Hukum Zakat Profesi

Banyak masyarakat menanyakan tentang hukum zakat profesi. Sebagian kalangan menyatakan bahwa zakat profesi tidak ada dalam Islam, karena tidak ada dalil yang menjelaskannya. Sebagian lain mengatakan bahwa zakat profesi terdapat dalam Islam. Bagaimana sebenarnya? Tulisan di bawah ini menjelaskannya:

Pengertian Zakat Profesi

Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat dari penghasilan yang didapat dari keahlian tertentu, seperti dokter, arsitek, guru, penjahit, da’i, mubaligh, pengrajin tangan, pegawai negeri dan swasta. Penghasilan seperti ini di dalam literatur fiqh sering disebut dengan al-mal al mustafad (harta yang didapat).

Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa zakat profesi itu tidak terdapat dalam ajaran Islam, mengatakan bahwa zakat profesi tidak ada pada zaman Rasulullah, yang ada adalah zakat mal (zakat harta). Kalau kita renungkan, sebenarnya zakat profesi dengan zakat mal itu hakikatnya sama, hanya beda dalam penyebutan. Karena siapa saja yang mempunyai harta dan memenuhi syarat-syaratnya, seperti lebih dari nishab dan berlangsung satu tahun, maka akan terkena kewajiban zakat. Baik harta itu didapat dari hadiah, hasil suatu pekerjaan ataupun dari sumber-sumber lain yang halal.

Sebagian kalangan yang mengingkari adanya zakat profesi disebabkan mereka tidak setuju dengan cara penghitungannya yang mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian. Padahal para ulama yang mewajibkan zakat profesi berbeda pendapat di dalam cara penghitungannya, tidak semuanya mengqiyaskan kepada zakat pertanian. Kalau mereka tidak setuju dengan satu cara, mestinya bisa memilih cara lain yaitu dengan mengqiyaskannya kepada zakat emas, dan tidak perlu menolak mentah-mentah zakat profesi.

Dasar Zakat Profesi

Adapun dasar diwajibkan zakat profesi adalah firman Allah:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang – orang yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian.” (QS. Adz-Dzariyat: 19)

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman bersedekahlah (keluarkanlah zakat) dari apa yang baik- baik dari apa yang kalian usahakan“ (QS. Al-Baqarah: 267)

Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H, yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M, para peserta sepakat akan wajibnya zakat profesi jika sampai pada nishab, walaupun mereka berbeda pendapat tentang cara pelaksanaannya.

Pembagian Harta Penghasilan

Harta penghasilan bisa dibedakan menjadi dua bagian:

Pertama: Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil panen padi, dan telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %, maka harta tersebut tidak perlu dizakati kembali pada tahun yang sama, karena harta asalnya sudah dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali zakat.

Kedua: Penghasilan yang berasal dari pekerjaan tertentu yang belum dizakati, seperti gaji, upah, honor dan sejenisnya. Maka harta tersebut harus terkumpul selama satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika sampai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang lebih benar.

Ketentuan Zakat Profesi

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi:

Pendapat Pertama: zakat profesi ketentuannya diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.

Sebagai contoh: Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 10.000.000 Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000 maka cara penghitungan zakatnya adalah :

Rp.10.000.000 – Rp.3.000.000 = Rp.7.000.000

Rp.7.000.000 X 12 bulan = Rp 84.000.000

Rp. 84.000.000 X 2,5 % = zakat yang harus dikeluarkan (Rp.2.100.000 pertahun atau 175.000 perbulan.)

Pendapat kedua: zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat emas, yaitu 2,5 %.

Contoh: Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000, maka cara penghitungan zakatnya adalah :

Rp. 3.000.000 X 2,5 % = Rp. 7.500

Jika di jumlah dalam satu tahun berarti: Rp. 7.500 X 12 = Rp. 90.000

Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian:

Pertama: uang yang berjumlah Rp. 3.000.000 tersebut langsung terkena zakat, walaupun secara teori belum sampai pada batasan nishob, 20 Dinar = 85 gram emas = Rp. 42.500.000 (kurs emas Rp. 500.000/gram). Mereka mengqiyaskan kepada zakat pertanian, yaitu setiap panen harus dikeluarkan zakatnya.

Kedua: di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nishab, padahal jika mau mengqiyaskan kepada zakat pertanian, harus ditentukan nishabnya terlebih dahulu, yaitu 5 wasaq = 653 kg.

Ketiga: di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang zakat profesi yang harus dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas, yaitu 2,5 %. Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan zakat profesi kepada dua hal, pertama: mengqiyaskan kepada zakat pertanian dalam tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan kepada zakat emas dalam menentukan besaran uang yang dizakati.

Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat profesi kepada zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena tidak menentukan nishab, padahal zakat pertanian itu ada ketentuan nishabnya.

Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi dalil dan sangat merugikan dan membebani para pegawai, khususnya yang berpenghasilan pas-pasan.

Tetapi anehnya, justru inilah yang banyak diterapkan di lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 % tiap bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun hal ini menguntungkan fakir miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi pegawai yang gajinya pas-pasan.

Kesimpulan:

Dari keterangan di atas, bisa kita simpulkan bahwa zakat profesi diakui oleh syariah dan mempunyai landasan dari al-Qur’an dan sunnah sebagaimana yang tersebut di atas. Zakat profesi hanya sebuah istilah, kalau tidak setuju dengan istilah ini, bisa menyebutnya dengan zakat maal.

Adapun cara pengeluarannya dan besaran uang yang harus dikeluarkan dari zakat profesi ini mengikuti tata cara dan besaran dalam zakat emas, dan harus sudah melalui waktu satu tahun. Wallahu A’lam.

Qatar, 17 Sya’ban 1433 H/ 10 Juli 2012

 

Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

One thought on “Hukum Zakat Profesi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *