Wanita Melamar Pria

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ustadz, anak perempuan saya sudah saatnya menikah. Hanya saja dia belum memiliki calon suami. Ada seorang laki-laki teman SMPnya dulu yang menurutnya shalih. Dia juga belum menikah. Bolehkan kami melamar laki-laki itu sebab keyakinan kami akan keshalihannya? Bagaimana caranya? Nasihat Ustadz kami nantikan.

Jazakumullah sebelumnya.

Wassalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Ibu E di Surakarta

Jawab:

Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh.

Ibu E yang baik, saya bisa memahami sulitnya situasi yang ibu hadapi. Usia putri ibu yang terus bertambah, pertanyaan temanteman ibu tentang kapan memiliki cucu, juga fakta tentang sulitnya mencari laki-laki shalih di zaman seperti ini tentulah bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Di sisi lain ada perasaan malu jika pihak perempuan lah yang mengungkapkan keinginannya untuk menikah kepada pihak laki-laki karena dianggap tabu di masyarakat.

Padahal, keshalihan laki-laki dalam keluarga memiliki posisi strategis dalam upaya mewujudkan sakinah, mawaddah wa rahmah. Karena sebagai pemimpin, laki-laki bertugas menafkahi, mengayomi, mendidik, juga memperlakukan keluarganya dengan cara yang baik. Sehingga bukan sekedar menemukan seorang laki-laki sebagai suami, namun yang paling penting adalah keshalihan dirinya.

Baca juga : Kencan Maya

Ibu, kalau kita lihat dari sisi ajaran Islam, sebenarnya bukan hal buruk jika pihak perempuan menyatakan keinginannya untuk dinikahi seorang laki-laki shalih, bahkan menawarkan diri secara langsung kepada yang bersangkutan. Karena keinginan meraih kebahagiaan keluarga dunia akhirat atau mendapat Imam dan pembimbing agama yang mumpuni, tentulah hal itu sangat terpuji. Dalam sejarah, ada sejumlah nama perempuan yang pernah menawarkan diri secara langsung kepada Rasulullah seperti Khaulah binti Hakim, Ummu Syuraik, Fatimah bin Syuraih, Laila binti Hatim, Zaenab binti Khuzaemah, dan Maemunah binti Al-Harits.

Maka, ketika putri Anas bin Malik berkomentar tentang sedikitnya rasa malu dari salah satu perempuan yang menawarkan diri kepada Rasulullah, Anas langsung berkata dengan tegas, “Dia lebih baik dari pada kamu, dia ingin dinikahi Nabi dan menawarkan dirinya untuk Beliau.”

Namun jika hal itu dianggap tidak pantas bagi masyarakat di sekitar ibu, cobalah untuk menggunakan perantara yang amanah. Yaitu seseorang yang bisa menyampaikan maksud ibu kepada yang bersangkutan dengan cara yang baik, sehingga kalaupun keinginan itu ditolak, tidak mendatangkan fitnah yang lebih besar. Termasuk perantara adalah keluarga; ayah, ibu atau saudara.

Hal ini seperti yang pernah ditempuh Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, ketika Hafshah, putri beliau, menjadi janda dan telah selesai menjalani masa iddah. Umar menawarkan Hafshah kepada Utsman, Abu Bakr hingga berakhir menjadi istri Rasulullah. Atau seperti Khadijah radhiyallahu ‘anha saat melamar Muhammad sebelum menjadi nabi melalui perantara temannya, Nafisah bintu Maniyah. Wallahu a’lam.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *