Ucapan Selamat dari Malaikat untuk Penghuni Surga

Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang percakapan yang terjadi di akhirat kelak. Percakapan tersebut ada yang terjadi antara malaikat dan penghuni surga serta neraka, antara penghuni surga dan penghuni neraka, maupun antara sesama penghuni surga atau neraka. Allah menjelaskan percakapan di dalam surga dan neraka secara berulang-ulang. Hal ini merupakan indikasi bahwa Allah ingin agar kita memperhatikan. Oleh karena itu, tugas kita adalah memperhatikannya, dengan harapan untuk mendapatkan surga dan berusaha untuk melindungi diri dari api neraka.

 

Antara Malaikat dan penghuni Surga

Malaikat adalah makhluk yang paling taat kepada Allah, tidak pernah membangkang perintah Allah ataupun melakukan perbuatan dosa. Mereka adalah hamba yang dimuliakan,  selalu memuji Allah, bertasbih serta mengagungkan asma Allah. Mereka selalu ada bersama manusia sejak manusia masih berupa janin hingga maut menyapa. Merekalah yang diutus oleh Allah untuk meniupkan ruh ke dalam janin, mereka mencatat perbuatan baik dan buruk, dan mencabut ruh dari tubuh kita pada saat kematian. Setelah kematian pun manusia masih akan terus bersama para malaikat utusan Allah, bahkan saat itu manusia dapat berkomunikasi kepada mereka.

Salah satu ayat yang menjelaskan percakapan antara malaikat dan penghuni Surga adalah firman Allah dalam surat az-Zumar: 73-74.

 

وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ (73) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ 

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu, sedangkan pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedangkan kamu kekal di dalamnya.” Dan mereka mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini, sedangkan kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja kami kehendaki.” Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.”

Baca Juga: Pejabat Bermartabat Karena Pemimpin Hebat

Ibnu Katsir ketika menjelaskan, ayat ini menceritakan, keadaan orang-orang yang bahagia, yaitu orang-orang mukmin, pada saat mereka digiring untuk dimasukkan ke dalam surga secara berombong-rombongan. Masing-masing rombongan digabungkan bersama orang-orang yang setara kedudukannya, yaitu para nabi dengan para nabi, kaum siddiqin bersama orang-orang yang setara dengan mereka, para syuhada bersama orang yang sejenis dengan mereka, dan para ulama bersama teman-temannya; setiap golongan bersama gelpngan yang setingkat satu sama lainnya.

Ketika mereka telah melampaui sirat, mereka diberhentikan di sebuah jembatan yang memisahkan antara surga dan neraka, kemudian dilakukanlah hukum qisas yang terjadi di antara mereka ketika di dunia. Setelah diri mereka telah dibersihkan dan diri mereka telah suci dari dosa-dosa, barulah mereka diizinkan untuk memasuki surga.

Ketika mereka telah sampai ke surga, para malaikat penjaga surga menyambut kedatangan mereka dengan berita gembira, salam, dan pujian. Sebagaimana Malaikat Zabaniyah (malaikat juru siksa) menyambut kedatangan orang-orang kafir dengan caci maki dan kecaman. Maka apabila hal itu terjadi, ahli surga merasa berbahagia, senang, gembira, dan riang; masing-masing merasakannya sesuai dengan kenikmatan yang telah disediakan baginya di dalam surga.

Baca Juga: Sukses dengan Keterbatasan

Mereka berkata, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu!” Yakni alangkah baiknya amal perbuatan dan ucapan kalian, alangkah baiknya usaha kalian, dan alangkah baiknya balasan pahala kalian. “Maka masukilah surga ini, sedangkan kamu kekal di dalamnya.”  Tinggallah kalian di dalamnya untuk selama-lamanya, kalian tidak akan mau pindah darinya.

Orang-orang mukmin itu apabila telah menyaksikan pahala mereka yang berlimpah di dalam surga dan pemberian yang besar, nikmat yang abadi, dan kerajaan yang besar, maka pada saat itu mereka mengatakan: Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami.” Apa yang mereka dapatkan sebagaimana yang mereka harapkan dan panjatkan kepada Allah selama hidup mereka.

 

{رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ}

Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. (Ali Imran: 194)

Dan mereka mengatakan pula dalam doanya:

 

{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ}

dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami ke (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran” (QS. Al-A’raf: 43)

 

Oleh: Redaksi/Motivasi

Majalah Islam Arrisalah Edisi 200, Februari 2018

Majalah islam

Telah terbit majalah islam Arrisalah edisi 200 Februari 2018, yang berjudul: “Dari Khilaf Menuju Insaf”

dengan tema unggulan:

  1. Kasyfu Syubhat : Serangan Kelanjutan Gerakan Kepunahan
  2. Fikih Nazilah : Lahan Dakwah Baru, Bersiaplah!
  3. Asilah  : Iblis, Biografi si Pembangkang

Majalah islam Arrisalah terbaru edisi 200 februari 2018

Segera dapatkan di agen atau distributor terdekat dikota anda,.
Atau andalah yang akan menjadi agen di kota anda sendiri?, karena kami membuka kesempatan bagi anda yang ingin bergabung menjadi agen resmi.

untuk info lebih lanjut, hubungi CS:

Tlp/Wa :0813-9103-3330 (Sigit) .  (klik untuk chat WhatsApp)

medsos:

Fanspage FB :@Majalah.Arrisalah

Instagram: Majalah_Arrisalah

website: arrisalah.net

 

Alamat Redaksi:

Jl. DR. Muh. Hatta Kp. Maddegondo RT. 05

RW. 04 Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Telp: (0271) 624421

 

Majalah Islam Arrisalah edisi 199, Januari 2018

Telah terbit majalah islam Arrisalah edisi 199 Januari 2018, yang bertema “Tekadnya Kuat Ilmunya Mantab”

dengan rubrik unggulan:

  1. Kasyfu Syubhat : Hukum Kotoran Kucing
  2. Fikih Nazilah : Pelaku Dakwah Keluarkan Semangatmu!
  3. Asilah  : Berguru dan Berburu Ilmu

majalah islam Ar-risalah

Segera dapatkan di agen atau distributor terdekat dikota anda,.
Atau andalah yang akan menjadi agen di kota anda sendiri?, karena kami membuka kesempatan bagi anda yang ingin bergabung menjadi agen resmi.

untuk info lebih lanjut hubungi CS:

Tlp/Wa :0813-9103-3330 (Sigit) .  (klik untuk langsung chat)

medsos:

Fanspage FB :@Majalah.Arrisalah

Instagram: Majalah_Arrisalah

website: arrisalah.net

 

 

Atas Nama Nikah, Zina Dianggap Ibadah

Di akhir bulan September yang lalu, sebuah situs pernikahan dengan nama nikahsirri.com yang didirikan oleh Aris wahyudi pada tanggal 19 September 2017 menjadi isu hangat di masyarakat. Dengan mengusung tagline “Nikah Sirri, Mengubah Zina Menjadi Ibadah” dan tertulis juga di laman awalnya, “Virgin wanted” , sudah ada lima ribuan orang yang menjadi anggota website tersebut. Cukup dengan mahar seratus ribu ia telah menjadi member web tersebut dan masa aktifnya tidak terbatas.

Pendiri website ini menegaskan bahwa websitenya menyediakan jasa bagi muda-mudi daripada mereka jatuh kedalam perzinahan, maka lebih baik nikah siri ala website tersebut. Lagipula menurutnya, praktek nikah siri di website tersebut berbeda dengan zina atau macam prostitusi pada umumnya. Bila prostitusi yang menyepakati maharnya adalah si mucikari atau bosnya, dalam web tersebut mahar ditentukan oleh kedua belah pihak yang sudah saling cocok, kemudian dipotong 10-20% untuk biaya admin web.

 

Baca Juga: Tanda Akhir Zaman, Aparat Berbuat Sewenang-wenang

 

Menurutnya juga, banyak mahasisiwi yang dropped out karena biaya kuliah yang sangat tinggi, dengan menjadi member nikahsirri.com ia akan berpeluang mendapat income dan bisa membantu pemasukan keluarga, meskipun kelak akan putus juga dengan klien yang sudah membayarnya.

Intinya, website ini memberikan fasilitas bagi orang yang ingin menjalin hubungan kasih-sayang hanya dengan memberikan mahar yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, antara mitra sebagai anggota yang telah terdaftar di website dank lien sebagai pengunjung web dan penikmat jasanya.

 

Bukan Nikah Sirri, tapi Prostitusi

Menikah adalah ibadah mulia yang akan menggenapi separuh agama sesorang. Menikah tidak hanya dengan lafal, tapi ada syarat dan ketentuan yang mengharuskan, seperti; ijab. qabul, adanya wali, mahar dan saksi.

Nikah siri pada dasarnya sudah menetapi persyaratan agama, hanya saja disembunyikan dari khalayak masyarakat dan tidak melalui jalur resmi Negara yang dicacat oleh KUA. Jumhur ulama berpendapat sah menurut agama, karena sudah terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Hanya saja ada yang berpendapat makruh karena bisa menimbulkan fitnah dan gunjingan di masyarakat.

Adapun praktek yang terjadi di website nikahsirri.com sangat jauh dari kata sah.  Justru jasa yang disediakan lebih dekat pada tindak prostitusi dan perzinahan. Demikian prosesi melamarnya disebut dengan istilah lelang perawan. Dari maknanya saja sudah terendus kemana arah tujuan pernikahan ini.  Mudahnya, masuk website kemudian melihat ada foto profil yang disuka tentukan harga, sepakat dan bisa menjalin hubungan dalam waktu yang disepakati.

 

Zina bercasing Ibadah ala Syiah

Bila dirunut secara detail, praktek dan prosesi pernikahan dalam laman web tersebut lebih mengarah pada nikah kontrak. Menikah dengan memberikan upah (mahar) kepada pihak wanita dan berpisah pada waktu yang sudah ditentukan. Mirip seperti tren nikah mut’ah yang dilakukan orang-orang Syiah. Mereka membayar mahar sekian uang dan bisa menikmati wanita mana saja  yang ia suka.

Di Iran, praktik menjajakan wanita untuk dinikahkan mut’ah sangat mudah dijumpai. Cukup mudah seorang pria untuk menyalurkan nafsu biologisnya, tinggal datang ke masjid terdekat, disana ada bilik khusus yang  menyediakan beberapa wanita yang siap dinikahi mut’ah dalam durasi yang bervariasi tergantung mahar yang dibayarkan dan dikehendaki.

Nikah kontrak hukumnya haram dan semua ulama sepakat bahwa tindakan tersebut melampaui batas dan menerjang syariat. Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. al Maarij : 29-31]

Adapun wanita yang dinikahi dengan cara mut’ah bukanlah isteri sungguhan dan bukanpula ia budak yang boleh digauli.

Nikah mut’ah adalah haram sampai hari kiamat meskipun pada awalnya diperbolehkan. sebagaimana Nabi bersabda,

 “Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut’ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barangsiapa yang mempunyai sesuatu pada mereka , maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan”.(HR. Muslim)

Hal ini senada dengan penuturan MUI yang menyamakan praktek yang ada di nikhasirri.com dengan nikah wisata dan telah difatwakan sesat dan dilarang oleh MUI pada tahun 2010 silam. Nikah wisata sendiri sama dan serupa dengan nikah mut’ah yang dilakukan orang-orang syiah. Yaitu menikah dengan niatan hanya selama berwisata alias sementara waktu pada waktu yang telah disepakati. 

 

Baca Juga: Penggiringan Opini Umat

 

Bila demikian adanya, apa boleh dikata bila nikahsirri.com justru mengundang orang untuk bebuat zina dan mengemas kata prostitusi yang terdengar buruk agar lebih nyaring didengar orang. Sebagaimana hal tersebut merupakan hobi setan yang memoles kebathilan dengan hal yang terdengar baik.

Bila pun pendirinya beralasan untuk menjauhkan orang agar tidak berzina dan memilih kawin siri menurut versinya, mengapa tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam berupa; ta’aruf yang semestinya, mendatangkan wali dan mengikrarkan pernikahan didepan para saksi agar pernikahan tersebut bernilai sah dan berpahala. Lagipula dalam mendorong klien agar terpikat dan mau mengakses, si pendirinya menampilkan gambar-gambar vulgar dan kata-kata yang mengundang perzinahan di laman awal webnya. Memang hal ini disengaja.

Sungguh sangat keji praktek seperti ini. Kaum wanita direndahkan sedemikian rupa, dijual-belikan harga dirinya dan menabrak syariat agama seenak perutnya.

Untungnya portal ini sudah resmi ditutup aksesnya. Bila tidak, berapa banyak para wanita dan pria yang terjerumus dalam  mencari pelampiasan syahwatnya dengan kedok nikah siri ini. Para member mendapatkan dosa dan si pendirinya jangankan untung, justru ia akan memikul semua dosa dari para klien dan anggotanya. Waliyadzubillah.

 

Oleh: Nurdin AJ/Syubhat

 

Majalah Islam Arrisalah Edisi 198 Desember 2017

Telah terbit majalah islam Arrisalah edisi 198 Desember 2017, yang bertema “Bebas Bertingkah Berarti Terjajah”

dengan rubrik unggulan:

majalah islam terbaru

  1. Kasyfu Syubhat : Haruskah Saling Menilai?
  2. Fikih Nazilah : Mahar Dalam Islam
  3. Asilah  : Kapan Diwajibkan Bermadzhab?

 

Segera dapatkan di agen atau distributor terdekat dikota anda,.
Atau andalah yang akan menjadi agen di kota anda sendiri?, karena kami membuka kesempatan bagi anda yang ingin bergabung menjadi agen resmi.

untuk info lebih lanjut hubungi CS:

Tlp/Wa :0813-9103-3330 (Sigit) .  (klik untuk langsung chat)

medsos:

Fanspage FB :@Majalah.Arrisalah

Instagram: Majalah_Arrisalah

Ghibah Itu Boleh

Dalam islam, ghibah adalah perkara tercela yang sangat dilarang oleh Allah Ta’ala, hingga Ia memberi perumpamaan ghibah dengan memakan bangkai saudara sendiri. Bangkai haram dimakan dan ia sangat menjijikan, begitu juga ghibah, perbuatan ini haram dan sangat rendah nilainya. Hal tersebut digambarkan Allah dalam surat al-Hujurat ayat: 12,
“Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat: 12).

Ghibah sebagaimana disabdakan Nabi ‘Alaihisshalatu Wasallam adalah menyebut (membicarakan) orang lain yang tidak ada di tempat dengan sesuatu yang ia benci, meskipun benar adanya. Atau dalam bahasa ibu-ibu sosialita disebut dengan gosip ataupun ngerumpi atau bisa juga disebut menggunjing. Jadi bisa saja kita membicarakan sebuah fakta/kebenaran pada si A akan tetapi ia membencinya, maka perbuatan tersebut termasuk ghibah yang dilarang. Andai yang dibicarakan tidak benar, hal tersebut adalah fitnah yang dilarang juga.

Lalu apa maksud judul diatas?

Dalam sebuah Hadits Ibunda Aisyah meriwayatkan, Hindun binti ‘Utbah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah laki-laki yang pelit. Dia tidak memberikan nafkah kepadaku yang cukup untuk diriku dan anakku kecuali kalau aku mengambil darinya yang dia tidak tahu. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ambillah harta yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Al-Bukhari).

Di Hadits lain Beliau berkata, “Seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau bersabda, “Izinkanlah dia, seburuk-buruk saudara satu kabilah.” Maka dia masuk, beliau melembutkan perkataan kepadanya. Aku (‘Aisyah) berkata, “Ya Rasulullah, engkau telah berkata apa yang engkau katakana, lalu engkau berkata lembut kepadanya.” Beliau menjawab, “Hai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk manusia adalah orang yang ditinggalkan/dijauhi manusia karena takut akan kejahatannya.” (HR. Al-Bukhari).

Pada suatu kesempatan Nabi ditanya dengan menyebutkan cela seseorang yaitu Abu Sufyan, dan di kesempatan lain Nabi bersabda tentang kejelekan suatu kaum. Dalam hal tersebut, Nabi tidak berbuat ghibah, karena ada sebuah kebaikan yang akan beliau sampaikan. Demikian tidak semua membicarakan seseorang masuk dalam kategori ghibah yang dilarang. Adakalanya kita membicarakan seseorang justru ditekankan bahkan berpahala.

Baca Juga: Qalbun Salim, Hati yang Selamat dari Syubhat dan Syahwat

Diantara membicarakan orang lain yang boleh adalah ketika menjelaskan tentang kezhaliam seseorang pada diri kita. Meminta bantuan untuk mencegah kemungkaran seseorang, meminta fatwa seperti Shahabiyah Hindun diatas, menjelaskan keadaan calon mempelai bagi seseorang yang hendak nikah, menjelaskan kefasikan seseorang agar kaum muslimin tidak terpengaruh dan masih banyak lagi kebolehan ghibah selama ada maslahat yang lebih besar daripada keburukan orang yang dibicarakan.

Wal akhir, membicarakan keburukan seseorang adalah haram. Tidak diperkenankan seorang muslim membicarakan saudaranya dengan apa yang tidak ia sukai. Kecuali dalam beberapa hal yang tersebut diatas. Berupa hal-hal yang membawa pada kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Itulah ghibah yang diperbolehkan. Wallahu A’lam

Bubarkan Kajian, Cara Setan Lumpuhkan Lawan

Beberapa hari kemarin, ada sebuah kajian di daerah Sidoarjo Jawa Timur, yang mendatangkan pengisi kondang asal ibu kota. Tak disangka, kajian tidak bisa dilanjutkan dan terpaksa berhenti di tengah waktu lantaran ada segerombolan orang dari sebuah ormas besar Islam yang tidak sependapat dengan isian beliau. Mereka menyangkakan si Ustadz gemar mengkritisi perkara khilafiyah dan dituduh menganut paham Wahabi yang ekstrim dan tidak toleransi (menurut mereka).

Setelah berunding dengan polisi sebagai penengah dalam perkara tersebut tidak menemukan jalan keluar, dan mereka bersikukuh untuk membubarkan kajian itu, akhirnya Ustadz pengisi mengalah dan mengakhiri kajian beliau yang saat itu menyampaikan materi tentang keluarga sakinah.

Kurang lebih seperti diatas kronologis pembubaran kajian di sidoarjo kemarin, yang juga sempat mengisi timeline beberapa media dengan judul “pembubaran Kajian Ustadz Wahabi.” Sangat disayangkan sikap yang diambil oleh ormas tersebut. Membubarkan kajian dengan meneriakkan shalawat keras-keras di depan masjid padahal kajian baru berlangsung.

Baca Juga: Nasib Sial Karena Karma

Perbedaan pendapat seringkali menghiasai agama ini dengan diskusi yang halus dan bermartabat, akan tetapi kali ini perkara tersebut seolah-olah dikesampingkan oleh beberapa orang. Akhirnya yang terjadi adalah cek-cok dan permusuhan diantara kaum muslimin.

Demikianlah cara setan menggoda orang yang beriman. Setan lelah dan putus asa untuk mengganggu pribadi mereka, maka langkah yang diambil adalah mengganggu orang-orang yang jarang berdzikir dan acuh pada agama ini kemudian membenturkannya. Sebagaimana sebuah riwayat dari sahabat Ibnu Mas’ud beliau berkata, “Sesungguhnya setan mengelilingi orang-orang yang berdzikir untuk membuat fitnah, tapi tidak kuasa untuk membubarkan mereka. Maka dia mendatangi sekelompok orang yang hanya mengingat dunia, lalu dia memprovokasi antarmereka hingga terjadi saling bunuh membunuh, lalu berdirilah orang-orang berdzikir untuk melerai mereka, dengan demikian bubarlah mereka dari majlis dzikir.”

Hari ini syubhat itu benar-benar terjadi. Antara muslim satu dengan yang lain saling menyerang, saling menjatuhkan dan saling memfitnah. Ustadz A berkata bahwa hal ini bid’ah, hal demikian haram tanpa melihat siapa audiensnya. Ustadz B bilang mengangkat pemimpin kafir tidak masalah selagi adil dan tidak korupsi. Seolah kambing diadu dengan kambing sejenisnya. Kaum muslimin diadu dan dibenturkan dengan saudara seagama. Cara keji yang dilakukan setan untuk mematahkan kekuatan Islam. Mungkin dunia sedang menghinggapi hati dan keimanan kita sehingga setan mudah memprovokasi kita.

Hiruk-pikuk dunia seringkali melenakan kita dari berdzikir kepada Allah. Iming-iming jabatan, upah dan insentif seringkali mengganggu keyakinan kita, yang pada akhirnya kita akan menjadi hamba dunia. Saat dunia sudah menguasai kita, maka rasa membela kepada agama akan luntur apalagi untuk membela saudara seakidah kita. Yang akhirnya kita akan dibenturkan setan dengan saudara kita sendiri, kita mengolok-olok perjuangan mereka, menjatuhkan martabat mereka, membuat fitnah dan menyebar berita-berita dusta tentang mereka.

Begitulah setan teramat pandai untuk mengatur strategi, ketika strategi A gagal, ia segera mengambil inisiatif dan membuat strategi B dan seterusnya sampai korbannya jera dan kapok untuk berdzikir kepada Allah. saat itulah seseorang akan berdzikir kepada dunia. Wallahu A’lam

Apa Enaknya Jadi Pejabat?

Hiruk-pikuk pilkada serentak telah usai. Tinggal beberapa daerah yang masih menunggu putaran kedua untuk melihat hasilnya, siapa yang terpilih dia akan menduduki kursi jabatan pemerintahan. Terlepas dari bagaimana pemilihan itu berlangsung (entah curang atau memang benar-benar jujur), maraknya pendakwah agama yang menjual agamanya demi terwujud cita-cita si empunya, belum lagi menyoal kampanye dengan berbagai janji dan sumpah serapah, penodaan terhadap agama, uang pelicin dan berbagai dunia hitam dibalik perayaan pilkada versi demokrasi.

Memang, ketika ambisi telah di ubun-ubun, segala cara bisa ditempuh untuk mendapatkannya, meskipun agama menjadi taruhannya. Sampai seorang ulama’ berkata bahwa syahwat terhadap jabatan lebih menggoda daripada syahwat terhadap harta. Maha benar sabda Nabi, “Bahaya dua ekor serigala lapar yang dilepas kepada seekor kambing itu tidak lebih besar dari bahaya ambisi harta dan kehormatan terhadap agama seseorang.” (HR. Tirmidzi)

Betapa mengerikan nasib agama seseorang yang digambarkan Nabi tersebut. Bagaimana nasib domba yang dikeroyok oleh dua serigala lapar, masih mungkinkah ia akan selamat? Begitulah permisalannya, ambisi jabatan dan gila kehormatan, keduanya mampu merontokkan iman dari akarnya melebihi terkaman dua serigala pada seekor domba.

Baca Juga: Menahan Sendawa Meraih Pahala

Orang yang dulu memilihnya (mencoblosnya) pun tidak akan bisa berharap lebih dari pemimpin yang mengawali karirnya dengan kecurangan dan ambisi untuk meraih kehormatan. Karena mereka tidak memahami kepemimpinan sebagai amanah. Tetapi sebagai ajang untuk menunjukkan kehebatan dan kehormatannya.

Berbeda dengan konsep jabatan yang diapahami oleh para salafush Shalih. Dahulu, ketika Umar bin Khattab dicalonkan menjadi khalifah pasca wafatnya Nabi Muhammad, beliau berkata, “Demi Allah, leherku ditebas dengan pedang tanpa alasan, itu lebih aku sukai daripada menjadi khalifah yang di dalamnya ada Abu Bakar.” Keturunan beliau yang dijuluki Khalifah kelima yaitu Umar bin Abdul ‘Azis, ketika diamanati menjadi khalifah, dia mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.” Karena mereka sadar betapa besar tanggung jawabnya di sisi Allah, karena seorang pemimpin bukan sekedar memamerkan kekuasaannya, tapi kelak akan ditanya tentang apa yang telah ia pimpin dan bagaimana ia memimpin dan memperlakukan rakyatnya. Kemudian sejarah mencatat keadilan mereka, mereka sangat hati-hati dan lebih mementingkan rakyatnya daripada diri mereka sendiri, menegakkan hukum Allah. Lalu berkah dari Allah turun dari langit dan bumi.

Begitulah seharusnya seorang mukmin memandang sebuah jabatan. Ia bagai serigala yang bisa menerkam iman kita kapan saja, ia adalah amanah yang begitu berat yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Bukan layaknya makanan yang pantas diperebutkan.

Hukum Mengecas HP Di Masjid

Saat bepergian, hal utama yang kita perhatikan adalah bagaiman tetap terhubung dengan keluarga, teman dan kolega kita. Tentunya bukan langsung bertata muka, melainkan via HP yang kita punya atau lewat medi sosial yang telah kita instal di dalamnya.

Akan tetapi karena kesibukan HP yang selalu kita bawa dan pakai kemana-mana terkadang mengancam daya baterai dari sang HP. Sebagai alternatifnya kita membawa powerbank atau kalau kepepet sekali biasanya mampir di sebuah masjid lalu mencari colokan disitu. Karena di masjid tempatnya terbuka umum dan gratis dibandingkan harus cari rest area atau tempat charge umum yang harus bayar. Lalu bagaimana hukumnya hal yang demikian?

 

BACA JUGA: Hukum Membangunkan Orang Tidur Di Sela-sela Khutbah Jumat

 

Syaikh Shalih al-Munajid, ketika ditanya tentang seseorang yang mengecas HP nya dengan listrik di masjidil Haram beliau menjawab,

“Alhamdulillah, yang lebih hati-hati bagi seorang muslim adalah tidak melakukan hal tersebut dan memilih sikap wara’ atau hati-hati dalam masalah ini. Sebagaimana sabda Nabi, “Tinggalkan yang meragukan dan ambil yang tidak meragukan.”

Sebaiknya charge HP di rumah sebelum pergi ke masjid sehingga tidak perlu memakai listrik di masjidil Haram. Akan tetapi jika seorang muslim perlu melakukan hal tersebut, maka semoga hal tersebut tidak menyebabkan dosa –InsyaAllah- dengan syarat penanggung jawab masjid (takmir masjid setempat) tidak melarang hal tersebut. Hendaknya mencharge seperlunya saja, tidak lebih dari itu sehingga tidak menghalangi orang lain yang juga ingin mencharge HP nya, karena bisa jadi orang lain lebih membutuhkan daripada kita.”
(al-Islamu Su’alun Wa Jawabun, Islamqa)

Intinya, boleh-boleh saja kita mengcharge HP kita di masjid, selama Takmir atau pengurusnya tidak melarang hal demikian, dan kita tidak mengganggu kepentingan orang lain. Wallahu a’lam

 

 

dibuka peluang menjadi agen dikota anda,
info dan pemesanan majalah islam Arrisalah
hubungi:

Tlp: 0813-9103-3330 (klik untuk chat)

facebook: @majalah.arrisalah

Instagram: majalah_arrisalah

Pendosa yang Masuk Surga dan Ahli Ibadah yang Masuk Neraka

Abu Hurairah pernah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bercerita,

Ada dua orang laki-laki bersaudara dari Bani Israil. Salah seorang dari mereka adalah pendosa, sementara yang lain ahli ibadah. Ahli ibadah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa dan ia selalu berkata, “Berhentilah dari berbuat dosa.”

Suatu hari ia melihatnya sedang berbuat dosa, lalu ia berkata kepadanya, “Berhentilah dari berbuat dosa.” Pendosa itu berkata, “Biarkan aku bersama Rabbku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku?”

Ahli ibadah itu berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!, atau berkata, “Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.”

Allah kemudian mencabut nyawa keduanya sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam. Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah, “Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?”

Allah lalu berkata kepada pendosa, “Pergi dan masuklah kamu kedalam surga dengan Rahmat-Ku.” Dan Allah berfirman kepada para malaikat, “Bawalah ia ke neraka.”

(Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ahmad).

Terkadang kita terlalu dini menilai seseorang karena kemaksiatannya, bahwa dia ahli neraka, Allah tidak akan mengampuni dosa-dosanya, dan ia akan kekal di neraka. Kita juga cepat pesimis ketika harus berdakwah kepada para pendosa karena hidayah tidak segera datang saat kita disana. Padahal bisa jadi Allah mengundur pintu hidayah tersebut agar kita semakin banyak berdakwah dan mengingatkan orang itu. Yang demikian akan menjadi ladang pahala bagi kita.

Tapi ketika hati sudah resah dan tidak lagi percaya dengan janji dan rahmat Allah, bisa saja justru kita yang tekun ibadah akan menjadi penghuni neraka. Wal iyadzubillah. Maka, tak perlu terburu-buru untuk melihat pertaubatan dari orang yang kita dakwahi, semoga Allah memberinya hidayah entah saat kita masih ada atau kelak saat kita sudah dipanggil-Nya.

 

BACA JUGA: Menjadi Makmum Pendosa & Menyalatinya

Keselamatan Dan Rahmat Bagi Yang Akan Dan Sudah Meninggal

Malam itu adalah giliran Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menginap di rumah ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau bersiap untuk istirahat lantas berbaring. Setelah beberapa saat, beliau keluar perlahan lahan menyangka ‘Aisyah telah terlelap, namun ternyata ‘Aisyah radhiallahu’anha masih terjaga dan mengikuti Rasulullah dengan tenang sampai tiba di baqi’(tempat dikuburkannya sahabat sahabat Nabi di Madinah). Setelah selesai Rasulullah pun kembali dan ‘Aisyah pun bergegas pulang, sesampainya di rumah terdengarlah suara nafas ‘Aisyah yang kembang kempis, maka Rasulullahpun bertanya,

“Kenapa kamu wahai Aisyah? Kudengar nafasmu kembang kempis.?” Jawabku, “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Ceritakanlah kepadaku atau kalau tidak Allah -Yang Maha Lembut dan Mengetahui- akan menceritakannya padaku.”

Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku.” Lalu kuceritakanlah kepada beliau apa yang sebenarnya terjadi. Beliau berkata, “Kalau begitu, kamulah kiranya bayangan hitam yang saya lihat di depanku tadi?” Saya menjawab, “Ya, benar wahai Rasulullah.” Maka beliau pun mendorong dadaku dengan keras hingga terasa sakit bagiku. Kemudian beliau berkata, “Apakah kamu masih curiga, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat curang kepadamu?” jawabku, “Setiap apa yang dirahasiakan manusia, pasti Allah mengetahuinya pula.”

Rasulullah pun menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi,

Beliau bercerita: “Tadi Jibril datang, tapi karena ia melihat ada kamu, dia memanggilku perlahan-lahan sehingga tidak terdengar olehmu. Aku menjawab panggilannya tanpa terdengar pula olehmu. Dia tidak masuk ke rumah, karena kamu menanggalkan pakaianmu. Dan aku pun mengira bahwa kamu telah tidur, karena itu aku segan membangunkanmu khawatir engkau akan merasa kesepian. Jibril berkata padaku, ‘Allah memerintahkan agar Tuan datang ke Baqi’ dan memohonkan ampunan bagi para penghuninya.’ Aku berkata, ‘Lalu apa yang kubaca sesampai di sana wahai rasulullah?  ‘Bacalah: AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua).” (HR. Muslim)

Mendoakan Yang Sudah Meninggal Di Kuburan

Tidak hanya diri kita yang saat ini masih hidup yang butuh dengan doa, yang sudah meninggal pun butuh akan doa dari yang masih hidup baik itu dari keturunannya maupun dari saudara seiman.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mencontohkan kepada kita bagaimana mendoakan saudara seiman yang telah mendahului pergi meninggalkan dunia ini, yaitu ketika berziarah atau mengantar jenazah. Tepatnya saat memasuki area pemakaman kaum muslimin:

السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ

AS SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua

Dalam riwayat Muslim yang lain ada tambahan lafazh

أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ

ASALULLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH (Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian Al ‘Afiyah (keselamatan).”

Kesejahteraan, Rahmat Dan Keselamatan

Allah memiliki Nama As Salam (yang Maha sejahtera), dan hanya kepadaNyalah manusia meminta kesejahteraan. Doa yang baik ini dipintakan seorang muslim kepada saudaranya yang sudah meninggal berharap agar mereka mendapatkan kesejahteraan di alam barzah, dimana dahulu ketika masih sama sama hidup mereka pintakan ketika bertemu dengan saling mengucapkan salam.

 

BACA JUGA: Membela Kerahmatan Islam

 

Assalam juga berarti keselamatan, dan Jannah dinamakan juga dengan daarus salam, makanya setelah meminta kesejahteraan, permohonan berikutnya adalah permohonan RahmatNya, karena Rahmat Allah lebih luas dan mendahului murkaNya. Bila seorang muslim telah mendapatkan rahmatNya maka selamatlah ia, karena tidaklah seorang muslim masuk surga karena amalnya akan tetapi karena mendapat Rahmat Allah subhanahu wata’ala.

Seorang muslim yakin dengan pasti bahwa dirinya juga akan meninggal dan menyusul orang orang yang sudah mendahuluinya, dalam doa ini diungkapkan dengan kalimat wa inna in syaallahubikum laahikuun (dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua), ketika melafadzkan doa ini maka seharusnya bertambahlah persiapan bekal menuju akhirat, menyadari betul sementaranya dunia, sehingga berbuah amal shaleh dan memutus angan angan.

Permohonan terakhir adalah ‘afiyah (bisa bermakana sehat atau selamat), dengan mendahulukan permintaan untuk dirinya baru kemudian untuk yang meninggal dan yang lainnya sebagaimana susunan doa Nabi Nuh, Rabigh firlii wali waalidayya (Wahai Rabbku ampunilah Aku dan kedua orangtuaku..)(Qs. Nuh: 28) atau sebagaimana peritah Allah dalam surat Muhammad shallallahu’alaihi wasallam ayat 19, “was taghfir lidzanbika walil mukminin,” dan mohonlah ampun atas dosamu dan juga dosa orang mukmin.

Sehat dan selamat dari setiap keburukan yang ada di dunia, dari siksa di alam barzah, kecemasan kegelisahan dan kepayahan di padang mahsyar, ketika meniti shirat hingga akhirnya bisa masuk darussalam dengan mendapatkan ucapan selamat dari Rabnya, sebagai pertanda sampainya keselamatan yang sempurna dari arah manapun.

 

 

 

Baca Artikel Konsultasi Lainnya Di Sini!

 


Belum membaca Majalah ar-risalah terbaru? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Diampuni Semua Dosanya

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي سُجُودِهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dalam sujudnya mengucapkan do’a, “Allahummaghfirli Dzanbi Kullahu Diqqahu Wa jillahu Wa Awwalahu Wa Akhirahu Wa ‘Alaniyatahu Wa Sirrahu (Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, dan yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi).” (HR. Muslim)

Jatuh Dan Sering Melakukan Kesalahan

Sepanjang perjalanan hidup yang kita lalui hingga saat ini pernahkah kita melakukan kesalahan, pasti jawabnya adalah pernah, atau bahkan sering dan tidak bisa dihitung. Rasululah shallallahu’alaihi wasallam telah memastikan bahwa keturunan adam pasti akan terjatuh pada kesalahan, dan sebaik baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang mau bertaubat.

Bila demikian keadaan kita, dengan segala kerendahan dan kehinaan serta banyaknya kesalahan, kita tetap bisa menjadi baik dan mulia dengan bertaubat kepada Allah azza wa jalla. Rasulullah mengajarkan kepada kita doa untuk memohon ampun, bertaubat kepada Allah atas segala dosa di dalam sujud, keadaan terdekat seorang hamba kepada Rabnya.

 

BACA JUGA: Pandai Pandailah Merasa Berdosa

 

Anggota badan yang dimuliakan manusia, yaitu kepala diletakkan sejajar dengan letak kakinya ditempelkan di tanah tempat yang dipijak oleh kakinya, menunjukkan kerendahan hamba untuk mengakui kesalahan dan memohon ampun kepada Allah Azza wa jalla yang Maha Mulia dan Maha Tinggi.

Ibnul Qoyyim dalam madarijus salikin (1/283) menyebutkan, bertaubat memohon ampun kepada Allah atas dosa dosa adalah kewajiban yang harus segera ditunaikan dan tidak boleh ditunda tunda, bila diakhirkan taubatnya maka ini adalah bentuk dosa yang lain yang dilakukannya yang perlu ditaubati.

Kita yang sering melakukan kesalahan dan dosa sangat butuh terhadap doa ini, karena dengan memunajatkanya dalam setiap sujud berarti ia tidak mengakhirkan kewajiban untuk segera bertaubat kepada Allah ta’ala.

“Allahummaghfirli Dzanbi Kullahu Diqqahu Wajillahu Wa Awwalahu Wa Akhirahu Wa ‘Alaniyatahu Wa Sirrahu (Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, dan yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi)

Dosa Yang Besar Maupun Yang Kecil

Allah ta’ala berfirman menerangkan kepada hambanya bahwa dosa ada yang besar dan ada yang kecil, yaitu dalam surat An Najm ayat 32 :

“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabmu Maha Luas ampunanNya.”

Mengenai ayat ini Ibnu Abbas berkata, bersabda Nabi Muhammad shallalahu’alaihi wasallam :

إِنْ تَغْفِرْ اللَّهُمَّ تَغْفِرْ جَمَّا وَأَيُّ عَبْدٍ لَكَ لَا أَلَمَّا

“Ya Allah, apabila engkau mengampuni maka Engkau banyak mengampuni, siapakah hamba yang tidak pernah melakukan dosa-dosa kecil?” (HR. Tirmidzi, dishahihkan Al Albaniy)

Diantara dosa besar ada yang terbesar, yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka, yaitu kekafiran. Kemudian dosa besar yang mewajibkan kefasikan dan dibawahnya lagi dosa kecil, namun para ulama berpendapat bahwa dosa kecil bila terus menerus dilakukan dan diremehkan maka ia bisa menjadi besar hukumannya. Ketiganya dirangkum dalam firman Allah :

“..Tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al Hujurat: 7)

Jika kita mengetahui dosa besar, maka selainnya adalah dosa kecil. Dan dosa besar adalah setiap dosa yang disebut oleh Allah dan RasulNya sebagai dosa besar, atau dosa yang disebutkan hukumannya (had) di dunia atau perbuatan yang mendapatkan ancaman kemarahan Allah di akhirat dan laknat Allah. Maka selainnya adalah dosa kecil, dan ini banyak jumlahnya tak terhitung.

Dari Awal Hingga Yang Terakhir

Sejak manusia baligh maka ia akan mempertanggungjawabkan setiap amal yang dilakuannya, yang diucapkan lisannya, yang diamalkan anggota badannya bahkan yang amalkan oleh hatinya. Kita mohonkan ampunan kepada Allah subhanahuwata’ala dari setiap kesalahan kita yang paling awal. Dan kita juga memohon ampunan dari Allah Azza wa jalla dari kesalahan kesalahan yang kita lakukan di akhir hayat kita.

Berkata syaikhul Islam ibnu taimiyah dalam fatawa al kubra (5/281), bawa siapa saja yang memohon ampun kepada Allah dengan permohonan ampun secara umum dari setiap kesalahan yang dilakuan, maka ini menyebabkan datangnya ampunan Allah, meskipun ia tidak memperinci dari dosa dosa yang dilakukanya.

Keselamatan dan kebaikan akan ada pada hamba yang selalu meminta ampun dari semua dosa dosanya, baik yang awal maupun yang akhir, yang terang terangan maupun yang tersembunyi.

Yang Terang Terangan Dan Tersembunyi

Ada kalanya manusia bercampur bersama manusia yang lain, sehingga setiap gerak dan geriknya diketahui secara umum, ada pula suatu kondisi dimana manusia sedang sendiri dan tersembunyi dari manusia yang lain. demikian pula dosa yang kita lakukan tidak lepas dari dua kondisi diatas. Dosa yang jamak dilakukan secara terang terangan dan dosa yang dilakukan tersembunyi dari pandangan manusia.

Memperbanyak sujud dan memperbanyak doa dalam sujud merupakan hidayah Allah bagi hambaNya yang tawwabuun, yang bersegera bartaubat dari seluruh kesalahan dan dosa, menjadikan seorang hamba kembali bersih dan mulia disisiNya.

 

Baca Artikel Konsultasi Lainnya Di Sini!

 


Belum membaca Majalah ar-risalah terbaru? Hubungi Keagenan Majalah ar-risalah terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di nomer: 0852 2950 8085

Berproses dan Bersiap Menemukan

Sebuah proses pencapaian, seringkali jauh lebih penting daripada hasilnya. Hal yang tentu saja sulit mengingat kegemaran kita akan sesuatu yang nikmat dan cepat, mudah tanpa lelah, praktis tidak ribet, alih-alih berjuang dalam masa yang panjang, atau menunggu dengan kesabaran. Sedang syahwat yang bergolak oleh sinyal-sinyal nikmat yang menjanjikan, seringkali tak berdaya melawannya.

Pada perjalanan proses, kita akan menemukan kesadaran tentang arti perubahan kebaikan yang hakiki. Bukan semata pengejaran hasil yang kadang membuat kita pongah karena merasa hebat, atau malah jatuh luluh lantak karena merasa gagal. Ia juga bukan tentang seberapa kita bisa memanjakan hasrat akan kenikmatan, atau bagaimana khalayak ramai memberi tanggapan. Ia adalah murni pembuktian kualitas iman, bukan syahwat yang mencari pembenaran.

 

BACA JUGA: Khutbah Jumat: Hati Gersang Karena Iman Telah Usang

 

Karena kita tahu bahwa hasil yang tampak memukau tidak selalu paralel dengan kerja rumit, sulit dan juga benar. Dan kegagalan juga bukan berarti karena malas atau salah. Terlalu banyak rahasia dan rencana dari Sang Khaliq, dan kita terlalu bodoh dan picik. Juga, karena kita percaya bahwa semua pencapaian adalah ujian, seperti apapun penampakannya, serta seperti apa jua reaksi diri kita saat menemukannya. Sebab bagi hamba beriman, semuanya bukanlah persoalan besar asalkan bisa menyikapi dengan benar.

Proses yang benar adalah bukti komitmen atas nilai kebenaran yang diyakini. Penyerahan diri dalam bentuk tindakan sebab percaya sempurnanya petunjuk dari Yang Mahaberilmu, juga kepasrahan total tentang hasil yang akan dipanen. Bahwa itulah perolehan terbaik dalam keyakinan akan berbagai hikmah yang mengiringinya, juga kemampuan menghadapinya. Bahwa Allah, juga pasti tidak akan pernah mengkhianati kepatuhan hamba-Nya. Dimana Dia pernah bersumpah akan memberi bahkan sebelum para hambaNya meminta, dan mengabulkan sebelum mereka berdoa, asalkan mereka dalam kepatuhan kepadaNya. Karena Dia tahu apa yang menjadi kebutuhan manusia melebihi pengetahuan mereka tentangnya.

Akhirnya, proses adalah benarnya urutan tindakan dan penjiwaan dalam langkah-langkah yang diambil. Ibarat membuat adonan tepung, yang meski dengan komposisi bahan yang sama, namun berbeda dalam urutan tindakan dan takarannya, bisa menjadi sangat jauh berbeda hasilnya. Proses membingkai tindakan agar tak acak, atau hanya rangkaian kosong yang melelahkan dan tidak asal bergerak, hingga kehilangan alasan kenapa harus ada prioritas dan kecintaan. Dalam tataran penghambaan, ia adalah ittiba’ atau peneladanan kepada Rasulullah sebagai aturan mainnya, juga ikhlas sebagai jiwanya.Inilah harga mati yang tidak bisa ditawar agar pencapaian tak terasa hambar dan kegagalan masih berpunya makna.

Agar semuanya tidak berubah serupa debu beterbangan, sebab ditolak Sang Penguasa alam. Sebab apa yang kita temukan adalah hasil dari apa yang kita jalani.

 

 

 


Baca juga artikel menarik lainnya di Majalah islam ar-risalah. Belum punya majalahnya? Segera dapatkan di keagenan terdekat di kota Anda, atau hubungi kami di: 0852 2950 8085     

Tuhan Dalam Perspektif Deisme dan Islam, Sebuah Perbandingan

Penalaran akal manusia dalam mengamati alam semesta beserta isinya ; kompleksitas, keteraturan dan harmoninya, dapat mengantarkan manusia kepada pengenalan dan pengakuan eksistensi Sang Pencipta. Para filsuf Yunani kuno maupun para pemikir era renaissance Eropa yang mengacu kepada karya-karya mereka sampai pada kesimpulan yang sama,…eksistensi tuhan, dan Tuhan yang Esa.

Mereka mengakui eksistensi dan keesaan Tuhan, menyematkan sifat-sifat kebaikan kepadanya, tetapi mereka menolak campur tangan Tuhan dalam mengatur alam semesta dan isinya, termasuk manusia. Dalam perspektif mereka, Tuhan telah meletakkan pengaturan itu dalam kesempurnaan rancangan sehingga tidak memerlukan campur tangan lagi. Jika Tuhan masih campur tangan, berarti Tuhan telah bertindak otoriter dan menghambat manusia dalam berkarya. Paham ini memang tumbuh sebagai reaksi terhadap tirani gereja Eropa abad pertengahan. Ini inti paham ketuhanan Deisme.

Kesamaan Alur Berpikir Kaum Deism dan Penganut Sekularisme

Jika dicermati, Deisme ini sama dan sebangun dengan ilmaniyah (sekularisme) yang muncul di Eropa pada era renaissance, kebangkitan teknologi, revolusi industri, masa kolonialisme ke dunia Islam hingga sekarang. Sama-sama tidak mengingkari eksistensi Tuhan secara ekstrim seperti kaum atheis, akan tetapi mereka mem-pasif-kan Tuhan, mem-pensiun-kan Tuhan dari mengatur alam semesta ciptaannya.

Mereka memuji-muji Tuhan dengan sifat kebaikan dan kesempurnaan, namun… selanjutnya menelikung Tuhan dari mengatur ciptaannya dengan aturan dan hukum. Untuk menyempurnakan penelikungan, mereka menolak konsep ‘wahyu’ dan ‘rasul’ dimana dengan perantaraan rasul dan wahyu lah Tuhan mengatur kehidupan alam semesta. Pengesaan para filsuf terhadap Tuhan sebagai produk eksplorasi pemikiran, hanya sampai pada penemuan eksistensi dan keesaannya. Dan memang,..setelah itu adalah wilayah para rasul dengan arahan wahyu menjelaskan kepada manusia bagaimana tata cara mengesakan Tuhan dalam sikap dan perilaku. Tanpa itu, pengakuan keberadaan Tuhan dan pujian akan kesempurnaan-Nya, hanya’pepesan kosong’, tidak ada konsekuensi, bahkan akhirnya melecehkan Tuhan. Memang kehebatan akal tanpa bimbingan rasul yang dipandu wahyu tidak akan sampai kepada kebenaran hakiki yang dikehendaki Tuhan.

Sungguh berlainan persepsi akan eksistensi Tuhan dan keesaannya dari mereka, dengan ajaran ‘rasul’ yang bersumber dari ‘wahyu’. Tuhan Allah dalam keyakinan Islam memperkenalkan diri sebagai Tuhan yang ‘sibuk’, bukan tuhan yang ‘diam’ dan ‘pasif’. Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. [Ar-Rahman : 29]. Imam Al-Qurthubiy di dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam al-Qur-an mengutip perkataan beberapa generasi Islam, mengenai sibuknya Allah mengatur urusan. Abu ad-DardaradliyalLahu ‘anhu  berkata, …diantara urusan-Nya adalah mengampuni dosa, memberikan jalan keluar terhadap kesempitan, memuliakan suatu kaum dan merendahkan yang lain. Abdullah bin ‘Umar menambah,…mengabulkan permohonan. Generasi berikutnya, seperti Ibnu Bahr memerinci …masa (waktu) seluruhnya ada 2, yakni hitungan hari-hari di dunia, sedangkan di akherat  yakni hari pembalasan. Adapun urusan Allah dalam kehidupan di dunia menimpakan bala’ dan menguji manusia, menghidupkan dan mematikan, menimpakan bencana dan menguji manusia dengan perintah dan larangan, memberi dan menahan pemberian-Nya. Adapun urusan di akherat adalah meng-hisab dan membalas amal perbuatan. [Ahkam al-Qur-an, Imam al-Qurthubi, Maktabah Syamilah].

Para filsuf Deism tampak manis memuji Tuhan dalam kesempurnaan desain, keteraturan penataan dalam kompleksitas dan keterperinciannya, tampilan harmoni ciptaan yang menakjubkan. Tetapi di balik pujian itu mereka menikam tuhan dan membelenggunya dalam credo kepasifan. Credo (keyakinan) itu sendiri memang hanya persepsi mereka sendiri yang dibayang-bayangi oleh latar belakang kepahitan sistem nilai dan tatanan sosial di bawah para pemimpin gereja yang korup dan sok suci dengan mengatasnamakan Tuhan.

Kesempurnaan Desain atas Ciptaan-Nya justru Mengharuskan Tidak Mem-Pasifkan-Nya

Islam punya perspektif lebih indah dan memuaskan dahaga intelektual tanpa dibayangi pengalaman pahit tatanan kehidupan yang tempo-tempo memang dikendalikan oleh pemimpin (baik politik maupun agama) yang tidak mencapai tingkat maturity untuk bercermin dengan keindahan dan kesempurnaan sifat Allah.

Rancangan Allah atas makhluk-Nya, termasuk alam semesta, dalam credo (keyakinan) Islam tidak hanya sempurna, kompleks, terperinci, indah dan harmoni, bahkan juga mengikuti alur perancangan desain yang derivatif ; ada desain induk yang menjadi acuan dan ada desain turunan bersifat penjabaran tanpa menyelisihi desain induk. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radliyalLahu ‘anhu berkata bahwa dia pernah mendengar RasululLah shallalLahu ‘alayhi wa sallam  bersabda, “Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya : “Tulislah!” Ia bertanya : “Wahai Rabb-ku, apa yang akan aku tulis?” Allah berfirman : “Tulislah taqdir segala sesuatu hingga hari Kiamat”. [Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ahmad, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy]. Taqdir segala sesuatu dari makluk-Nya tersebut tersimpan di Lauh al-Mahfudh, tidak ada yang mengetahui ketetapan itu selain-Nya. Waktu penetapannya pun telah dikhabarkan, RasululLah bersabda, “Allah telah menetapkan takdir para makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi”. [Muslim].

Contoh gambaran derivasi dari ketetapan besar itu, Allah menurunkan Al-Qur-an dari Lauh al-Mahfudh ke Bayt al-‘Izzah di langit dunia, sekali turun pada malam laylatul-Qodar sebagaimana firman-Nya dalam surat Ad-Dukhan ayat 3, adapun diwahyukannya kepada RasululLah, berjalan berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun masa kenabian. Dalam hal anak-cucu Adam, takdir induk tersebut dirinci pada derivasi level kedua sebagaimana diberitakan di dalam hadits AbdulLah bin Mas’ud bahwa ketika janin berusia 120 hari di dalam rahim ibu, dikirimkan malaikat meniupkan ruhnya, dan diperintahkan dengan 4 (empat) perkara yaitu menulis rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan apakah ia akan bahagia atau celaka. [Al-Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidziy dan Ibnu Majah].

Kesempurnaan turunan taqdir anak-cucu Adam ditetapkan dalam derivasi terperinci dalam penetapan takdir tahunan yang terjadi pada malam Laylatul-Qodar yakni diantara malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Segala sesuatu ketetapan rinci terhadap seseorang yang akan terjadi pada satu tahun ke depan ditetapkan pada malam yang mulia dan penuh berkah tersebut. Menurut Syaikh As-Sa’diy dalam Taysir Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalim al-Mannan ketika menjelaskan ayat 4 dari surat Ad-Dukhan bahwa hal itu menunjukkan kesempurnaan ilmu Allah, kesempurnaan hikmah-Nya dan ketekunan Allah yang tidak pernah teledor mengurus makhluq-Nya.

Dari sini kita mendapatkan gambaran lebih utuh, penciptaan dan pengaturan dengan desain dan rencana yang sempurna, sekaligus dapat mengkomparasikan keyakinan persepsi para filsuf Deisme yang meng-klaim mengakui eksistensi dan keesaan Tuhan, tetapi berpandangan bahwa jika Tuhan masih mengurus ciptaan yang telah diciptakan secara sempurna tersebut berarti Tuhan otoriter dan menghambat kreasi manusia, maka anggapan tersebut jauh dari apa yang diberitakan oleh Allah kepada Rasul-Nya dengan perantaraan wahyu. Justru dengan mengenali Allah dengan sifat dan perbuatan-Nya seperti Allah memperkenalkan diri-Nya melalui Rasul dan wahyu-Nya kita jauh lebih dapat mengagungkan-Nya sesuai dengan keagungan-Nya tanpa disertai oleh prasangka buruk kepada-Nya, hanya karena perilaku tokoh agama yang tidak mampu mencapai maturity untuk ber-akhlaq dengan bercermin kepada sifat dan keagungan-Nya. WalLohu A’lam bish-Showab.

 

BACA JUGA: Benarkah Ruh Sujud di Bawah Arsy Saat Manusia Tidur?

Puasa dan Zakat

Berzakat Atas Nama Pembantu Rumah Tangga

Pertanyaan :

Apakah wanita yang berprofesi menjadi pembantu rumah tangga diwajibkan mengeluarkan zakat fitri?

Jawab :

Wanita pembantu rumah tangga diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitri karena ia juga seorang muslimah, akan tetapi apakah yang menanggung dirinya sendiri atau boleh ditanggung oleh tuan rumahnya?, maka pada dasarnya zakat firti wanita itu dikeluarkan oleh dirinya sendiri, akan tetapi jika tuan rumahnya mengeluarkan zakat fitri untuk pembantunya tersebut, maka hal ini dibolehkan.

Durus wa fatwa al haram al makki, syaikh ibnu Utsaimin, dinukil dari fatwa fatwa wanita, Darul Haq hal 223.

Berzakat (Mal) Kepada Saudara Perempuan Yang Fakir Yang Telah Menikah

Pertanyaan :

Jika seorang wanita memiliki saudara perempuan, dan saudarnya itu sudah menikah tapi dalam keadaan fakir, bolehkah ia memberikan zakat malnya kepada saudaranya itu?

Jawab :

Nafkah seorang wanita adalah kewajiban bagi suaminya, dan jika suami itu seorang yang fakir maka bagi saudara saudara istrinya hendaklah memberikan zakatnya kepada saudara perempuannya itu, agar ia mendapat nafkah untuk dirinya sendiri dan untuk suaminya serta untuk anak-anaknya.

Bahkan jika istri ini memiliki harta yang wajib dizakati, maka hendaknya ia mengeluarkan zakat hartanya itu kepada suaminya agar suaminya dapat memberi nafkah kepada orang orang yang menjadi tanggungannya.

Majalah al Buhuts al islamiyah, dinukil dari fatwa fatwa wanita, Darul Haq hal 220.

 

Mengqadha Enam Hari Puasa Ramadhan Di Bulan Syawal, Apakah Mendapat Pahala Puasa Syawal Enam Hari Yang Sunnah?

Pertanyaan :

Jika seorang wanita berpuasa enam hari di bulan syawal untuk mengqadha puasa Ramadhan, apakah ia mendapatkan pahala puasa sunnah enam hari di bulan syawal?

Jawab :

Disebutkan dalam hadist, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan syawal maka ia seperti berpuasa setahun.”

Hadits ini menunjukkan bahwa, wajib menyempurnakan puasa Ramadhan yang merupakan puasa wajib, kemudian ditambah dengan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal untuk mendapatkan pahala puasa setahun. Dalam hadtis lain disebutkan:

“Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan syawal sama dengan dua bulan.”

Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka berdasarkan hadits ini, barang siapa yang tidak menyempurnakan puasa Ramadhan dikarenakan sakit, safat, nifas atau haidh hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan, yaitu dengan mendahulukan qadha puasa Ramadhan terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan puasa sunnah di bulan syawal agar mendapat pahala atau kebaikan yang dimaksud. Adapun puasa wajib yang diqadha dibulan syawal yang dilakukan oleh penanya tidaklah berstatus (tidak mendapat pahla) sebagai puasa sunah di bulan syawal.

Fatwa syaikh Abdullah jibrin, dinukil dari fatwa fatwa wanita, Darul Haq hal 270.

 

BACA JUGA: Zakat Mal ke Lembaga Sosial