Khutbah Jumat: Fatamorgana Amalan Semu

KHUTBAH JUMAT:
Fatamorgana Amalan Semu

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِالْأَمْوَالِ، وَأَبَاحَ لَنَا التَّكَسُّبَ بِهَا عَنْ طَرِيْقِ حَلاَلٍ، وَشَرَعَ لَنَا تَصْرِيْفَهَا فِيْمَا يُرْضِيْ الْكَبِيْرَ الْمُتَعَالَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَكْرَمُ النَّاسِ فِيْ بَذْلِ الدُّنْيَا عَلَى الْإِسْلاَمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالىَ وَأَدُّوْا مَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ فِيْ أَمْوَلِكُمْ

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Kita bersyukur kepada Allah yang masih memberikan iman dan islam di dalam jiwa dan raga. Dua karunia sebagai bekal Sentosa di dunia dan alam setelahnya. Allah juga masih memberi kita nikmat aman menjalankan syariat agama. Menunaikan shalat tanpa todongan senjata, membaca quran dan mengagungkan syiar islam tanpa takut hilang nyawa.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, para shahabat dan orang-orang yang mengikuti sunah Rasulullah hingga hari kiamat.

Tak lupa khatib mewasiatkan takwa kepada diri khatib pribadi dan kepada jamaah semua, lantaran takwa menjadi bekal terbaik untuk menghadap sang pencipta.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Sepantasnya kita menjadi hamba yang bersyukur. Dengan karunia-Nya Allah membuka banyak sekali peluang-peluang kebaikan dari segala sisi. Hingga dengan mudah orang-orang yang memiliki semangat bisa mendatangi pintu demi pintu kebaikan. Apalagi, setiap kebaikan yang kita lakukan dilipatkan pahalanya sepuluh hingga tujuh ratus kali, atau bahkan lebih, wal hamdulillah.

Tapi, harus pula diwaspadai, jangan sampai kita seperti mengisi air di bejana yang bocor bagian bawahnya. Rajin mengumpulkan pahala, namun membiarkan kerusakan yang menyebabkan pahala menjadi sirna tak tersisa. Atau yang diumpamakan oleh Allah dengan ‘habaa’an mantsuura’, bagai debu yang berterbangan. Allah berfirman,

 وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَّنثُورًا ﴿٢٣

“Dan Kami tampakkan apa yang dahulu telah mereka amalkan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ibnu al-Jauzi rahimahullah menafsirkan bahwa maksud, “Apa yang dahulu telah mereka amalkan” yaitu berupa amal-amal kebaikan. Sedangkan Imam al-Baghawi menjelaskan makna “bagaikan debu yang beterbangan” yakni sia-sia, tidak mendapatkan pahala.

Kelak di akhirat akan ada orang-orang yang tercengang. Jerih payah tenaga, pengorbanan harta, perlakuan baik kepada sesama tapi tak ia dapatkan dalam timbangan kebaikan.

Di dunia mereka bisa jadi banyak bersilaturahmi, menolong orang-orang yang terkena musibah, melayani tamu dengan baik, menyantuni fakir miskin, dan bahkan ada yang digelari pahlawan lantaran berkorban nyawa, semuanya bisa sia-sia tak berguna.

Bukan karena Allah tidak menghargai jerih payah mereka, akan tetapi usaha mereka memang bukan untuk Allah, atau mereka berbuat dengan sesuatu yang berbeda dengan apa yang Allah perintahkan. Yang paling sia-sia amal perbuatannya adalah orang-orang kafir. Kebaikan yang mereka lakukan semu bagaikan fatamorgana. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّـهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ۗ وَاللَّـهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿٣٩﴾

Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. (QS. An Nuur (24): 39)

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Fatamorgana adalah bayangan yang terjadi akibat panasnya sinar matahari di siang hari menimpa tanah datar di padang pasir, sehingga pasir yang panas dan gersang itu terlihat bagai genangan air. Orang yang kehausan pun akan gembira melihatnya dan bersegera mendekatinya. Tapi, dia tak akan mendapatkan apa pun karena air yang tampak itu hanyalah sebuah fatamorgana. Itulah perumpamaan bagi kebaikan semu yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Di barisan orang-orang yang telah berislam, ada pula orang yang terancam amalnya sia-sia. Yakni orang-orang yang beramal secara tidak ikhlas dan tidak pula mengikuti rambu-rambu yang telah digariskan oleh syariat.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Setiap amalan yang tidak ikhlas dan tidak berada di atas ajaran syari’at yang diridhai Allah, maka itu adalah perbuatan yang batil atau sia-sia.”

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Amat disayangkan, ketika seseorang bersemangat melakukan suatu bentuk ibadah, ternyata amalnya tertolak. Karena meskipun maksudnya baik, namun apa yang dilakukan berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. Allah menghendaki manusia beribadah dengan mengikuti Nabi, sedangkan manusia lebih suka berkreasi dan mencari jalan sendiri. Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amal yang tidak tuntunan dariku maka tertolak.” (HR Muslim)

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Balasan ini sangat wajar, bagaimana seseorang hendak meminta imbalan kepada Allah sementara ia bekerja tidak sesuai order dan perintah-Nya? Maka keberuntungan adalah bagi orang yang mencukupkan diri dengan sunnah Nabinya dalam beribadah. Ittiba’ adalah cara paling efektif untuk memproduksi pahala, sedangkan bid’ah adalah pemborosan amal. Seringkali lebih berat dan lebih lama, tapi tak ada hasilnya apa-apa.

Ambil contoh, kita pasti yakin bahwa shalat Shubuh dua rekaat lebih utama daripada tiga rekaat, meskipun lebih ringan dan singkat. Kenapa? Karena Nabi mencontohkan dengan dua rekaat. Bahkan shalat Shubuh dengan tiga rekaat menjadi tertolak ketika dilakukan dengan unsur kesengajaan, bukan karena lupa.

Begitupun dengan dzikir setelah shalat, membaca tasbih 33 kali tentu lebih utama daripada membacanya sebanya 3333 kali. Karena lebih sesuai dengan sunnah Nabi ﷺ.

Penyebab lain yang membuat amal menjadi sia-sia adalah riya’ dan tidak ikhlas. Karena Allah hanya menerima amal yang ditujukan untuk-Nya. Inipun sesuatu yang adil. Bagaimana pantas seseorang meminta imbalan kepada Allah di akhirat sementara ia di dunia bekerja untuk selain-Nya?

Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat bangga atas pujian orang kepadanya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.”

Orang yang suka pamer, biasanya tampak shalih di hadapan orang tapi tak takut dosa saat sendirian. Seakan ia bersembunyi dari manusia tapi tak bersembunyi dari Allah ketika berbuat dosa. Perbuatan ini terancam dengan sirnanya amal baik yang telah dilakukan.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,

يؤتى يوم القيامة برجال لهم أعمال كجبال تهامة ييضا فيجعلها الله هباء منثورا،لأنهم كانوا إذا اختلوا بمحارم الله انتهكوها

“Sungguh aku mengetahui sebuah kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak seperti bukit Tihamah kemudian Allah menjadikannya seperti debu yang beterbangan.” Maka mereka -sahabat- bertanya, “Wahai Rasulullah, berikanlah ciri mereka kepada kami agar kami tidak termasuk golongan mereka dalam keadaan tidak sadar.” Maka beliau menjawab,

أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ، وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ، وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

“Adapun, mereka itu adalah saudara-saudara kalian, kulitnya seperti kalian, mereka ambil bagian di waktu malam (untuk shalat) sebagaimana kalian. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila bersepi-sepi dengan apa yang diharamkan Allah maka mereka pun menerjangnya.” (HR Ibnu Majah ,dishahihkan oleh al-Albani)

Semoga Allah menerima semua amal kebaikan kita, aamiin.

 

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH KEDUA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَىخُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اللهم اغفِرْ لِلْمُسْلِمينَ وَالمْسُلْماتِ والمؤمنينَ والمؤمناتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُم واَلأَمْوَاتِ

اللهمَّ انْصُرْ جُيُوسَ المُسْلِمِيْنَ وَعَسَاكِرَ المُوَحِّدِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَ الدِّينِ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إلي يَوْمِ الدِّينِ اللهُمَّ انْصُرْ دُعَاتَنَا وَعُلَمَائنَاَ المَظْلوُمِيْنَ تَحْتَ وَطْأَةِ الظالِمِين وَفِتْنَةِ الفَاسِقِينَ وَحِقْدِ الحَاقِدِيْنَ وَبُغْضِ الحَاسِدِين وَخِيَانَةِ المُنَافِقِيْنَ

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا ، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا ، وَلا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَلا مَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لا يَرْحَمُنَا

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلي خَيْرِ خَلْقِكَ وَأَفْضَلِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلي آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا

وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالمَين

Hukum Jual-Beli dengan Orang Kafir Sementara Ada Pedagang Muslim

 

PERTANYAAN

Bagaimanakah hukumnya meninggalkan kerjasama diantara kaum muslimin, yakni dengan tidak ridha dan tidak suka membeli dagangan dari kaum muslimin tetapi suka membeli barang dari toko-toko orang kafir. Apakah hal seperti itu sebagai suatu yang halal atau haram?

 

JAWABAN:

Sesuai ketetapan hukum pokok, seorang muslim boleh membeli apa yang dibutuhkannya pada sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, baik dari orang muslim maupun orang kafir.

Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sendiri pernah membeli dari orang yahudi. Tetapi jika keengganan seorang muslim untuk membeli dari muslim lainnya tanpa ada sebab, baik itu dalam bentuk kecurangan, mahalnya harga dan jeleknya barang yang membuatnya lebih suka membeli dari orang kafir serta lebih mengutamakannya atas orang muslim tanpa alasan yang benar, maka yang demikian itu jelas haram, sebab yang demikian itu termasuk bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir, meridhai dan mencintai mereka.

Baca Juga: Bolehkah Bersedekah kepada Non Muslim?

selain itu, hal tersebut dapat melemahkan perdangan kaum muslimin dan merusak barang dagangan mereka serta tidak membuatnya laris, jika seorang muslim menjadikan hal-hal itu menjadi kebiasaannya.

Adapun jika ada sebab-sebab yang menjadikannya dia berpaling sebagaimana telah disebutkan, hendaklah dia menasehati saudaranya itu dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada saudaranya tersebut. Apabila dia mau menerima nasehat tersebut, alhamdulillah, dan jika tidak, maka dia boleh berpaling darinya dan membeli dari orang lain, sekalipun kepada orang kafir.

wabillahittaufiiq, mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhmammad shallallahu’alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Fatwa al-Lajnah ad-Daimah, dinukil dari buku fatwa-fatwa jual beli, pustaka imam syafi’ie hal. 14

Anak Indigo, Kelebihan atau Karena Gangguan?

Pada 28 Desember 2014, kita dikejutkan dengan jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 yang terbang dari Surabaya ke Singapura. Pesawat tersebut jatuh di perairan saat menuju ke Changi. Namun, ternyata jatuhnya pesawat ini telah diprediksi oleh anak indigo Naomi. Pada Oktober 2014, di salah satu acara televisi nasional, Naomi memprediksikan akan ada kecelakaan yang dialami pesawat. Seperti dikutip jadiberita.com, “Bakal ada kejadian lagi di transportasi udara”, kata Naomi pada presenter acara.

Di kasus yang lain, Sebut saja Riska, tatkala ia sedang mengadakan pesta kecil merayakan ulang tahun ke-36, suasana bahagia melingkupi rumah keluarga di kawasan Pondok Jaya Raya, Mampang, Jakarta Selatan. Namun suasana sedikit berubah ketika Tasya, putrinya yang berusia 2,5 tahun, berujar bahwa sang opa( kakek Tasya) ikut datang kedalam pesta. “ Padahal si kakek telah meninggal. Konon, anak itu memiliki karakter sebagai anak indigo.

 

Apa Itu Indigo

Dua kasus di atas sekedar gambaran kejadian yang melibatkan anak yang disebut-sebut sebagai anak indigo. Secara bahasa, indigo adalah sebutan untuk warna antara biru dan violet. Ada pula yang menyebutnya dengan warna nila. Lalu istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat yang spesial, tidak biasa, dan bahkan supranatural. Interpretasi mengenai indigo pun bermacam-macam, asal ada sisi-sisi keunikan dan kejanggalan yang tak dimiliki umumnya anak, orang-orangpun menyebutnya sebagai anak indigo.

Konsep anak indigo pertama kali dikemukakan oleh cenayang Nancy Ann Tappe pada tahun 1970-an. Cenayang adalah orang yang dianggap bisa menjadi medium bagi roh. Pada tahun 1982, Tappe menerbitkan buku Understanding Your Life Through Color (Memahami Hidup Anda Melalui Warna) yang menjelaskan bahwa semenjak pertengahan tahun 1960-an, ia mulai menyadari bahwa ada banyak anak yang lahir dengan aura indigo (dalam publikasi lain Tappe juga mengatakan bahwa warna indigo atau nila berasal dari “warna kehidupan” anak yang ia dapatkan melalui sinestesia). Sehingga, anak indigo adalah anak yang memiliki warna aura indigo (nila).

Gagasan dukun ini kemudian dipopulerkan oleh sebuah buku yang berjudul The Indigo Children: The New Kids Have Arrived (Anak Indigo: Anak-anak Baru Telah Tiba) pada tahun 1998. Lee Carroll sendiri juga seorang cenayang yang mengklaim sebagai medium bagi roh  yang bernama Kryon. Menurutnya, roh Kryon telah memberikan kepadanya beberapa cara untuk mengenali anak Indigo.

Dalam konteks Islam, cenayang adalah dukun, sedangkan apa yang dianggap sebagai roh Kryon itu tak lain adalah setan dari golongan jin dan bukan roh orang yang telah mati. Ibnul Qayyim mengistilahkan dukun sebagai ‘rasul’nya setan. Setan memberikan bisikan kepada dukun, lalu dukun yang menyebarkan di tengah-tengah manusia. Dengan kata lain, dukun adalah medium bagi setan untuk menyampaikan ‘wahyu’ dari setan. Inilah ‘kerjasama’ setan jin dan setan manusia yang Allah sebutkan ‘yuuhii ba’dhuhum ilaa ba’dhin’, masing-masing (setan dari golongan manusia dan setan dari golongan jin ) mewahyukan satu sama lain seperti tersebut dalam Surat al-An’am: 112, yang kemudian dibahasakan orang sebagai wangsit atau bisikan.

Dan jelas sudah, kita tidak boleh mempercayai pengakuan seorang dukun. Lantas bagaimana halnya dengan anak indigo dalam pandangan syariat?

 

Kelebihan atau Gangguan?

Karena diangap memiliki kemampuan bisa melihat apa yang tidak dilihat orang lain, memiliki bayangan kejadian yang akan datang, bisa mengobati penyakit dengan cara yang unik dan tanpa belajar, maka merekapun dianggap memiliki kelebihan. Jarang yang mengatakan mereka sebenarnya tengah mendapat gangguan.

Apa yang dilihat anak sebagai arwah yang telah mati sesungguhnya jin yang mengaku sebagai orang yang telah mati. Begitupun roh yang berhubungan dengan cenayang (dukun). Karena orang yang telah mati telah terputus amalnya. Roh orang yang beriman dan beramal shalih berada di ketinggian ‘illiyyin’ yang dimuliakan, sementara ruh orang kafir dan fajir terpenjara di kedalaman ‘sijjiin’ seperti disebutkan dalam hadits yang panjang. Ada yang mendapatkan siksa di alam barzakh, dan ada yang mendapatkan nikmat, bagaimana mungkin mereka sempat menghadiri ulang tahun cucunya, mendatangi undangan sebagai jaelangkung dan klaim-klaim lain yang semisalnya.

Jika ada anak yang melihat ‘penampakan’, bukan karena si anak yang sakti atau memiliki kelebihan, tapi bisa jadi jin sedang mengganggunya, atau membidiknya sebagai calon rekanan. Karena hakikatnya manusia tidak melihat jin, sebagaimana firman Allah,

“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. al-A’raf: 27)

Bahwa ada orang yang melihatnya, itu sebenarnya bukan karena kehebatannya, tapi karena jin yang menampakkan diri kepada manusia dengan wujud yang tidak aslinya.

Begitupula, tatkala anak indigo bisa meramal atau mengobati penyakit. Sebenarnya ia sedang dipromosikan setan untuk menjadi paranormal. Dengan cara itu, manusia banyak yang mencari jalan kesembuhan dengan cara isti’anah (meminta pertolongan) kepada jin.

Ringkasnya, anak indigo itu sebenarnya sedang mengalami gangguan, atau setidaknya menjadi bidikan setan dari golongan jin. Mereka mestinya diselamatkan, bukan justru dihebatkan dan distimuli keanehan-keanehannya.

Ketika mereka kemudian diasah kemampuannya, ujung-ujungnya akan menjadi paranormal, na’udzu billah. Semestinya anak yang memiliki karakter-karakter indigo diarahkan untuk berlaku pasif terhadap bisikan atau apa yang dilihatnya. Jika keadaannya masuk kategori parah, bisa menjalani terapi ruqyah syar’iyyah, wallahu a’lam.

Oleh: Ust. Abu Umar Abdillah/Syubhat

4 Alasan Kaum Muslimin Dilarang Mengikuti Perayaan Natal

Mendekati penghujung tahun di tiap tahunnya, selalu saja ada polemik mengenai perayaan natal. Ada sebagian kaum muslimin yang berujar bahwa tidak mengapa mengucapkan “selamat hari natal”, “Merry Christmas” dan bentuk ucapan lainnya kepada saudara, tetangga maupun teman yang beragama Nashrani. Lebih dari itu, ada sebagian yang ikut-ikutan meramaikan perayaan ini dengan membuat hiasan pohon cemara yang dihiasi dengan pernak-pernik dan lampu berwarna-warni di rumah-rumah mereka. Alasannya karena menghormati dan ikut merasa bahagia dengan hari raya tersebut.

Bagi sebagian orang Islam yang tidak mau ikut merayakan atau sekedar mengucapkan kata-kata selamat kepada saudara Nashrani pun mendapat label ‘intoleran’ dan ‘anti kebhinnekaan’. Padahal belum tentu yang bilang begitu sudah toleran dan berkebhinnekaan.

Dalam Islam, hari raya merupakan bentuk syiar dan pengagungan. Artinya, bila seorang muslim mengikuti hari raya diluar Islam, secara tidak langsung ia ikut mengagungkan perayaan tersebut. Belum lagi ketika mengucap, “selamat natal”, artinya ia mengakui akan kelahiran Yesus Kristus dalam versi mereka. Yang mana, hal-hal ini sangat riskan dan bisa mencederai akidah seorang muslim.

Setidaknya ada empat dalil yang mengharamkan seorang muslim mengikuti perayaan orang-orang kafir, termasuk hari raya natal, Valentine, Easter day (hari Paskah), April Mop dan lainnya;

 

1.Tasyabbuh

Rasulullah bersabda,

 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa ikut-ikutan dengan suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang mengikuti perbuatan orang-orang kafir, kelak di hari kiamat ia akan merugi bersama orang-orang kafir tersebut. Siapa yang mengikuti perbuatan kekufuran seseorang, perbuatan tersebut bisa juga membuat orang yang mengikutinya menjadi kafir dan siapa yang mengikuti perbuatan dosa besar seseorang, maka perbuatannya tersebut akan membuatnya terkena dosa besar juga.”

Tidak semua bentuk ikut-ikutan dengan orang kafir itu dilarang. Sebagaimana Syaikh Shalih al-Munajjid menjelaskan ada tasyabbuh yang haram dan ada juga bentuk mengikuti yang tidak dilarang. Adapun yang dilarang adalah segala perbuatan peribadatan dan syariat yang mengandung keyakinan dan tidak pernah ada syariat dalam Islam yang membolehkan. Sedangkan menggunakan atau mengikuti mereka dalam urusan dunia yang bukan merupakan bentuk ibadah dan syariat, maka selama ada manfaatnya tidaklah mengapa.

 

2.Bentuk Loyal Pada Kekufuran

Mengikuti perayaan mereka, artinya mengamini dan mendukung keyakinan yang mereka bawa. Padahal mereka sendiri telah mengingkari apa yang kita yakini. Allah berfirman,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu,……”(QS. al-Mumtahanah: 1)

 

3.Hari Raya Adalah Pengagungan dan Keyakinan Dalam Sebuah Agama

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

إن لكل قوم عيدا، وهذا عيدنا

“Sesungguhnya tiap-tiap kaum itu memiliki hari raya, dan adapun hari ini (hari raya idul fitri) adalah hari raya kita (kaum muslimin).” (HR. Muslim)

Islam memilki hari raya, begitu juga mereka orang-orang diluar Islam juga memiliki semisalnya. Siapa yang mencari-cari hari raya diluar ketetapan Islam, maka ia telah memuliakan hari raya tersebut, demikian juga ia telah mengagungkan dan meyakini sebagaimana orang-orang kafir meyakininya dengan sepenuh hati.

 

4.Sifat Orang Mukmin Tidak Menghadiri Majelis Kekufuran

Allah berfirman,

 

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu……………”(QS. al-Furqan: 72)

Sebagian para ulama’ diantaranya; Dhahak, Thawus dan Muhammad bin Sirin mereka menafsirkan ayat ini dengan hari raya orang-orang kafir. Sifat orang beriman yang tersebut dalam ayat ini adalah mereka yang menjauhi perayaan hari raya orang-orang kafir dan tidak memiliki kecondongan untuk mengikuti.

Hal ini dikuatkan oleh Imam Malik yang mengutip hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

 

” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يجلس على مائدة يدار عليها الخمر “

“Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia tidak menghadiri perkumpulan yang didalamnya disajikan khamr. (HR. Muslim)

Sebagaimana diketahui, hampir di tiap tempat perayaan orang-orang kafir, disana disajikan minuman keras dan berbagai hidangan lain yang mengandung unsur haram lainnya.

Menambahkan hal ini, Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitab Ahkamu Ahli Dzimmi Ia berkata, 

“Mengucapkan selamat pada perayaan orang non muslim adalah perbuatan haram menurut syariat. Seperti mengucap, “Semoga terberkati di harimu ini” dan semisalnya. Seperti halnya ia telah mengucap selamat untuk sujud pada salib. Hal ini lebih besar dosanya di sisi Allah, bahkan lebih besar dari mengucap selamat pada orang yang meminum khamr atau membunuh seseorang. Siapa yang mengucap keselamatan pada pelaku bid’ah, maksiat, atau bahkan kekufuran, maka sejatinya ia telah mengundang murka Allah.”

Demikian beberapa nash syar’I sebagai landasan akan haramnya mengikuti dan ikut meramaikan perayaan hari-hari besar orang kafir. Semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqamahan untuk tetap berada di jalan yang Ia ridhai. (dari Islamqa.info)

 

Oleh: Redaksi/Terkini

 

Baca Juga: 

Hari Raya, Syiar dan Identitas Keyakinan

Say No To Valentine

Hukum Memajang Pohon Natal Untuk Hiasan

Rahmatan Lil’alamin Versi Anu

Membagikan Daging Kurban Untuk Non Muslim

Dalam hitungan beberapa hari kedepan kaum muslimin akan menjalankan syariat menyembelih hewan kurban. Dampaknya akan banyak sekali daging-daging yang mampir ke rumah dan banyak tamu yang datang silih berganti membawa satu tas plastik yang berisi kurang lebih 2 kiloan gram daging kambing dan juga sapi.

Pemandangan seperti ini memang sudah menjadi tradisi islami di masyarakat Indonesia yang memang mayoritas beragama Islam dan menjalankan salah satu syariat Islam berupa menyembelih kurban. Akan tetapi yang sedikit menimbulkan pertanyaan, bagaimana bila tetangga di kampung tempat menyembelih ada yang non muslim? Apakah mereka juga mendapatkan bagian daging kurban?

Baca Juga: Mengapa Dilarang Memotong Rambut & Kuku Bagi Yang Akan Berkurban 

Pada dasarnya Islam adalah agama rahmat dan kasih sayang bagi setiap manusia. Demikian juga perihal Udhiyyah, tidak mengapa memberikan daging kurban kepada non muslim, terlebih bila mereka termasuk tetangga dekat dan kerabat yang masih ada hubungan keluarga atau orang yang kurang mampu. Sebagaimana Allah berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah: 8)

Adapun membagikan daging kurban kepada mereka termasuk perbuatan baik yang tidak dilarang oleh syariat. Hal tersebut dikuatkan oleh Mujahid yang berkata : Suatu ketika keluarga Abdullah bin ‘amru menyembelih seekor kambing, tatkala ia datang ia berkata, “Apakah tetangga yahudi kita sudah diberikan? Ia ulangi dua kali, kemudian Ia berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jibril terus mewasiyatiku tentang tetangga, sampai aku mengira bahwa mereka akan mewarisiku.” (HR. Tirmidzi)

Dengan kedua dalih diatas, maka membagikan daging kurban untuk orang non muslim adalah boleh . terlebih mereka yang fakir dan miskin atau untuk ‘ta’liful qulub’ (melembutkan hati mereka). Adapun Rasulullah juga pernah memerintahkan Asma’ bintu Abu Bakr untuk berbuat baik dan bersedekah kepada Ibunya  yang saat itu masih musyrik.

Syaikh Ibnu Baz menambahkan bahwa orang kafir (non muslim) yang tidak memerangai kaum muslimin, mereka diberi bagian kurban dan sedekah kaum muslimin.

Hal diatas sebagaimana yang disampaikan oleh Lajnah Daimah dalam Majmu’ Fatawanya.

Baca Juga: Berapa Kali Rasulullah Berkurban Semasa Hidupnya?

Jadi tidak perlu mengeluarkan urat berlebih dan berdebat tentang status orang non muslim. Allah maha adil dan pemurah bagi hambanya dan Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Semoga saja dengan sedekah yang kaum muslimin berikan, mereka akan segera luluh hatinya dan kembali fitrah dengan masuk agama Islam. Aamiin.

Akan tetapi bila mereka menolak pemberian tersebut karena berargumen bahwa al-Kitab melarangnya, kita serahkan selebihnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu a’lam (Nurdin AJ/Kurban/Terkini)

 

Tema Terkait: Kurban, Dzulhijjah, Idul Adha

 

Terjebak Kata “Baik”

Banyak memberi, bertingkah laku sopan, bertutur kata halus dan tidak sombong adalah perbuatan mulia dan yang setiap manusia seharusnya memiliki kriteria itu. Sehingga orang akan bersimpati dan memberikan timbal-balik yang positif.

Hal-hal diatas bisa saja dilakukan seseorang dadakan alias kebetulan. Kebetulan pas lagi nyapres dia bertingkah lembut, kebetulan pas menginginkan simpati masyarakat dia gemar sedekah, memberi santunan dan lain sebagainya, akhirnya hati manusia luluh melihat kebaikan-kebaikan orang tadi dan menaruh simpati.

Hari ini pandangan manusia dalam menilai seseorang terbatas pada “yang penting hatinya baik” tidak peduli dengan keimanan dan akhlak aslinya, sehingga muncullah manusia-manusia yang sejatinya bejat dianggap baik oleh masyarakat. Karena tolok ukur mereka adalah apa yang mereka terima saat itu juga, semakin besar orang memberi, semakin besar kemungkinan ia dianggap baik oleh orang lain.

Definisi yang dipahami masyarakat diatas nampak sangat sempit. Bila demikian adanya, sekalipun orang kafir dan orang musyrik asalkan zahirnya baik, gemar memberi, gemar menebar senyum dan tidak berbuat anarkhi, ia akan dianggap baik oleh masyarakat. Padahal Allah memberikan label kepada orang-orang kafir sebagai “syarrul bariyyah” yaitu seburuk-buruknya makhluk di muka bumi ini. Tapi, realitanya masih banyak orang yang memuliakan orang-orang kafir dengan mengangkat mereka menjadi penasihat, pimpinan, dijadikan tokoh panutan dan mereka lebih baik daripada orang muslim yang jarang bersedakah, ujarnya. Naudzubillah

Manusia diciptakan bukan hanya untuk berbuat baik saja. Akan tetapi Allah menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada Allah. Maka siapa saja yang merasa diciptakan Allah hendaknya ia beribadah dan menjalankan perintah Allah meskipun terkadang dilihat orang kurang baik.

Menurut Ibnul Qayim, beribadah menuntut kecintaan dan kerendahan diri dan ketundukan. Manusia tidak bisa begitu saja bilang “yang penting hati saya cinta kepada Allah” tetapi tidak mau tunduk dan patuh terhadap perintah Allah, begitu juga sebaliknya.

Individu muslim yang taat hari ini berada dalam dilema, dimana apa yang syariat tetapkan keharamannya, dalam pandangan masyarakat menjadi baik dan perlu dilestarikan. Seperti adat-istiadat yang berbau kesyirikan, amalan-amalan bid’ah dan semisalnya. Dengan begitu siapa yang menentang dan tidak ikut dalam menjalankannya ia akan dicap  tidak baik dan sombong dan dia tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat. Sebaliknya orang musyrik dan kafir karena turut dalam menjalakannya, maka ia adalah orang baik sekalipun tidak memiliki iman.

Inilah kenyataan yang kita hadapi hari ini. Manusia yang sebenarnya buruk dan sesat akan dianggap baik hati oleh masyarakat manakala ia mampu membahagiakan keinginan orang-orang disekitarnya. Tetapi manusia yang shalih akan tetap dianggap jahat dan tidak baik hatinya bila ia tidak dapat memenuhi hasrat masyarakat dengan menerima keburukan dan kemaksiatan mereka.

Sebagai hamba yang bertakwa, tentunya kita akan istiqamah dan setia diatas jalan kebenaran meskipun dianggap buruk oleh banyak orang, toh yang maha kuasa saja menganggap kita baik mengapa kita peduli dengan para makhluk-Nya. Lalu bagaimana dengan kebaikan orang kafir kepada orang-orang tersebut? Mereka tetaplah seburuk-buruk makhluk di muka bumi ini, bahkan lebih buruk dari binatang karena tidak mau tuduk dan patuh kepada Allah sang maha kuasa. Urusan pengganti kebaikan yang mereka lakukan, kita serahkan kepada zat yang maha adil lagi maha penyayang, Allah Azza wa Jalla. Wallahu a’lam

 

 

 

Jihad Setan Melawan Manusia

Semenjak diputuskan sesat oleh Allah, Iblis memulai peperangan dengan manusia. perang yang dilancarkan terhadap seluruh manusia di muka bumi tanpa henti.

“Iblis berkata; Ya Tuhanku, oleh karena Engka telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka.” (QS. al-Hijr: 39-40)

Permusuhan kepada manusia dimulai sejak manusia lahir di muka bumi. Nabi mengabarkan hal ini: “Jeritan bayi tatkala dilahirkan adalah karena ditusuk oleh setan.” (HR. Muslim)

Sejak itu, manusia tak akan diibiarkan melenggang diatas jalan firah. Dari segala arah setan menggoda, membujuk, merayu dan menghalangi manusia dari jalan yang lurus, tekad Iblis: “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka.” (QS. al-A’raaf: 17)

BACA JUGA: SETAN DIBELENGGU, NAFSU MENGHASUTMU

Setan istiqamah melawan manusia, serius, intensif dan tak mengenal istirahat. Hasan al-Bashri pernah ditanya: “Apakah setan mengenal waktu istirahat?” Beliau menjawab: “Kalau saja setan istirahat, tentulah kita bisa rehat.”

Bukan hanya saat manusia terjaga, di saat tidur pun setan melancarkan gerilyanya. Setan mengikatkan tali ke tengkuk manusia dengan tiga ikatan di saat tidur, dia mengencangkan talinya setiap kali mengikat sembari berkata: “Malammu masih panjang, tidurlah.” Demikian yang dikabarkan Nabi. Tujuannya supaya manusia terlelap dan terlewat dari kewajiban shalat dan keutamaan sepertiga malam lainnya. Tanda kemenangan dan sekaligus penghinaan setan terhadap musuhnya, diwujudkan dengan mengencingi teingan manusia. Walhasil manusia terlelap dalam tidurnya hingga matahari sudah menjulang tinggi.

Setan tak pernh bosan dan putus asa menggoda manusia, di level mananpun tingkatan mereka, mereka selalu punya senjata dalam segala kondisi musuh. Jika manusia tak melakukan kesyirikan dan kekafiran, setan menggoda dengan amalan bid’ah. Jika tak mempan, setan menawari dosa besar. Jika tak tergoda dengan dosa besar, dosa kecil adalah alternatif berikutnya. Jika belum berhasil, setan menyibukkan musuhnya dengan perkara mubah. Jika hal itu belum bisa, solusi terakhir adalah dengan merusak prioritas amal manusia. Demikian tak seorangpun terlewat dari godaan setan, kecuali satu musuh yang tak bisa ia goda: “kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (QS. al-Hijr: 40)

Jika demikian gencar setan memusuhi dan memerangi kita, lalu segigih apakah perlawanan kita untuk melawannya? Atau kita belum sadar bila kita menjadi tawanan perang dan target operasi mereka?

Mulia Dengan Islam

Agama Islam merupakan agama terakhir dari seluruh agama yang pernah Allah turunkan ke muka bumi ini. Melengkapi agama samawi yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad. Sehingga Islam adalah satu-satunya agama yang Allah terima dan Allah ridhai. 

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

 Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya(QS. ali-Imran: 19)

Dalam tafsirnya Ibnu Katsir mengatakan : “Tidak ada satupun agama dimuka bumi ini yang diterima oleh Allah  selain agama Islam. Islam adalah agama yang dibawa oleh semua Rasul, telah sempurna dengan diutusnya Nabi Muhammad. Barangsiapa yang mati setelah diutusnya Nabi Muhammad dengan memeluk agama selain Islam maka Allah tidak akan menerimanya”  (tafsir al-Qur’an al-‘adzim, 2/25)

Agama Islam diturunkan di tanah Arab disaat kebobrokan dan kehancuran moral tengah melanda bangsa Arab, membawa masyarakatnya dari zaman keterpurukan menjadi sebuah bangsa yang berperadaban. Tanpa memilih dan memilah si kaya dan si miskin, rakyat jelata atau para raja, berkulit hitam maupun berkulit putih.

Meskipun diturunkan di Tanah Arab, Arab bukanlah patokan standar kebenaran Islam. Allah menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman dan panduan hidup bagi seluruh manusia. Agama islam tidak pernah membedakan ras, suku dan bangsa. orang yang paling mulia di dalam islam adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah

…إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“ …Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat:13)

Agama Islam cocok dan bisa terima disetiap tempat dan waktu. Namun, sebelumnya ada dua hal yang harus diperhatikan oleh ummat Islam. Pertama, dalam Islam ada perkara-perkara yang bisa berubah seiring waktu dan perubahan dinamika kehidupan manusia, perkara ini terletak pada perkara yang bersifat fiqih dan pada perkara yang para ulama berbeda pendapat (furu’iyah), adapula perkara yang bersifat baku atau ushuli (dasar-dasar) yang tidak mengalami perubahan sampai kapanpun, perkara ini terletak pada perkara aqidah yang berhubungan dengan keyakinan atau keimanan.

Perbedaan yang terjadi pada perkara-perkara fiqih adalah hal yang diperbolehkan dalam islam dan ini merupakan rahmat Allah bagi manusia. Sebagaimana firman Allah:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (QS. al-Hujurat:13)

Perbedaan yang kedua adalah perbedaan dalam masalah aqidah dan keyakinan dasar. Perkara ini tidak diperbolehkan dalam Islam, ummat Islam wajib bersatu,  berbeda dalam perkara ini keislamannya akan berdampak buruk bagi keimanannya. Allah berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara…” (QS. ali-Imran:103)

Inti kekuatan kaum muslimin ada pada persatuan dan kesatuan mereka yang dibangun diatas landasan aqidah yang benar dan sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah. Selama ummat islam bersatu dan berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnah, agama Islam tidak akan terkalahkan oleh bangsa dan peradaban manapun. Tetapi, ketika kaum muslimin berpecah belah dan mulai cenderung kepada dunia maka Allah akan menghinakan kaum muslimin dihadapan musuh-musuhnya.

Perkara inilah yang sangat dipahami oleh musuh-musuh Islam, bersatunya Islam merupakan sebuah momok dan bencana besar bagi orang kafir, mereka tidak akan pernah rela melihat ummat ini bersatu padu, orang kafir tidak ingin peradaban islam kembali bangkit mereka selalu mencari seribu cara untuk memecah belah dan menjauhkan ummat Islam dari pedoman hidupnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah berfirman :

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

 Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. al-Baqarah:120)

Orang-orang kafir berusaha memutus mata rantai yang akan membuat kuat aqidah dan persatuan kaum muslimin. Caranya adalah dengan menjauhkan mereka dari pedoman hidupnya yaitu al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Samuel Zwemmer, seorang tokoh Yahudi berkata dalam pidatonya di Yerussalem tahun 1935 berkata “…perlu saudara-saudara ketahui adalah bahwa tujuan misi yang telah diperjuangkan bangsa Yahudi dengan mengirim saudara-saudara ke negeri-negeri Islam, bukanlah untuk mengharapkan kaum muslim beralih ke agama Yahudi atau Kristen. Bukan itu. Tetapi tugasmu adalah mengeluarkan mereka dari islam, menjauhkan mereka dari islam, dan tidak berpikir mempertahankan agamanya. Di samping itu saudara-saudara harus menjadikan mereka jauh dari keluhuran budi, jauh dari watak yang baik…”

Dari sinilah kemudian aliran-aliran yang merusak aqidah islam berkembang pesat. Terjadinya infiltrasi Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme kedalam dunia Islam menjadi hal yang harus kita wasapadai, terutama kepada generasi muda muslim yang masih labil. Semua pemahaman itu menggiring kepada tasykik (keraguan) terhadap agama sendiri. Sehingga mengasilkan fikiran untuk mendekontruksi al-Qur’an dan mengkaji ulang seluruh tafsir para ulama karena penafsiran mereka sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan tidak mampu menjawab berbagai macam problematika kontemporer.

Setelah ummat Islam jauh dari al-Qur’an dan Sunah, dan kehancuran generasi Islam telah mulai nampak. Berbagai kasus seperti maraknya perzinahan, tawuran, kasus narkoba, belakangan kasus kampanye LGBT yang jelas dilarang oleh syari’at Islam menjadi perbincangan hangat di tengah massa ummat Islam,  menjadi pertanda bahwa jika suatu generasi sudah meninggalkan aturan Allah, tidak lagi mempedulikan halal dan haram maka kehancuranlah yang akan didapat. Di sisi lain, dalam dunia pemikiran  dimunculkan pula berbagai istilah-istilah baru seperti Islam Radikal, Islam garis keras, Ektrimis,  Islam ala Nusantara, Islam versi Liberal dan lainnya, yang tidak lain tujuannya hanya untuk memecah belah Islam.

Dalam al-Qur’an, Allah telah menetapkan bahwa ummat Islam adalah ummat yang terbaik sepanjang masa. Allah berfirman :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik  (QS. ali-Imran:110)

Para ulama mufassirin menjelaskan bahwa ummat Islam dilahirkan dari sebaik-baik manusia untuk ummat yang terbaik. Namun semua itu tidak berlaku, jika ummat Islam meninggalkan amar ma’ruf dan nahyi munkar dan saling nasehat-menasehati antara satu dengan yang lain.

Serupa dengan ayat diatas Allah juga menegaskan dalam surat al-Ashr:

إِنَّ الْإِنْسَانَ لفي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran(QS. al-Ashr: 2-3)

 Mengenai surat ini Imam Syafi’i berkata,“ Seandainya Allah hanya  menurunkan surat ini dalam al-Qur’an, tentu itu sudah cukup”.  Ini menunjukkan kepada kita urgensi sebuah nasehat bagi seorang muslim, karena sangat wajar sekali kita sebagai pribadi muslim lupa akan hal ini, memang kita hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa. Dan manusia Allah adzab bukan karena kesalahan dan kealpaannya. Akan tetapi diadzab karena kengganannya untuk memperbaiki kesalahan layaknya kaum Yahudi.

Kejayaan ummat ini akan bangkit kembali ketika ummat ini diingatkan, dinasehati dan dibimbing untuk menyadari kemuliaan agamanya, sehingga tidak silau dengan berbagai ragam ideologi diluar islam. Kuncinya ada ditangan para ulama rabbani yang ikhas. Maka, tak heran jika hari ini musuh-musuh Islam mulai melirik para ulama dan mencoba mengebiri peran mereka ditengah ummat. Meski begitu kita harus tetap yakin, orang kafir memang mempunyai makar, tapi Allahlah sebaik-baik pembuat makar. Wallahu a’lam.

 

Orang Baik Masuk Neraka, Mengapa?

Kadang di benak sebagian orang muslim bertanya-tanya, si Fulan itu orangnya baik, gemar sedekah, setiap hari ramah kepada tetangga dan keluarganya, tapi sayangnya dia tidak beriman. tapi, apa iya dia tidak masuk surga? Apa iya dia tetap masuk neraka? Padahal perbuatan dia kadang lebih bagus daripada orang yang beriman.

Dalam Islam hal pertama yang harus dimiliki seseorang adalah Iman. Percaya bahwa Allah ada, percaya bahwa Allah yang maha menghidupkan dan mematikan. Kemudian diikuti keimanan-keimanan berikutnya. Itulah satu syarat utama seseorang mendapat perdikat mukmin.

Sebagai contoh mudah, dalam kuliah seseorang tidak akan dapat mengikuti ujian kelulusan bila ia bukan termasuk mahasiswa di universitas tersebut, meskipun bisa saja dia ikut kuliah dan belajar bersama mahasiswa yang lainnya. Dampaknya walaupun ia belajar dengan giat, ikut kursus dimana-mana, tapi pada akhirnya ia tidak akan bisa lulus dan mendapatkan gelar sarjana.

Demikianlah ketetapan Allah bagi orang yang tidak beriman, yang mana mereka pada hakekatnya mengetahui risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana Allah berfirman,

 وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّـهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ 

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS. at-Taubah: 54)

Sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk menerima semua perbuatan baik mereka, akan tetapi satu saja syarat dari Allah seperti ayat diatas yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian berislam dengan mengamalkan rukun-rukunnya. Tapi nyatanya mereka menolak dan acuh untuk memberikan satu syarat tersebut.

Maka kemudian Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat yang ke-5, “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”

Dosen di universitas itu bertindak adil kepada mahasiswa colongan tersebut. Ia tidak mengikutkan ujian dan meluluskannya. Karena dia tidak memenuhi satu syarat saja yaitu registrasi menjadi mahasiswa. Begitupula Allah maha adil kepada semua hamba-Nya dengan tidak menerimanya sebagai lulusan dunia, karena tidak memenuhi syarat iman.

Sekilas orang-orang kafir memang berbuat baik di mata kita, tapi sejatinya Allah tersakiti dengan kelakuan mereka yang tidak mau beriman. Dalam Hadits qudsi Allah berfirman,

كذبني ابن آدم ولم يكن له ذلك ، وشتمني ولم يكن له ذلك ، فأما تكذيبه إياي فقوله لن يعيدني كما بدأني ، وليس أول الخلق بأهون علي من إعادته ، وأما شتمه إياي فقوله اتخذ الله ولداً وأنا الأحد الصمد الذي لم ألد ولم أولد ولم يكن لي كفئاً أحد

“Anak adam telah mendustakan Aku, padahal tidak pantas baginya. Dia juga mencela-Ku, padahal yang demikian tidak pantas baginya. Adapaun kedustaannya saat ia berkata, “Allah tidak akan mampu membangkitkanku sebagaimana menciptakanku. Padahal sangat mudah bagi-Ku melakukannya sekalipun manusia yang pertama. Sedangkan ia mencela-Ku bahwa Aku beranak, padahal Aku maha Esa, tempat bergantung yang tidak beranak dan diperanakan dan tidak ada yang mencukupiku seorangpun. (HR. Bukhari : 4974)

Akan tetapi Allah maha pengasih sekalipun kepada orang kafir.  Allah mengganti semua kebaikan mereka dengan kebaikan di dunia yang semisalnya. Maka tidak heran ketika ada orang kafir yang kaya raya, sebab ia dermawan dan mudah memberi. Tidak heran ketika ada orang yang tidak beriman yang diberi umur panjang karena ia senang membantu dan berperilaku baik kepada orang lain. Hal itu selaras dengan Hadits Nabi, “Sesungguhnya orang kafir bila berbuat baik, ia akan diberikan kecukupan dari kecukupan dunia…. (HR. Muslim).

Iman merupakan hal final yang akan menentukan seseorang masuk surga atau neraka. Mari dakwahkan keimanan ini kepada orang yang kita sayang agar kita sama-sama masuk surga kelak. Aamiin……

 

(Nurdin. Aj)