iyadzu billah.

Bahkan, para bidadari surga pun akan murka kepada seorang istri yang suka menyakiti suaminya. Rasul n bersabda:

 

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ، قَاتَلَكِ اللهُ، فَإِنَّمَا هُوَ دَخِيْلٌ عِنْدَكَ، يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia melainkan istrinya dari kalangan bidadari yang bermata jeli akan berkata, ‘Jangan kau sakiti dia. Semoga Allah membinasakanmu. Sesungguhnya dia di sisimu tak ubahnya seperti orang singgah, yang hampir meninggalkanmu menuju kepada kami’.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, serta dishohihkan oleh Al-Albani)

Wahai Saudariku! Bisa jadi, engkau saat ini bukanlah istri yang hakiki bagi suamimu di dunia ini. Maka, para bidadari pun berujar, “Suamimu laksana tamu bagimu, dan engkau bukanlah istrinya yang hakiki. Sungguh, kamilah istrinya yang sebenarnya. Dia akan segera berpisah denganmu dan berjumpa dengan kami!” Para bidadari itu memprotes keras seorang istri yang suka menyakiti suaminya, “Jangan sakiti ‘suamiku’. Semoga Allah melaknatmu.” (Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami’it Tirmidzi).

 

Jangan Sakiti Dia!

Terdapat beberapa perilaku dan sikap yang harus dihindari oleh para istri, karena itu bisa memercikkan lelatu kesengsaraan dalam kehidupan rumah tangganya. Antara lain bisa menyebabkan suaminya ‘tersakiti’, baik tersakiti hatinya maupun jasmaninya. Sudah pasti, bahwa sesuatu yang dilarang dalam Islam, tentu memiliki ‘bom keburukan’ yang siap meledak dan merusak tatanan kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan keluarga. Hindarilah dosa-dosa berikut ini, wahai para istri!

Pertama,

Menentang dan membantah suami (nusyuz). Yakni istri tidak menaati perintah suami, padahal suaminya tidak menyuruhnya untuk bermaksiat kepada Allah. Nusyûz artinya adalah ‘naik atau tinggi’. Nusyûz az-zaujah, berarti meningginya istri dari suami, dengan mengabaikan perintahnya dan berpaling darinya. Berbuat nusyuz kepada suami berarti telah berbuat durhaka dan menyakiti hatinya. Rasul n menegaskan pentingnya ketaatan istri kepada suami, hingga beliau bersabda, “Jikalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka benar-benar akan aku perintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)

Kedua,

Kebutuhan biologisnya ‘terhujat’. Yakni istri enggan melayani keinginan suami untuk berjimak, sehingga kebutuhan biologis suami tak mampu tersalurkan. Hal ini jelas sangat menyakitkan hati suami, dan sangat berpotensi merusak keharmonisan kehidupan rumah tangga. Rasul n bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang lelaki mengajak istrinya ke ranjang, lalu si istri menolaknya, hingga ia bermalam dalam keadaan marah, niscaya para malaikat akan melaknat si istri tersebut hingga pagi tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Baca Juga: Bila Wanita Melamar Pria

 

Ketiga,

Meminta talak tanpa sebab. Istri yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan syara’ berarti telah memutuskan tali pernikahan yang agung. Dan itu terlarang dalam Islam. Disebutkan dalam hadits, “Wanita mana saja yang meminta talak kepada suaminya, maka ia haram mencium aroma surga.” (HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Keempat,

Berkhalwat dengan lelaki yang bukan mahram. Berapa banyak bermula dari ‘lezatnya’ khalwat, hingga akhirnya banyak istri yang terjerumus ke dalam perbuatan terlaknat? Yakni selingkuh, menjalin hubungan asmara dengan lelaki lain. Na’udzubillah. Betapa tersakitinya hati suami, melihat istrinya ‘berkhianat’ kepadanya. Rasul SAW bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian juga, termasuk perbuatan menyakiti suami, jika istri suka menyebarkan rahasia suaminya, dan membelanjakan harta suami secara tidak benar. Sungguh, Allah akan melaknat istri yang berbuat zhalim kepada suaminya. Sebagaimana juga ‘doa kemurkaan’ akan meluncur dahsyat dari bibir para bidadari yang bermata jeli sebagai sebuah bentuk protes abadi, “Jangan sakiti ‘suamiku’. Semoga Allah membinasakanmu!” Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Oleh: Redaksi/Wanita/Keluarga